JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

A Life in Harmony

Yes, life is in need of money,
But actually we do not need to live in luxury.
And we do not ever need any luxuries.
Our thoughts alone,
Which has been whining,
Ask and urge us to sink into the glamorous life,
With all his nonsense.
Feeling powerless to stem his own mind,
Someone even willing to sell themselves,
Or rob the rights of others,
Or even sold his own soul.
Everything is luxury,
Had the price we have to pay.
Nothing would ever known hunger in this world,
When mankind is able to live fairly proportionally,
And let the natural resources are distributed evenly.
One Earth would never be enough for human greed,
And during it all, hunger and poverty continue to emerge in the face of this Earth.
It was inexplicable,
Some people still complain even though they live in all its luxury,
With any luck,
With all the sufficiency of his life,
But still complained of his life,
Still demanding more luxuries of life again,
While a variety of malnutrition and poverty of those living in the gutter lying every day.
O my friend,
Born as a man,
Not to enjoy life.
Fruit of good karma may be exhausted, if our good karma savings thinning.
The fruit of good karma is just a stale rice,
Because it is the fruit of past actions,
While we never planted the seeds either new in this life.
Ignorance gave birth to greed in the human mind.
This thought is triggering the behavior,
Like squeezing labor,
Manipulating another human being,
deceptive,
Steal,
Squeeze even their own family members.
Demanded the head of the family to make a living,
Sweat just to satisfy the desire of the people living in luxury.
If we are truly compassionate towards our families,
There is no much demand,
Then nothing will ever be the head of the family who stuck corruption,
Which resulted in legal problems.
Greed us, able to injure and destroy the lives of those closest to us, realize that before it's too late,
O people, who do not know to be satisfied.
When people closest to us had a hard life,
Help and raise it,
Not pressed him,
Even pushing it towards the end of the gorge.
You not love him,
But it has leveraged the love those closest to you.
That's called treason,
Enemy in the Blanket.
When we feel entitled,
True then other people have the same rights,
So why do we then steal their rights,
Or even steal other people's rights to life,
Depriving the lives of other creatures,
Just to satisfy ourselves that no one will ever be satisfied?
Like pouring water in a glass,
Wherein the base of the glass it has a hole.
The glasses were never filled.
Patched the hole,
Then the glass was not going to demand a lot of water in it.
Not extend our hand to the top,
Nor lifted his hands up,
Asking for and demanding.
We extend our hand to the bottom,
Exposes our hands down,
Giving.
Everyone is able to sue,
Ask,
begging,
Squeeze.
But really rare person who is able to give.
Because of ignorance,
Humans are given, keeps asking to be given,
Without know to be satisfied,
Even sucking philanthropist who had been given him,
Until the benefactor, made into dry.
Humans who are blind,
Not only do not know to be satisfied,
But greed is terrible.
No matter how much you feed a crocodile,
When he was satisfied,
He would not devour more than could be accommodated by it stomach.
Humans, worse than a crocodile.
Even a recent human reportedly died from eating too much.
Tragic, and the lower realms will certainly be a place his new rebirth.
Lower realms, wide open under our feet.
For those who are not alert,
Not introspective of their behavior,
Who do not live with seriously, train control practices of our senses,
Certainly will freefall at the lower realms of animals, demons, or even hell.
We should be ashamed of the figure of an elderly grandmother,
Who did not have the money,
Determined to light the lamp as a contribution offering for homage to the Buddha,
Selling her own hair in order to buy oil for the lamp.
When the wind blows big,
The entire lamp other benefactors extinguished on the table of respect.
Leaving only the lamp of the poor elderly grandmother who is still alive and burning.
It was thrilling and touching.
We should be ashamed for all our greedy attitude.
O my friend,
Humans really like a glass,
Perforated glass.
Those who remain valid arrogant,
Although it has been reminded,
Will knee will bow when the time comes,
God of death came to him.
Like or dislike.
You will lose.

© HERY SHIETRA Copyright.

Betul, hidup memang membutuhkan uang,
Tapi sebetulnya kita tak butuh hidup mewah.
Dan kita memang tak pernah membutuhkan kemewahan apapun.
Pikiran kita sendirilah,
Yang selama ini merengek,
Meminta dan mendesak kita untuk tenggelam dalam kehidupan glamor,
Dengan segala tetek-bengeknya.
Merasa tak berdaya membendung pikirannya sendiri,
Seseorang rela menjual diri,
Atau merampok hak orang lain,
Atau bahkan menjual jiwanya sendiri.
Segala sesuatu kemewahan,
Memiliki harga yang harus kita bayar.
Tiada akan pernah dikenal kelaparan di dunia ini,
Bila umat manusia mampu untuk cukup hidup secara proporsional,
Dan membiarkan sumber daya alam terdistribusi secara merata.
Satu Bumi takkan pernah cukup untuk ketamakan manusia,
Dan selama itu pula kelaparan dan kemiskinan terus bermunculan di muka Bumi ini.
Sungguh tak dapat dipahami,
Sebagian orang masih mengeluh hidup dalam segala kemewahannya,
Dengan segala keberuntungannya,
Dengan segala kecukupan hidupnya,
Namun masih mengeluh akan hidupnya,
Masih menuntut lebih banyak kemewahan hidup lagi,
Sementara berbagai busung lapar dan kemiskinan mereka yang hidup di selokan bergelimpangan setiap harinya.
Wahai kawanku,
Terlahir sebagai manusia,
Bukanlah untuk menikmati hidup.
Buah karma baik dapat habis bila tabungan karma baik kita menipis.
Buah karma baik hanyalah nasi basi,
Karena itu hanyalah buah dari perbuatan masa lampau,
Sementara kita tak pernah menanam benih baik yang baru di kehidupan ini.
Kebodohan batin melahirkan ketamakan dalam pikiran manusia.
Pikiran ini yang kemudian memicu aksi perilaku,
Seperti memeras tenaga kerja,
Memanipulasi manusia lain,
Menipu,
Mencuri,
Bahkan memeras anggota keluarga sendiri.
Menuntut kepala keluarga untuk mencari nafkah,
Memeras keringat hanya demi memuaskan hasrat hidup mewah orang tersebut.
Bila kita sungguh berwelas asih terhadap keluarga kita,
Tiada banyak menuntut,
Maka tiada akan pernah ada kepala keluarga yang tersangkut perilaku korupsi,
Yang berujung pada masalah hukum.
Ketamakan kita mampu melukai dan menghancurkan hidup orang-orang terdekat kita, sadarilah itu sebelum terlambat,
Wahai manusia yang tidak kenal puas.
Ketika orang terdekat kita mengalami kesukaran hidup,
Bantu dan bangkitkanlah ia,
Bukan mendesaknya,
Bahkan mendorongnya menuju ujung jurang.
Anda bukan mencintainya,
Tapi telah memanfaatkan cinta kasih orang terdekat Anda.
Itulah yang disebut penghianatan,
Musuh dalam selimut.
Ketika kita merasa berhak,
Maka sejatinya orang lain pun memiliki hak yang sama,
Jadi mengapa kita lalu mencuri hak mereka,
Atau bahkan mencuri hak hidup orang lain,
Merampas nyawa makhluk lain,
Hanya demi memuaskan diri kita yang takkan pernah dapat dipuaskan?
Bagai menuangkan air pada gelas,
Dimana dasar dari gelas itu memiliki lubang.
Gelas yang takkan pernah penuh.
Tambal lubang itu,
Maka gelas itu takkan menuntut banyak air ke dalamnya.
Bukan mengulurkan tangan ke atas,
Bukan juga menengadahkan tangan ke atas,
Meminta.
Tapi mengulurkan tangan ke bawah,
Menghadapkan tangan kita ke bawah,
Memberi.
Semua orang mampu menuntut,
Meminta,
Memohon,
Memeras.
Namun sungguh langka orang yang mampu memberi.
Karena kebodohan batin,
Manusia yang diberi terus meminta untuk diberi,
Tanpa kenal puas,
Bahkan menghisap dermawan yang selama ini memberinya,
Hingga dermawan itu kering kerontang dibuatnya.
Manusia yang buta,
Bukan hanya tidak kenal puas,
Namun ketamakannya sungguh mengerikan.
Sebanyak apapun kau beri makan seekor buaya,
Ketika ia telah puas,
Ia takkan melahap lebih banyak dari sanggup ditampung oleh perutnya.
Manusia, lebih buruk dari seekor buaya.
Bahkan seorang manusia baru-baru dikabarkan meninggal karena terlampau banyak makan.
Tragis, dan alam rendah dipastikan akan menjadi tempat kelahiran kembali barunya.
Alam rendah terbuka lebar di bawah kaki kita.
Bagi mereka yang tidak waspada,
Tidak mawas diri terhadap perilaku mereka,
Yang tidak menjalani hidup dengan serius melatih praktik pengendalian indera,
Dipastikan akan terjun bebas di alam rendah hewan, setan, atau bahkan neraka.
Kita seharusnya malu terhadap sosok seorang nenek tua renta,
Yang sama sekali tidak memiliki uang,
Demi bertekad untuk menyalakan pelita bagi altar penghormatan bagi Sang Buddha,
Menjual rambutnya sendiri demi membeli minyak untuk pelita.
Ketika angin berhembus besar,
Seluruh pelita para dermawan lain padam di atas meja altar.
Hanya menyisakan pelita sang nenek tua renta miskin yang masih terus hidup dan menyala.
Sungguh menggetarkan hati dan mengharukan.
Semestinya kita malu atas segala sikap tamak kita.
Wahai kawanku,
Manusia sungguh menyerupai sebuah gelas,
Gelas yang berlubang.
Mereka yang tetap berlaku arogan,
Meski telah diingatkan,
Akan bertekuk lutut bila saatnya tiba,
dewa kematian datang padanya.
Suka atau tidak suka,
Kau akan kalah.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.