Against ignorance,
Means against the stream.
At its basic,
Humans are lazy,
Stupid,
And born dirty.
Humans are not born like a clean plain white canvas,
As we believed all along.
Is defilement as the cause,
Thus human beings reborn.
Taking the greed, hatred, and their inner darkness,
When entering the cycle of rebirth.
Like water that always flows downward,
That is the nature of all things.
Such as a gravity,
Were pulled down by itself.
Not to be aware of the nature of this self,
We will fall slammed the mainland,
With so hard.
Removing the shackles of defilement,
Means struggling against the stream.
In that struggle,
Many people who fall,
Toppled one by one,
In fact, most choose to hide,
Give up and choose to go with the flow,
Start believes that the current is a live calls of mankind,
Or even speculated that the current take him down as a call from God.
Refuge in their inner darkness,
And attached to it,
As if with eyes closed, then all the calamity will go away,
Despite all the suffering of life,
Right in front of our eyes.
The struggle, which means against the innate nature itself.
Battling against laziness,
Conquering ignorance,
Subduing the egoism,
Casts out fear,
Curb aggressiveness,
Resist the arrogant nature,
Pressing greed,
Undo the hate,
Uproot self delusion.
Lifting this heavy body and began to walk,
Stepping into the opposite direction of the crowd which moving towards the
bottom of the mountain.
Humans who understand the meaning of the struggle,
hike,
To the summit.
While those who obey the call of the heart of their instincts,
Similar to river water naturally moves downward,
It empties into the ocean of suffering.
They thought that was their calling,
Misled by ignorance.
Ocean suffering serve the main purpose of the life of the majority of
mankind.
Although, without effort though,
They will be swept by water flow which bring them down,
Like block of wood carried by the flow stream from the top of the hill
lowland estuary.
Oh my friend, it is not easy to move against the current.
You're moving in the opposite direction from them.
Like hold yourself to remain grounded,
Not dragged sweep by the water flow,
And forcefully push yourself forward to the top.
exhausting,
Sick,
Tearful,
In fact, you would find yourself bleed during the struggle.
Every now and then you will fall and be dragged,
Sometimes you will be hit by timber beams which drifting with water flows.
Often you think of giving up,
Often you will be desperate.
At that time you will see,
How do people who try this with you fighting against the stream,
One after another collapsed,
Give up.
But there is no half-way struggle that will produce results.
Like rubbing two sticks to cause a spark to make a fire,
Has just the stick began to heat up,
You feel tired,
Trying to rest for a moment,
Then that sticks back to cool,
You repeat,
Back rest,
And you never get any campfire.
Until whenever your actions will be futile.
You will only waste your time,
And frustrated as a reward,
Then begin to assume that the
fire would not be made by rubbing two sticks.
That is why,
Humans fall back in the ocean
of samsara,
Fall back into the cycle of
rebirth,
Without the countless number.
Back born in the womb,
And again fell in the same
valley,
Over and over,
Although donkey would not fall
into the same hole for the second time.
Without knowing bored, we go
back in the same ocean of suffering.
Fearlessly we returned born
again.
Without know a tired we again
move with the flow.
However, there is a man who
has managed to move slowly with patience,
Full persistence,
Moving against the stream,
With the way release every
burdens of attchment that weigh on our shoulders,
And with the lighter we are
able to break the current,
Towards the peak of freedom,
Consistently focused on the
peak,
Moving to the top,
An incredible struggle,
Countless screams and squeals
voice shouted,
Achieve level Sotapanna,
Sakadagami,
Anagami,
Various grip began apart one
by one,
There is no longer weight of
the world able to hold the seeker reach the summit.
Until he finally arrived at
the top,
Being the winner of the
current.
Now, from up there,
With his great body that
emits light,
He stood looking down,
Mainland world full of human
suffering and lamentation,
Found that heavy current flow
creates by of our own ignorance.
He liberated completely,
With compassion show the way
for people who want to get out of the valley of suffering,
That is by learning to remove
the attachment,
To be able to withstand the
current drag.
One or two mortals who tried
to stare upwards, Awakening of their long dream,
Grabbing a helping hand from
the current winner,
And began to move to the top
of it.
Also feel the blow-by-blow
due to the strong current,
Following the same footprint
with the stream winners.
He is the Teacher,
Teacher of gods and humans.
He is the Arahant, Buddha.
Who knows all nature.
Which has been perfect.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Melawan kebodohan,
Berarti melawan arus.
Pada dasariahnya,
Manusia adalah pemalas,
Bodoh,
Dan terlahir kotor.
Manusia tidak terlahir bersih
bagaikan kanvas putih polos,
Sebagaimana kita yakini
selama ini.
Adalah kekotoran batin
sebabnya,
Sehingga manusia terlahir
kembali.
Membawa serta ketamakan,
kebencian, dan kegelapan batin mereka,
Ketika memasuki siklus
kelahiran kembali.
Bagai air yang selalu
mengalir menuju ke bawah,
Itulah sifat alamiah segala
sesuatu.
Seperti sebuah gravitasi,
Yang menarik ke bawah secara
sendirinya.
Tidak mewaspadai sifat
alamiah diri ini,
Kita akan jatuh menghempas
daratan,
Dengan demikian kerasnya.
Melepas belenggu kekotoran
batin,
Berarti berjuang melawan
arus.
Dalam perjuangan itu,
Banyak diantara manusia yang
gugur,
Tumbang satu per satu,
Bahkan sebagian besar memilih
bersembunyi,
Menyerah dan memilih untuk mengikuti
arus,
Berkeyakinan arus tersebut
sebagai panggilan hidup,
Atau bahkan berspekulasi
bahwa arus yang membawanya turun sebagai panggilan Tuhan.
Berliang pada kegelapan batin
mereka,
Dan melekat padanya,
Seakan dengan menutup mata
maka segala petaka akan berlalu begitu saja,
Meski segala penderitaan
hidup,
Tepat berada di depan mata
kita.
Perjuangan artinya melawan sifat
bawaan diri sendiri.
Berjuang melawan rasa malas,
Menaklukkan kebodohan,
Menundukkan egoisme,
Melenyapkan ketakutan,
Mengekang agresivitas,
Menahan aroganisme,
Menekan ketamakan,
Meredam kebencian,
Mencabut akar kebodohan batin
diri sendiri.
Mengangkat tubuh yang berat
ini dan mulai melangkah,
Melangkah ke arah yang
berlawanan dengan kerumunan massa yang bergerak menuju ke bawah gunung.
Manusia yang memahami arti
perjuangan,
Mendaki,
Menuju puncak.
Sementara mereka yang
menuruti panggilan hati naluri mereka,
Serupa dengan air sungai yang
secara alamiah bergerak ke bawah,
Bermuara dalam samudera
penderitaan.
Mereka pikir itulah panggilan
hidup mereka,
Terkecoh oleh kebodohan
batin.
Samudera penderitaan
dijadikan tujuan utama perjalanan hidup sebagian besar umat manusia.
Meski, tanpa daya upaya
sekalipun,
Mereka akan terseret arus aliran
air yang membawa serta mereka ke bawah,
Bagai balok kayu yang terbawa
aliran sungai dari atas bukit menuju lembah muara dataran rendah.
Oh kawanku, sungguh tidak
mudah bergerak melawan arus.
Kau bergerak dalam arah yang
berkebalikan dengan mereka.
Bagai menahan dirimu agar
tetap berpijak,
Tidak ikut terseret sapuan
aliran air,
Dan dengan sekuat tenaga
mendorong dirimu maju ke atas.
Meletihkan,
Sakit,
Penuh air mata,
Bahkan kau akan mendapati
dirimu berdarah selama perjuangan itu.
Sesekali kau akan terjatuh
dan turut terseret,
Terkadang kau akan terhajar
oleh balok kayu yang terbawa arus.
Acapkali kau berpikir untuk
menyerah,
Seringkali kau akan putus
asa.
Saat itu kau akan
menyaksikan,
Bagaimana orang-orang yang turut
mencoba bersamamu berjuang melawan arus,
Satu per satu bertumbangan,
Menyerah.
Namun tiada perjuangan
setengah jalan yang akan membuahkan hasil.
Bagai menggosokkan dua batang
kayu untuk menimbulkan percikan api guna membuat api unggun,
Baru saja batang kayu itu
mulai memanas,
Kau merasa letih,
Mencoba beristirahat sejenak,
Maka batang kayu itu kembali
mendingin,
Kau ulangi kembali,
Kembali beristirahat,
Dan kau takkan pernah mendapat
api unggun apapun.
Sampai kapanpun perbuatanmu
akan sia-sia belaka.
Kau hanya akan membuang waktumu,
Dan merasa frustasi sebagai
ganjarannya,
Lalu berasumsi bahwa api
takkan dapat dibuat dengan menggosok dua batang kayu.
Itulah sebabnya,
Manusia kembali jatuh dalam
samudera samsara,
Jatuh kembali dalam siklus
kelahiran kembali,
Tanpa terhitung lagi
jumlahnya.
Kembali terlahir dalam rahim,
Dan kembali terjatuh pada
lembah yang sama,
Lagi dan lagi,
Meski seekor keledai takkan
jatuh dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Tanpa kenal bosan kita
kembali pada samudera derita yang sama.
Tanpa kenal takut kita
kembali terlahir kembali.
Tanpa kenal kapok kita
kembali bergerak mengikuti arus.
Namun terdapat seorang
manusia yang telah berhasil bergerak perlahan penuh kesabaran,
Penuh kegigihan,
Bergerak melawan arus,
Dengan jalan melepas segala
beban kemelekatan yang membebani pundak kita,
Dan dengan lebih ringan kita
mampu menembus arus,
Menuju puncak kebebasan,
Secara konsisten berfokus
pada puncak,
Bergerak menuju ke puncak,
Sebuah perjuangan yang luar
biasa,
Tak terhitung jeritan serta suara
pekik dibahanakan,
Mencapai tingkat Sotapanna,
Sakadagami,
Anagami,
Berbagai cengkeraman mulai
terlepas satu per satu,
Tiada lagi beban dunia yang
mampu menahannya menuju puncak.
Sampai pada akhirnya ia tiba
di puncak,
Menjadi pemenang arus.
Kini, dari atas sana,
Dengan tubuh agungnya yang
memancarkan pelita,
Ia berdiri menatap ke bawah,
Daratan dunia manusia yang
penuh derita dan ratap tangis,
Mendapati bahwa arus deras itu
ternyata adalah arus kebodohan batin kita sendiri.
Ia yang telah terbebaskan
sepenuhnya,
Dengan welas asih menunjukkan
jalan bagi manusia yang hendak keluar dari lembah penderitaan tersebut,
Yakni dengan belajar untuk
melepas kemelekatan,
Untuk mampu bertahan dari
arus yang menyeret.
Satu atau dua manusia fana yang
mencoba menatap ke atas, Tersadarkan dari mimpi panjang mereka,
Meraih uluran tangan sang
pemenang arus,
Dan mulai turut bergerak ke
puncak itu.
Turut merasakan pukulan demi
pukulan akibat arus yang deras,
Mengikuti jejak yang sama
dengan Sang Penunjuk Jalan.
Ialah Sang Guru,
Guru para dewa dan manusia.
Ialah Sang Arahat, Buddha.
Pengetahui segenap alam.
Yang telah sempurna.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.