JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Facing the Real Identity

With full confidence,
We say to others,
Ourselves to be an honest person,
Good-hearted people,
People who are sincere,
People who are intelligent,
A holy man,
People who are clean,
People who love to help,
The big question for us together,
Why we are not really into figure or someone, as we claim ourselves to others?
Why do we have to have two personalities or two characters,
Characters in the mouth,
And the characters themselves in the heart,
Contradictory?
Recognition which different with identities in fact,
Make ourselves a hypocrite,
Wearing a cover or a mask facepiece,
Forming a pseudo reality,
To deceive others about the person we really are.
Although we managed to fool others,
We will never be able to fool ourselves.
Any thick masks we wear,
We are aware and know, that's not the real face of our true self.
Realizing that this time we are living in a false identity,
We will increasingly feel foreign to ourselves,
At the same time more and more hate ourselves,
To arrive at a time,
We will start to go on stage cajole and deceive yourself,
It's no longer just cheat and deceive others.
Because as long as we nurture and maintain the character of the false self,
Until finally the false character that we form, swallow our own identity,
And become a victim of identity such artificial.
Like a chameleon who can change his skin color to the color of the surrounding environment in hiding,
Someone who manipulative did not have any identity,
In addition to the nature and character as a hypocrite.
Saying it is always easier than to realize.
Pretending is always easier than forming character.
Deceptive is always easier than to organize and educate yourself.
However,
Whatever it is,
Dishonest,
Tantamount to deceive and betray yourself,
Deny its true character lies within,
And live with wearing a mask which smothering,
And attached to it,
Until the mental and psychological relies on that thick mask.
Is it like that,
Life that we really want?
Would not it be more valuable,
When we direct and train ourselves to approach the ideal figure and noble,
Rather than busy forming an ideal self-image,
But never treating and managing what is within ourselves mentally.
Are you really happy not to face your own life,
But must rely on a mask?
Is it so bad,
The original face of you, until you yourself can not stand to see your own face in the reflection of a shadow on the surface of the water?

© HERY SHIETRA Copyright.

Dengan penuh keyakinan diri,
Kita mengatakan kepada orang lain,
Bahwa diri kita adalah orang yang jujur,
Orang yang baik hati,
Orang yang tulus,
Orang yang cerdas,
Orang yang suci,
Orang yang bersih,
Orang yang gemar menolong,
Pertanyaan besar bagi kita bersama,
Mengapa diri kita tidak benar-benar menjadi sosok atau seseorang sebagaimana kita mengklaim diri kita kepada orang lain?
Mengapa kita harus memiliki dua kepribadian atau dua karakter,
Karakter di mulut,
Dan karakter diri di hati,
Yang saling bertolak belakang?
Pengakuan yang berbeda dengan jati diri senyatanya,
Menjadikan diri kita seorang munafik,
Yang memakai kedok atau topeng penutup wajah,
Membentuk realita semu,
Untuk mengelabui orang lain akan sosok diri kita yang sebenarnya.
Meski kita berhasil mengelabui orang lain,
Kita tidak akan pernah dapat mengelabui diri sendiri.
Setebal apapun topeng yang kita kenakan,
Kita sadar dan tahu, itu bukanlah wajah asli diri kita yang sebenarnya.
Menyadari bahwa selama ini kita hidup dalam identitas palsu,
Kita akan semakin merasa asing terhadap diri kita sendiri,
Kian membenci diri kita sendiri,
Hingga sampai pada suatu waktu,
Diri kita akan mulai masuk pada tahap menipu dan mengelabui diri sendiri,
Bukan lagi hanya menipu dan mengelabui orang lain.
Karena selama ini kita menumbuhkan dan memelihara karakter diri yang palsu,
Hingga pada akhirnya karakter palsu yang kita bentuk menelan jati diri kita sendiri,
Dan menjadi korban akan identitas buatan tersebut.
Bagaikan seekor bunglon yang mampu merubah warna kulit tubuhnya mengikuti warna lingkungan sekitarnya bersembunyi,
Seseorang yang manipulatif sama sekali tidak memiliki jati diri apapun,
Selain sifat dan karakter sebagai seorang munafik.
Mengucapkan memang selalu lebih mudah daripada merealisasikan.
Berpura-pura selalu lebih mudah daripada membentuk karakter.
Menipu memang selalu lebih mudah daripada menata dan mendidik diri sendiri.
Namun,
Apapun itu,
Bersikap tidak jujur,
Sama artinya dengan menipu dan mengkhianati diri sendiri,
Memungkiri karakter diri yang sejatinya ada,
Dan hidup dengan mengenakan topeng yang menyesakkan,
Dan melekatinya,
Hingga bergantung secara mental dan psikologi terhadap topeng tebal itu.
Apakah seperti itu,
Kehidupan yang benar-benar kita inginkan?
Bukankah akan lebih berharga,
Bila kita mengarahkan dan melatih diri untuk mendekati sosok yang ideal dan luhur,
Ketimbang sibuk membentuk citra diri yang ideal,
Namun tidak pernah merawat dan menata apa yang ada di dalam mental diri kita sendiri.
Apakah kau benar-benar berbahagia hidup bukan dengan wajahmu sendiri,
Melainkan harus dengan bergantung pada sebuah topeng?
Apakah sebegitu buruknya,
Wajah asli dirimu hingga kau sendiri tidak tahan melihat wajahmu sendiri di pantulan bayangan pada permukaan air?


© Hak Cipta HERY SHIETRA.