At the moment we are in a period of peace and quiet,
We begin to feel a sense of boredom,
And hated it.
When at that point,
We start searching for something,
Searching for things that can serve our minds penchant for jumping up and
down,
Like a wild monkey that can not sit still,
Uncomfortable in conditions of peace and quiet,
Start creating an uproar,
The furor,
Sensation,
Even begin to engage in a fierce dispute,
Fight,
Various scenarios decay, just for the sake of increasing the tensions of
wild thoughts,
Or search for impressions that stirred the soul to make us feel fear,
anger, or even drop our tears.
When we're healthy and fit,
We begin to feeling the mischievous urge within our mind,
Arise various ideas to enjoy a variety of food and beverage consumption
that is not healthy,
Destructive lifestyle,
Even to be involved in the abuse of illicit drugs.
Until the end,
When the body becomes damaged due to lifestyle and consumption which is
hurts our bodies,
When peace and tranquility transformed into horror of living,
When life full blast and battle,
We begin to feel afraid of terror,
We start somersaults seek care treatment,
And began longing for peace and health conditions which is recovered as
usual.
However,
Too late.
The fool looking for and expecting something that does not need to happen,
Just because the feeling being nosy and bored,
Calamity due to the nature of nosy and boredom itself.
Regretfully even then,
Too late.
Why mankind is so fond of, to wait the time comes remorse themselves, which
does not bring any benefit?
When we have people which love us sincerely,
We just were not satisfied,
And began to search for another figure for us make obsession,
Abandoning people who had been there and loved us.
Wasted all the good which has been there,
And obsessed to catch what is not yet there,
Even dream about something which may not exist.
Live in false hope,
And impose a reality in order to move following his will,
As if he is the master of universe.
Proverb therefore advised,
The freshness of the neighbor's grass is more beautiful than the green
color of the grass on the porch of his own house.
Human beings had never even really know what they want in their lives,
Convinced that life simply on instinct and inclinations,
Turned upside down following the direction of instinct,
As if, then life has a meaning in this way.
Although we all know,
Life that flows like water,
Will move down,
Not rising.
Just as the flow of water,
Which is always flowing move from the upstream to the downstream
underneath.
A fool think that all of this,
Which is the goal and a meaningful life,
Misled by his own stupid assumption.
Deny that life is never satisfied,
Without a permanent self,
And always changing.
While one who are looking enlightenment,
Steer clear of this pseudo-world game,
And dwell in tranquility,
Silence,
And inner balance.
Happiness does not lie in the curve graph emotional ups and downs,
But at the detachment,
And a mind that remains calm as a rock immovable silent, although slammed
by waves and storms,
Not swayed by pleasure or suffering of life.
While the fool,
Rejecting the harsh reality of life,
And always chasing worldly pleasures,
Until finally when hour of our death,
Only the fear remained.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Pada saat kita dalam masa
tenang dan damai,
Kita mulai merasakan rasa bosan,
Dan membencinya.
Saat pada titik itulah,
Kita mulai mencari-cari sesuatu,
Mencari-cari hal-hal yang
dapat meladeni kegemaran pikiran kita untuk meloncat-loncat,
Bagai seekor monyet liar yang
tidak dapat duduk tenang,
Tidak nyaman pada kondisi
yang tenang dan damai,
Mulai menciptakan kegemparan,
Kehebohan,
Sensasi,
Bahkan mulai melibatkan diri
dalam persengketaan sengit,
Perseteruan,
Berbagai skenario kebusukan
hanya demi meningkatkan tensi ketegangan,
Atau mencari tontotan yang mengaduk
jiwa hingga membuat diri kita merasa takut, marah, atau menitikkan air mata.
Ketika kita sedang berada
dalam kondisi sehat dan bugar,
Kita mulai merasakan dorongan
usil dalam diri,
Timbul berbagai ide untuk
menikmati berbagai konsumsi makanan dan minuman yang tidak menyehatkan,
Pola hidup yang merusak,
Bahkan hingga terlibat dalam
penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Sampai pada akhirnya,
Ketika tubuh menjadi rusak
akibat gaya hidup serta konsumsi yang menyakitkan tubuh,
Ketika ketenangan dan
kedamaian kehidupan menjelma kengerian hidup penuh ledakan dan peperangan,
Kita mulai kembali merasa
takut pada teror,
Kita mulai jungkir balik
mencari pertolongan pengobatan,
Dan mulai rindu pada keadaan
damai dan kondisi kesehatan yang pulih seperti sedia kala.
Namun,
Sudah terlambat.
Si bodoh mencari dan
mengharapkan sesuatu yang tidak perlu terjadi,
Hanya karena perasaan usil
dan bosan,
Celaka akibat sifat usil dan
kebosanan dirinya sendiri.
Menyesal sekalipun kemudian,
Sudah terlambat.
Mengapa umat manusia begitu
menggemari untuk menunggu saatnya tiba penyesalan diri yang tidak membawa manfaat
apapun?
Ketika kita memiliki orang-orang
yang mencintai diri kita dengan tulus,
Kita justru merasa tidak
puas,
Dan mulai mencari-cari sosok
lain untuk kita jadikan obsesi,
Menelantarkan orang-orang yang
selama ada dan mencintai diri kita.
Menyia-nyiakan semua kebaikan
yang telah ada,
Dan terobsesi untuk mengejar
apa yang belum ada,
Bahkan memimpikan sesuatu
yang tidak mungkin ada.
Hidup dalam harapan semu,
Dan memaksakan realita agar
bergerak mengikuti kehendak hatinya,
Seakan dirinya adalah
penguasa jagat raya.
Pepatah oleh karenanya
berpesan,
Kesegaran rumput tetangga
selalu tampak lebih indah dari hijaunya warna rumput di beranda rumah sendiri.
Umat manusia bahkan tidak
pernah benar-benar tahu apa yang diinginkan dalam hidupnya,
Meyakini bahwa hidup sekadar
menuruti insting dan kehendak hati,
Jungkir balik mengikuti
arahan insting,
Seakan hidup baru memiliki
makna dengan cara demikian.
Meski kita semua tahu,
Hidup yang mengalir seperti
air,
Akan bergerak menurun,
Bukan meningkat.
Sama seperti aliran air,
Yang selalu mengalir bergerak
dari hulu menuju ke hilir dibawahnya.
Si dungu mengira bahwa semua
inilah,
Yang menjadi tujuan dan hidup
yang bermakna,
Terkecoh oleh asumsi bodohnya
sendiri.
Memungkiri bahwa hidup adalah
tidak pernah terpuaskan,
Tanpa inti diri yang kekal,
Dan selalu berubah.
Sementara seorang yang
mencari pencerahan,
Menjauhi permainan dunia yang
semu ini,
Dan berdiam dalam ketenangan,
Keheningan,
Dan batin yang seimbang.
Kebahagiaan tidak terletak
pada grafik kurva emosi yang naik turun,
Tapi pada ketidakmelekatan,
Dan batin yang tetap tenang
bagai batu karang yang bergeming diam meski dihempas ombak dan badai,
Tidak terombang-ambing oleh
kesenangan ataupun penderitaan hidup.
Sementara si dungu,
Menolak kenyataan pahit akan
hidup,
Dan selalu mengejar-ngejar kesenangan
duniawi,
Sampai pada akhirnya ketika
ajal menjelang,
Hanya ketakutan yang tersisa.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.