JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Attachment to Love and Thirst About Hatred

Because loving someone,
And attached to the person we love it,
We began to recognize hate, when we are repelled by her declaration of love,
Envy when the people we like, it turns out like the other guy or girl,
Sense of disappointment and despair when we no longer meet our loved ones,
And a sense of sadness when we say goodbye to the people we care about.
If we truly love ourselves,
We will not, allow ourselves to be wounded,
Just as obsessed to get love from people we like,
Or mocked by the romance drama that is uncertain.
If we truly love ourselves,
Neither will we experience a feeling of disappointment, nor sad because of breakup against someone who chooses to be with other people.
If we truly love ourselves,
Then it is enough for ourselves alone, to pay attention and be faithful to ourselves,
Not looking for love from the outside world seemed to dry ourselves out of love.
They are hungry for attention and love,
Are people who are to be pitied,
Besides not being loved by others,
He was also not being loved by himself.
Love and compassion, is a relation of mutual sharing and interconnected,
Not one direction,
But the mutual giving and receiving.
Loving someone is not being a slave who only knows to give,
And loved not mean always demanded to be given without ever giving.
It does not matter if we are not loved by many people,
Enough for us when we are loved and appreciated by ourselves,
Rather than,
Loved by many people,
However hated by himself,
Even betrayed by himself.
Sigmund Freud once told,
Each individual has two conflicting instincts at the same time,
Instinct to live so that we are struggling to survive from the rigors of life,
And the instinct to die so that we often hurt ourselves for things that can not be explained by ourselves.
Is it possible,
We also have the instinct to love,
At the same time also have the instinct to hate?
Because we know love,
So since that time we know the hatred and anger.
Because there is love,
Then there is dislike.
When we know the world of glamorous,
We began to recognize the underdeveloped world,
And start hating the background conditions of life which we have lived,
Like a child who was born and grew up in a rural,
Began to be disgusted to stay back in the village when he was starting to get to know all the glamorous of life in urban areas.
Knowing sweet,
We know the bitter.
Not the fault of the sweetness or bitterness,
However it is the role of attachment,
Which resulted in ourselves shackled by it,
obsessed,
As well as suffering.
Happiness therefore,
Never know the terms,
Sweet or bitter,
It tends to be neutral,
And dwells in the balanced mind.
Love is not a bad thing,
But when love is accompanied by attachments,
Begin born of hatred, envy, anger, jealousy, and defilement.
Suffering arises from attachment,
Just like a village girl who becomes hate the rural life just as it begins to come into contact with urban life that glitters.
When we began to recognize the love and sweetness of life,
We need at that moment to be wary of the tendency towards self suggestive of attachment.
Not the bitterness or sweetness of life that becomes a source of suffering,
But the attachment itself.

© HERY SHIETRA Copyright.

Karena mencintai seseorang,
Dan melekat pada orang yang kita kasihi itu,
Diri kita mulai mengenal rasa benci ketika pernyataan cinta kita ditolak olehnya,
Rasa iri ketika orang yang kita sukai itu ternyata menyukai pria atau gadis lain,
Rasa kecewa dan putus asa ketika kita tidak lagi berjumpa dengan orang yang kita kasihi,
Dan rasa sedih ketika kita berpisah dengan orang yang kita sayangi.
Jika kita benar-benar mencintai diri kita sendiri,
Tidak akan diri kita membiarkan diri kita terluka,
Hanya karena terobsesi untuk mendapat cinta orang yang kita sukai,
Atau dipermainkan oleh drama percintaan yang diliputi ketidakpastian.
Bila kita benar-benar menyayangi diri kita sendiri,
Tidak akan diri kita mengalami perasaan kecewa atau bersedih karena putus cinta terhadap seseorang yang memilih untuk bersama orang lainnya.
Bila kita benar-benar mencintai diri kita sendiri,
Maka sudahlah cukup diri kita seorang untuk memberi perhatian dan setia terhadap diri kita sendiri,
Tidak mencari cinta dari dunia luar seakan diri kita kering dari cinta kasih.
Mereka yang haus akan perhatian serta cinta kasih,
Adalah orang-orang yang patut dikasihani,
Selain tidak dicintai oleh orang lain,
Dirinya pun tidak dicintai oleh dirinya sendiri.
Cinta dan kasih, ialah sebuah relasi saling berbagi dan saling terhubung,
Tidak satu arah,
Namun saling memberi dan saling menerima.
Mencintai seseorang bukanlah menjadi budak yang hanya tahu memberi,
Dan dicintai bukanlah berarti selalu menuntut untuk diberikan tanpa pernah memberi.
Tidaklah masalah jika diri kita tidak dicintai banyak orang,
Cukup bagi kita ketika kita dicintai dan dihargai oleh diri kita sendiri,
Ketimbang,
Dicintai oleh banyak orang,
Namun dibenci oleh dirinya sendiri.
Bahkan dikhianati oleh dirinya sendiri.
Sigmund Freud sempat mengatakan,
Setiap individu memiliki dua insting yang saling bertolak belakang disaat bersamaan,
Insting untuk hidup sehingga kita berjuang untuk bertahan dari kerasnya hidup,
Dan insting untuk mati sehingga kita kerap menyakiti diri sendiri untuk hal yang tidak dapat kita sendiri jelaskan.
Mungkinkah,
Kita juga memiliki insting untuk mencintai,
Disaat bersamaan juga memiliki insting untuk membenci?
Karena kita mengenal cinta,
Maka sejak saat itu pula kita mengenal kebencian dan kemarahan.
Karena ada cinta,
Maka ada ketidaksukaan.
Ketika kita mengenal dunia glamor,
Kita mulai mengenal dunia terbelakang,
Dan mulai membenci latar belakang kondisi kehidupan yang selama ini kita jalani,
Bagaikan seorang anak yang lahir dan tumbuh besar di sebuah pedesaan,
Mulai menjadi jijik untuk kembali tinggal di desa ketika dirinya mulai mengenal kegemerlapan hidup di perkotaan.
Karena mengenal manis,
Kita mengenal pahit.
Bukanlah salah manis ataupun salah pahit,
Namun adalah peran kemelekatan,
Yang mengakibatkan diri kita terbelenggu,
Terobsesi,
Serta menderita karenanya.
Kebahagiaan oleh karenanya,
Tidak pernah mengenal syarat,
Manis ataupun pahit,
Ia cenderung netral,
Dan berdiam dalam batin yang seimbang.
Cinta bukanlah hal yang buruk,
Namun ketika cinta disertai kemelekatan,
Mulailah lahir kebencian, iri hati, kemarahan, kecemburuan, dan kekotoran batin.
Derita timbul dari kemelekatan,
Sama seperti seorang gadis dusun yang menjadi membenci kehidupan pedesaan hanya karena mulai bersentuhan dengan kehidupan perkotaan yang gemerlap.
Ketika kita mulai mengenal cinta dan manisnya kehidupan,
Kita perlu pada saat itu pula untuk waspada terhadap tendensi diri yang menjurus kearah kemelekatan.
Bukanlah pahitnya hidup yang menjadi sumber penderitaan,
Tapi kemelekatan itu sendiri.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.