Because loving someone,
And attached to the person we love it,
We began to recognize hate, when we are repelled by her declaration of
love,
Envy when the people we like, it turns out like the other guy or girl,
Sense of disappointment and despair when we no longer meet our loved ones,
And a sense of sadness when we say goodbye to the people we care about.
If we truly love ourselves,
We will not, allow ourselves to be wounded,
Just as obsessed to get love from people we like,
Or mocked by the romance drama that is uncertain.
If we truly love ourselves,
Neither will we experience a feeling of disappointment, nor sad because of
breakup against someone who chooses to be with other people.
If we truly love ourselves,
Then it is enough for ourselves alone, to pay attention and be faithful to
ourselves,
Not looking for love from the outside world seemed to dry ourselves out of
love.
They are hungry for attention and love,
Are people who are to be pitied,
Besides not being loved by others,
He was also not being loved by himself.
Love and compassion, is a relation of mutual sharing and interconnected,
Not one direction,
But the mutual giving and receiving.
Loving someone is not being a slave who only knows to give,
And loved not mean always demanded to be given without ever giving.
It does not matter if we are not loved by many people,
Enough for us when we are loved and appreciated by ourselves,
Rather than,
Loved by many people,
However hated by himself,
Even betrayed by himself.
Sigmund Freud once told,
Each individual has two conflicting instincts at the same time,
Instinct to live so that we are struggling to survive from the rigors of
life,
And the instinct to die so that we often hurt ourselves for things that can
not be explained by ourselves.
Is it possible,
We also have the instinct to love,
At the same time also have the instinct to hate?
Because we know love,
So since that time we know the hatred and anger.
Because there is love,
Then there is dislike.
When we know the world of glamorous,
We began to recognize the underdeveloped world,
And start hating the background conditions of life which we have lived,
Like a child who was born and grew up in a rural,
Began to be disgusted to stay back in the village when he was starting to
get to know all the glamorous of life in urban areas.
Knowing sweet,
We know the bitter.
Not the fault of the sweetness or bitterness,
However it is the role of attachment,
Which resulted in ourselves shackled by it,
obsessed,
As well as suffering.
Happiness therefore,
Never know the terms,
Sweet or bitter,
It tends to be neutral,
And dwells in the balanced mind.
Love is not a bad thing,
But when love is accompanied by attachments,
Begin born of hatred, envy, anger, jealousy, and defilement.
Suffering arises from attachment,
Just like a village girl who becomes hate the rural life just as it begins
to come into contact with urban life that glitters.
When we began to recognize the love and sweetness of life,
We need at that moment to be wary of the tendency towards self suggestive
of attachment.
Not the bitterness or sweetness of life that becomes a source of suffering,
But the attachment itself.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Karena mencintai seseorang,
Dan melekat pada orang yang
kita kasihi itu,
Diri kita mulai mengenal rasa
benci ketika pernyataan cinta kita ditolak olehnya,
Rasa iri ketika orang yang
kita sukai itu ternyata menyukai pria atau gadis lain,
Rasa kecewa dan putus asa
ketika kita tidak lagi berjumpa dengan orang yang kita kasihi,
Dan rasa sedih ketika kita
berpisah dengan orang yang kita sayangi.
Jika kita benar-benar mencintai
diri kita sendiri,
Tidak akan diri kita
membiarkan diri kita terluka,
Hanya karena terobsesi untuk
mendapat cinta orang yang kita sukai,
Atau dipermainkan oleh drama
percintaan yang diliputi ketidakpastian.
Bila kita benar-benar menyayangi
diri kita sendiri,
Tidak akan diri kita
mengalami perasaan kecewa atau bersedih karena putus cinta terhadap seseorang
yang memilih untuk bersama orang lainnya.
Bila kita benar-benar mencintai
diri kita sendiri,
Maka sudahlah cukup diri kita
seorang untuk memberi perhatian dan setia terhadap diri kita sendiri,
Tidak mencari cinta dari
dunia luar seakan diri kita kering dari cinta kasih.
Mereka yang haus akan
perhatian serta cinta kasih,
Adalah orang-orang yang patut
dikasihani,
Selain tidak dicintai oleh
orang lain,
Dirinya pun tidak dicintai
oleh dirinya sendiri.
Cinta dan kasih, ialah sebuah
relasi saling berbagi dan saling terhubung,
Tidak satu arah,
Namun saling memberi dan
saling menerima.
Mencintai seseorang bukanlah
menjadi budak yang hanya tahu memberi,
Dan dicintai bukanlah berarti
selalu menuntut untuk diberikan tanpa pernah memberi.
Tidaklah masalah jika diri kita
tidak dicintai banyak orang,
Cukup bagi kita ketika kita
dicintai dan dihargai oleh diri kita sendiri,
Ketimbang,
Dicintai oleh banyak orang,
Namun dibenci oleh dirinya
sendiri.
Bahkan dikhianati oleh
dirinya sendiri.
Sigmund Freud sempat
mengatakan,
Setiap individu memiliki dua
insting yang saling bertolak belakang disaat bersamaan,
Insting untuk hidup sehingga
kita berjuang untuk bertahan dari kerasnya hidup,
Dan insting untuk mati
sehingga kita kerap menyakiti diri sendiri untuk hal yang tidak dapat kita
sendiri jelaskan.
Mungkinkah,
Kita juga memiliki insting
untuk mencintai,
Disaat bersamaan juga
memiliki insting untuk membenci?
Karena kita mengenal cinta,
Maka sejak saat itu pula kita
mengenal kebencian dan kemarahan.
Karena ada cinta,
Maka ada ketidaksukaan.
Ketika kita mengenal dunia
glamor,
Kita mulai mengenal dunia
terbelakang,
Dan mulai membenci latar
belakang kondisi kehidupan yang selama ini kita jalani,
Bagaikan seorang anak yang
lahir dan tumbuh besar di sebuah pedesaan,
Mulai menjadi jijik untuk
kembali tinggal di desa ketika dirinya mulai mengenal kegemerlapan hidup di
perkotaan.
Karena mengenal manis,
Kita mengenal pahit.
Bukanlah salah manis ataupun
salah pahit,
Namun adalah peran kemelekatan,
Yang mengakibatkan diri kita
terbelenggu,
Terobsesi,
Serta menderita karenanya.
Kebahagiaan oleh karenanya,
Tidak pernah mengenal syarat,
Manis ataupun pahit,
Ia cenderung netral,
Dan berdiam dalam batin yang
seimbang.
Cinta bukanlah hal yang
buruk,
Namun ketika cinta disertai
kemelekatan,
Mulailah lahir kebencian, iri
hati, kemarahan, kecemburuan, dan kekotoran batin.
Derita timbul dari kemelekatan,
Sama seperti seorang gadis
dusun yang menjadi membenci kehidupan pedesaan hanya karena mulai bersentuhan
dengan kehidupan perkotaan yang gemerlap.
Ketika kita mulai mengenal
cinta dan manisnya kehidupan,
Kita perlu pada saat itu pula
untuk waspada terhadap tendensi diri yang menjurus kearah kemelekatan.
Bukanlah pahitnya hidup yang
menjadi sumber penderitaan,
Tapi kemelekatan itu sendiri.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.