JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

The Nature of Parentship Relation

What exactly is the pleasure behind being a provocateur,
Besides being a disease that is not beautiful to be a hobby,
Hobbies to slander,
Hobby to vilify other people,
And to provoke others,
Even proud of such bad habits.
I know someone,
Thanks to provoking habits,
Liked to slander,
As well as constantly vilify everyone,
As if only he / she themselves could be right and correct,
Even until his children hate even leave him / her,
Still, he / she was provocative,
Full of slander,
And continue to vilify other people.
As if,
By vilifying others,
He / she will get many friends and make others will like him / her.
Although he has been abandoned by his biological children and his relatives due to his provocative and negative words,
Without introspection,
Still looking at himself,
Holders of the monopoly of truth,
Others are always wrong,
And continuing with his provoking habits,
Defamatory,
Disparaging and degrading others.
As if,
By vilifying others,
Himself will seem more wise,
Entitled to patronize,
Eligible to judge.
As if,
Only herself can be hurt.
As if,
Only he alone can see the truth,
Even feel entitled to monopolize the truth.
How could it be,
Even a parent,
Having a penchant for slandering his own son,
Having a penchant for vilifying his own son's name to others,
Has a penchant for provoking his own child.
Remember,
There is no instinct of a child to grow up as a rebellious child.
It is the child's instinct to be a dutiful child.
But when in the end the child leaves their own parents to seek the happiness that is not obtained from the home of their parents,
So what happens is,
Parents who do not deserve to have a filial son.
Not just a child who can be disobedient,
Because no child wants to be a insubordinate person.
What is more happening is,
Parents are arbitrary against their own children.
The parents themselves,
Through all the attitudes of arrogance and arbitrariness of the parents,
Who has made a dutiful child,
Expelled from a family,
Encouraged to seek their own happiness.
Each person,
And every child,
Entitled to seek and gain the happiness of their own lives,
When parents never offer warmth or happiness to their children.
Do not give justice or exemplary noble attitude,
What has been shown by parents to their children,
No other is the attitude of arrogance,
Slander,
Disparaging,
And provocation.
Before demanding a child to worship,
Ask first,
Are you a worthy parent to have a devoted child?
A provocateur,
Being cunning and deceitful against their own children,
Until death comes though,
Will still complain all his / her life,
Busy provoking,
Defamatory,
Disparaging,
And though all the people of this world abstain and away from them,
Himself will remain filled with pleasure to provoke, slander, vilify.
Even,
He / she would complain of the attitude of the god of death,
And vilify the god of death.
From my personal experience,
A provocative attitude is a trait that will never change from one's basic character.
Though he grew old,
Does not reduce the degree of his passion to complain, slander, vilify, even provoke,
Either to others,
And also against those closest to them.
Even feel jealous and envy for the success and happiness of his own children's lives.
It is a mental illness that makes others feel disgusted and disgusted by all their shallow actions.

© HERY SHIETRA Copyright.

Apa sebenarnya kesenangan dibalik menjadi seorang provokator,
Selain sebagai penyakit yang sama sekali tidak indah untuk dijadikan hobi,
Hobi memfitnah,
Hobi menjelek-jelekkan orang lain,
Dan memprovokasi orang lain,
Bahkan bangga akan kebiasaan buruk tersebut.
Aku mengenal seseorang,
Yang berkat kebiasaannya memprovokasi,
Gemar memfitnah,
Serta senantiasa menjelek-jelekkan semua orang,
Seakan hanya dirinya sendiri yang dapat benar dan telah betul,
Bahkan hingga keseluruh anak-anaknya membenci bahkan meninggalkan dirinya,
Tetap saja dirinya bersikap provokatif,
Penuh fitnah,
Dan terus menjelek-jelekkan orang lain.
Seakan,
Dengan menjelek-jelekkan orang lain,
Dirinya akan mendapat banyak kawan dan membuat orang lain akan menyukai dirinya.
Sekalipun dirinya telah ditinggalkan oleh anak kandung maupun para sanak saudara akibat ucapan-ucapannya yang penuh provokasi dan negatif,
Tanpa mau berintrospeksi,
Tetap memandang bahwa dirinya seoranglah,
Pemegang monopoli kebenaran,
Orang lain selalu salah,
Dan terus dengan kebiasaannya memprovokasi,
Memfitnah,
Menjelek-jelekkan bahkan merendahkan martabat orang lain.
Seakan,
Dengan menjelek-jelekkan orang lain,
Dirinya akan tampak lebih bijaksana,
Berhak untuk menggurui,
Berhak untuk menghakimi.
Seakan,
Hanya dirinya sendiri yang dapat sakit hati.
Seakan,
Hanya dirinya sendiri yang mampu melihat kebenaran,
Bahkan merasa berhak untuk memonopoli kebenaran.
Bagaimana mungkin,
Seorang orang tua sekalipun,
Memiliki kegemaran untuk memfitnah anaknya sendiri,
Memiliki kegemaran untuk menjelek-jelekkan nama anaknya sendiri kepada orang lain,
Memiliki kegemaran untuk memprovokasi anaknya sendiri.
Ingatlah,
Tidak ada satupun insting seorang anak untuk tumbuh dewasa sebagai anak yang durhaka.
Adalah insting seorang anak untuk menjadi seorang anak yang berbakti.
Namun ketika pada akhirnya sang anak meninggalkan orang tuanya sendiri untuk mencari kebahagiaan yang tidak didapatkan dari rumah tinggal orang tuanya,
Maka yang terjadi ialah,
Orang tua yang tidak layak untuk memiliki seorang anak yang berbakti.
Bukan hanya seorang anak yang dapat bersikap durhaka,
Karena tidak ada anak yang ingin menjadi seorang durhaka.
Yang lebih banyak terjadi ialah,
Orang tua yang sewenang-wenang terhadap anak mereka sendiri.
Orang tua itu sendirilah,
Lewat segala sikap-sikap arogansi dan kesewenang-wenangan sang orang tua,
Yang telah membuat seorang anak yang berbakti,
Terusir dari sebuah keluarga,
Terdorong untuk mencari kebahagiaannya sendiri.
Setiap orang,
Dan setiap anak,
Berhak untuk mencari dan mendapatkan kebahagiaan hidupnya sendiri,
Ketika orang tua tidak pernah menawarkan kehangatan maupun kebahagiaan bagi anak-anaknya.
Jangankah memberikan keadilan ataupun teladan sikap luhur,
Yang selama ini dipertontonkan oleh orang tua kepada anaknya,
Tidak lain ialah sikap-sikap arogansi,
Fitnah,
Menjelek-jelekkan,
Dan provokasi.
Sebelum menuntut anak untuk berbakti,
Tanyakanlah dahulu,
Apakah Anda adalah orang tua yang layak untuk mendapat seorang anak yang berbakti?
Seorang provokator,
Bersikap licik dan penuh tipu muslihat terhadap anak mereka sendiri,
Sampai ajal tiba sekalipun,
Akan tetap mengeluh sepanjang hidupnya,
Sibuk memprovokasi,
Memfitnah,
Menjelek-jelekkan,
Dan sekalipun semua orang di dunia ini menjauhkan diri darinya,
Dirinya akan tetap diliputi kesenangan untuk memprovokasi, memfitnah, menjelek-jelekkan.
Bahkan,
Ia akan mengeluhkan sikap dewa pencabut nyawa,
Serta menjelek-jelekkan sang dewa pencabut nyawa.
Dari pengalaman pribadiku,
Sikap gemar provokasi adalah sifat yang tidak akan pernah berubah dari karakter dasar seseorang.
Sekalipun ia bertumbuh menjadi tua renta,
Tidak mengurangi derajat kegemarannya mengeluh, memfitnah, menjelek-jelekkan, bahkan memprovokasi,
Baik terhadap orang lain,
Maupun terhadap orang-orang terdekatnya sendiri.
Bahkan merasa iri dan dengki terhadap keberhasilan dan kebahagiaan hidup anak-anaknya sendiri.
Sungguh penyakit mental yang membuat orang lain merasa jijik dan muak melihatnya.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.