Too busy to criticize others,
So we forget to observe and examine the contents of our own thoughts and deeds.
We can not assume that we are pure and clean,
It's just a false assumption,
It comes from self-arrogance.
Criticizing others,
Always an easy and fun job.
We can easily find other people's mistakes,
It is however difficult to recognize the defilements of ourselves.
We feel entitled to criticize, comment on, even patronize others,
But we feel that other people have no right to criticize or comment on us.
Assuming that we can not do wrong,
Assuming that only other people can do wrong,
Though they are just assumptions.
Criticizing just to bring down others,
It is an unhealthy habit and hobby.
Why are we just busied ourselves to criticize others?
Why do not we use the potential and time resources that exist,
To observe and monitor the contents of our own thoughts and deeds?
Maybe,
It's because we are afraid to find facts about ourselves,
Afraid to face the reality of ourselves,
Afraid to find ourselves not as sacred as we assume.
However,
Being a commentator,
Still just being an audience,
Not a player on a grassy field where true competition takes place.
Being a commentator is always easier than being a player.
A good friend,
Will remind our behavior when we do bad.
A good friend,
Will not hesitate to criticize directly to us, for our good,
Not commenting about us in front of others.
Why do not we do the same thing when facing ourselves,
By constantly rebuking and criticizing ourselves when we do bad deeds?
Being critical of yourself,
It always starts from being honest with ourselves,
And the willingness to be open, as is.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Terlalu sibuk untuk mengkritisi orang lain,
Sehingga kita lupa untuk mengamati dan mencermati isi pikiran dan perbuatan diri kita sendiri.
Kita tidak dapat berasumsi bahwa diri kita telah suci dan bersih,
Itu hanya asumsi semu,
Bersumber dari arogansi diri.
Mengkritisi orang lain,
Selalu merupakan pekerjaan yang mudah dan mengasikkan.
Kita dapat demikian mudah menemukan kesalahan orang lain,
Namun demikian sukar untuk mengakui kekotoran batin diri kita sendiri.
Kita merasa berhak untuk mengkritisi, mengomentari, bahkan menggurui orang lain,
Namun kita merasa bahwa orang lain tidak berhak untuk mengkritisi ataupun mengomentari diri kita.
Dengan asumsi bahwa diri kita tidak dapat berbuat keliru,
Dengan asumsi bahwa hanya orang lain yang dapat berbuat keliru,
Meski semua itu hanyalah asumsi belaka.
Mengkritisi dengan tujuan hanya untuk menjatuhkan orang lain,
Adalah sebuah kebiasaan dan hobi yang tidak sehat.
Mengapa kita justru menyibukkan diri untuk mengkritisi orang lain?
Mengapa kita tidak menggunakan potensi dan sumber daya waktu yang ada,
Untuk mengamati dan mengawasi isi pikiran dan perbuatan diri kita sendiri?
Mungkin,
Itu karena kita takut untuk menemukan fakta tentang diri kita sendiri,
Takut untuk menghadapi kenyataan akan diri kita sendiri,
Takut untuk mendapati bahwa diri kita tidak sesuci yang kita asumsikan.
Bagaimanapun,
Menjadi seorang komentator,
Tetaplah hanya menjadi seorang penonton,
Bukan pemain di lapangan berumput dimana kompetisi yang sebenarnya, terjadi.
Menjadi seorang komentator selalu lebih mudah daripada menjadi seorang pemain.
Seorang kawan yang baik,
Akan mengingatkan perilaku kita ketika kita berbuat buruk.
Seorang kawan yang baik,
Tidak akan sungkan mengkritik langsung kepada kita, demi kebaikan kita,
Bukan berkomentar tentang kita di hadapan orang lain.
Mengapa kita tidak melakukan hal yang sama saat menghadapi diri kita sendiri,
Dengan senantiasa menegur dan mengkritisi diri kita sendiri dikala kita melakukan perbuatan yang buruk?
Bersikap kritis terhadap diri sendiri,
Selalu dimulai dari bersikap jujur terhadap diri kita sendiri,
Serta kemauan untuk bersikap terbuka, apa adanya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.