JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

We Alone Write and Determine Our Own Destiny of Life

The life and death of mankind,
Who's in whose hands?
The joys and sorrows of mankind,
Who decides?
Bitter or sweet life of a human child,
Who is the organizer?
If it is fate and destiny of a human being,
It is in the hands of a supernatural being in the universe who wrote it down,
So if throughout our lives, we have never committed any crime,
Can the fate writer make the story of our life a bad one?
If we throughout our lives do many crimes,
Can the fate-maker design our story well and be happy?
So,
The question is,
That determine our destiny, is who,
If not ourselves?
If mankind can not do something for its own destiny,
So what's the meaning of a struggle?
Think and reflect on this carefully.
When the fate of a human child,
It has been determined to suffer,
As part of his life line,
So for what is all this life, so that born into the world only as a play extras that have no meaningful role.
Who among us,
Who does not want to be destined to live happy?
However,
How many of us,
Which ends with happy ending?
If God is omnipotent,
Why not make the destiny of all human life,
End sweetly?
Why do humans still suffer,
Despite struggling all his life?
Nevertheless,
Have you ever noticed,
That God never intervened in the worldly life of a human being.
When throughout our lives,
Continually by diligently planting good karma seeds,
Could there be any supernatural beings in other realms there,
Writing down our life line badly?
Does not that mean,
We alone write and determine our own destiny of life?
Planting bad seeds,
Picking a bitter fruit.
Planting good seeds,
Picking sweet fruit.
We plant ourselves,
And we ourselves also pick it.
Thus,
Who wrote the destiny of a human life,
If the one who planted and picked it was,
The human self itself?
Who then want us to blame,
When it turns out that we ourselves design and define our own life line?
Just a slacker,
Who feels lazy to plant the seeds of good deeds,
Fond of planting the seeds of bad deeds,
But expect fortunate fate.
Just like when we save in a bank,
We can not withdraw funds without ever saving anything.
Similarly,
We can never expect any lucky fate,
Without ever diligent to plant good deeds.
Realizing this,
Indeed there is no supernatural being out there,
Who is capable of designing the fate of a human life.
The human self itself,
What determines the future of his own life,
Both joy and sorrow.
The fate of a human race,
Always in his own hands to determine.
That is why,
We need to learn to be responsible for our own choices of life,
With all the consequences,
Unable to escape the responsibility for our deeds,
Without being able to deceive ourselves.

© HERY SHIETRA Copyright.

Hidup dan matinya umat manusia,
Ada di tangan siapa?
Suka dan dukanya umat manusia,
Siapa yang menentukan?
Pahit atau manisnya kehidupan seorang anak manusia,
Siapa yang mengatur?
Bila memang takdir dan nasib seorang manusia,
Ada di tangan suatu makhluk adikodrati di alam sana yang menuliskannya,
Maka jika sepanjang hidup kita, kita tidak pernah berbuat kejahatan apapun,
Bisakah si penulis nasib membuat cerita kisah hidup kita menjadi buruk?
Jika kita sepanjang hidup berbuat banyak kejahatan,
Bisakah si pembuat nasib merancang kisah hidap kita dengan baik dan penuh kebahagiaan?
Jadi,
Pertanyaannya,
Yang menentukan nasib kita, adalah siapa,
Jika bukan diri kita sendiri?
Jika umat manusia tidak bisa berbuat sesuatu untuk nasibnya sendiri,
Maka apalah artinya makna dari sebuah perjuangan?
Pikirkanlah dan renungkan hal ini dengan baik-baik.
Ketika nasib seorang anak manusia,
Sudah ditentukan untuk menderita,
Sebagai bagian garis tangan kehidupannya,
Maka untuk apakah semua kehidupannya ini, sehingga terlahir ke dunia hanya sebagai pemeran figuran yang tidak memiliki peran yang berarti.
Siapakah diantara kita,
Yang tidak ingin ditakdirkan hidup bahagia?
Namun,
Seberapa banyak dari kita,
Yang berakhir dengan happy ending?
Bila Tuhan memang maha kuasa,
Mengapa tidak membuat takdir hidup semua manusia,
Berakhir manis?
Mengapa manusia tetap menderita,
Meski terus berjuang sepanjang hidupnya?
Meski demikian,
Pernahkah engkau menyadari,
Bahwa Tuhan tidak pernah ikut campur tangan akan kehidupan duniawi seorang umat manusia.
Ketika sepanjang hidup kita,
Terus-menerus dengan rajin menanam benih karma baik,
Mungkinkah ada makhluk adikodrati di alam lain sana,
Menuliskan garis kehidupan kita dengan buruk?
Bukankah itu artinya,
Kita sendiri yang menuliskan dan menentukan takdir hidup kita sendiri?
Menanam benih yang buruk,
Memetik buah yang pahit.
Menanam benih yang baik,
Memetik buah yang manis.
Kita sendiri yang menanam,
Dan kita sendiri pula yang memetiknya.
Sehingga,
Siapakah yang menuliskan takdir hidup seorang manusia,
Bila yang menanam dan memetiknya ialah,
Diri manusia itu sendiri?
Siapa yang kemudian ingin kita salahkan,
Bila ternyata kita sendiri yang merancang dan menentukan garis kehidupan kita sendiri?
Hanya seorang pemalas,
Yang merasa malas untuk menanam benih perbuatan baik,
Gemar menanam benih perbuatan buruk,
Namun mengharap nasib yang mujur.
Sama seperti ketika kita menabung di sebuah bank,
Kita tidak mungkin menarik dana tanpa pernah menabung apapun.
Sama seperti itu pula,
Kita tidak pernah dapat mengharap nasib yang mujur,
Tanpa pernah rajin menanam perbuatan baik.
Menyadari akan hal ini,
Sejatinya tidak ada makhluk adikodrati di luar sana,
Yang mampu merancang nasib hidup seorang manusia.
Diri pribadi manusia itu sendiri,
Yang menentukan masa depan hidupnya sendiri,
Baik suka maupun duka.
Nasib seorang umat manusia,
Selalu berada di tangan ia sendiri untuk menentukan.
Itulah sebabnya,
Kita perlu belajar untuk bertanggung jawab atas pilihan hidup kita sendiri,
Dengan segala konsekuensinya,
Tanpa dapat lari dari tanggung jawab atas perbuatan kita,
Tanpa dapat menipu diri kita sendiri.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.