A human,
Determined from the ability or sensitivity to see life.
If we complain because we can only eat simple food,
At that moment we need to start learning to see reality,
And begin to realize,
That there are still many people who hunger and malnutrition is threatened of dying out there.
Understanding such a simple thing,
We will be ashamed of them and against the defilements of ourselves.
It is not a myth,
But it is really real, and try our occasional outdoors to see the outside world,
So many people starving and malnutrition.
Able to eat rice and soy sauce,
We should feel so lucky.
No more complaining or demanding from life.
There are mostly people who feel embarrassed in the social community,
Or even feel angry at his / her situation,
Just because it has an old-fashioned and unsophisticated mobile phone.
But there are still people out there,
Who have no mobile phone at all,
Even to buy food for his family,
They are already in difficulty of life.
It's really hard and tangled in debt, as a result of paying for the ill treatment that the family members have.
There is also someone,
Who, with his absurd lack of self-confidence,
Just because wearing the same clothes for a dozen years,
Has no choice of other clothes due to family economic constraints.
However,
If only we would reflect on the life of a prince named Sidharta Gaotama,
Who took off his royal robes,
Releasing the royal throne to be inherited,
Leaving all the luxuries of life,
Became a hermit in a forest that has nothing but a cloak, from a cloth wrapped in a dead body.
When attaining Arahatship,
The Buddha realizes the highest happiness,
Namely detachment.
We should feel ashamed of the Buddha.
There are also parents who just be selfish,
By sacrificing the life of his own son,
For the personal interest of the parents.
Just as a man promised to enter heaven by God,
On condition of following the Lord's command to kill his own son,
And with a selfish attitude,
For the promise of entering heaven,
He slaughtered his own son's neck.
Or a parent who uses the power of black magic,
Negotiate with the devil,
But by making his own son as a victim.
Should such parents feel embarrassed,
Because if unable to give happiness to a child,
So at least not harm his own son.
Many parents out there who sacrificed his own life for the sake of his son's survival,
Not the other way around, eating his own child's life.
Noble Man,
Characterized by a character who knows the shame to do evil.
The Buddha for that has said,
The so-called good deeds,
It means not to hurt others,
And also do not hurt ourselves.
©
HERY SHIETRA Copyright.
Seorang manusia,
Ditentukan dari kemampuan atau daya kepekaannya melihat kehidupan.
Jika kita mengeluh karena hanya dapat memakan makanan yang sederhana,
Ketika itu juga kita perlu mulai belajar untuk melihat realita,
Dan mulai menyadari,
Bahwa masih banyak orang yang kelaparan dan kekurangan gizi sehingga terancam sekarat diluar sana.
Memahami hal sederhana demikian,
Kita akan menjadi malu terhadap mereka dan terhadap kekotoran batin diri kita sendiri.
Hal tersebut bukanlah mitos,
Namun benar-benar nyata dan cobalah untuk kita keluar melihat dunia luar,
Begitu banyak orang-orang kelaparan dan kekurangan gizi.
Mampu memakan nasi dan kecap saja,
Kita sudah semestinya merasa demikian beruntung.
Tidak lagi mengeluh ataupun banyak menuntut dari kehidupan.
Ada sebagian besar orang yang merasa malu dalam komunitas pergaulan,
Atau bahkan merasa marah kepada keadaan dirinya,
Hanya karena memiliki telepon genggam yang sudah kuno dan tidak canggih.
Namun masih ada orang diluar sana,
Yang sama sekali tidak memiliki telepon genggam,
Bahkan untuk membeli makanan untuk keluarganya pun,
Mereka sudah dalam taraf kesulitan hidup.
Benar-benar kesulitan dan terbelit banyak hutang karena membiayai pengobatan sakit langka yang dialami anggota keluarganya.
Ada pula seseorang,
Yang dengan konyolnya merasa tidak percaya diri,
Hanya karena memakai pakaian yang sama selama belasan tahun,
Tidak memiliki pilihan baju lainnya karena adanya kendala ekonomi keluarga.
Namun,
Bila saja kita mau bercermin dari kehidupan seorang pangeran bernama Sidharta Gaotama,
Yang menanggalkan pakaian kerajaannya,
Melepaskan tahta kerajaan yang akan diwarisinya,
Meninggalkan semua kemewahan hidup,
Menjadi seorang pertapa di hutan yang tidak memiliki apapun selain jubah dari kain bekas pembungkus mayat.
Ketika mencapai tingkat kesucian Arahat,
Sang Buddha merealisasi kebahagiaan tertinggi,
Yakni ketidakmelekatan.
Kita patut merasa malu pada Sang Buddha.
Ada pula orangtua yang justru bersikap egois,
Dengan menumbalkan hidup dan kehidupan anak kandungnya sendiri,
Demi kepentingan pribadi orangtua tersebut.
Bagaikan seseorang yang dijanjikan akan masuk surga oleh Tuhan,
Dengan syarat mengikuti perintah Tuhan untuk membunuh anaknya sendiri,
Dan dengan sikap egois,
Demi iming-iming janji masuk surga,
Ia menyembelih leher anaknya sendiri.
Atau orangtua yang dengan menggunakan kekuatan black magic,
Bernegosiasi dengan setan,
Namun dengan menjadikan anaknya sendiri sebagai korban.
Semestinya orangtua semacam itu merasa malu,
Karena bila tidak mampu memberi kebahagiaan pada seorang anak,
Maka setidaknya tidak mencelakai anaknya sendiri.
Banyak orangtua diluar sana yang justru mengorbankan hidupnya sendiri demi kelangsungan hidup anaknya,
Bukan sebaliknya, memakan hidup anaknya sendiri.
Manusia yang mulia,
Dicirikan oleh karakter yang mengenal rasa malu untuk berbuat jahat.
Sang Buddha untuk itu telah bersabda,
Yang disebut dengan perbuatan baik,
Artinya tidak menyakiti orang lain,
Dan juga tidak menyakiti diri kita sendiri.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.