JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

The Most Dangerous Human Figure on Earth

Can one act and behave arbitrarily, in the name of an alibi, that he is not yet perfect?
Precisely because we are still not perfect,
We must continue to struggle to improve.
Precisely because we are still not perfect,
We must keep our eyes and ears open to self-introspection and self-improvement.
Are the unfortunate,
Those who consider themselves to be guaranteed to enter heaven,
Because they thus underestimated their own deeds and defilements.
No one is more dangerous,
Rather than those who feel guaranteed to enter heaven.
By believing already holding a ticket to heaven,
Then the act of life as a human being,
No longer important,
But only diligently licking the buttocks of God,
To get a ticket to heaven,
Even if it hurts and injures human beings and other living beings,
Stay fully convinced of going to heaven.
Guarantee to enter heaven,
It is not by worshiping or licking God's bottom.
God does not need recognition or praise.
Nor does it need prostration.
Glorifying God,
Carried out by a man with a noble way of life.
Guarantee to enter heaven,
Determined by the attitude of our own thoughts and behaviors in our daily lives.
Believing that God exists,
Same as believing that the Earth revolves around the Sun.
Believing in truth,
Not making us assured to enter heaven,
But practicing a good and wise lifestyle,
That's the way to heaven.
As well as,
Believing that the Sun is actually spinning around the Earth,
Do not make that person go to hell.
Not believing in the truth,
Not to make someone go to hell,
But is determined solely by his bad and inhuman behavior during his life as a human being.
As an adult human,
It is naive to think that human beings are created into this world just to lick the butt of God.
Man is born to glorify and humanize himself.
Just like believing whether or not someone is in the law of karma,
The law of karma itself prevails and binds every living thing.
Although not recognized,
The law of karma still exists and becomes the law of the universe.
Even if we admit,
The law of karma does not give us any privileges,
Not even the removal of sin.
Not also give us a ticket to heaven.
We know the laws of nature, the physical law, the laws of chemistry, the laws of mathematics, and the law of karma,
Simply to be the guide map of life.
However,
Nonetheless,
If we keep walking to hell,
Then we go to hell.
When we walk to heaven according to the law of truth,
Then we are heading towards heaven.
As simple as that.
But fools will be easily consumed by the lure of heaven and heavenly promises,
Because they are cowardly freaks,
Who feels lazy to struggle to plant the seed of good deeds,
And expect the removal of all their sins and mistakes.
That is the motivation of those who wish for heavenly promises.

© HERY SHIETRA Copyright.

Apakah seseorang dapat bertindak dan berbuat seenaknya, dengan mengatasnamakan alibi, bahwa dirinya belum sempurna?
Justru karena kita masih belum sempurna,
Kita harus terus berjuang untuk memperbaiki diri.
Justru kaerna kita masih belum sempurna,
Kita harus tetap membuka mata dan telinga untuk instrospeksi diri serta perbaikan diri.
Adalah orang-orang yang malang,
Mereka yang menganggap dirinya sudah terjamin masuk surga,
Karena dengan demikian mereka memandang remeh perbuatan dan kekotoran batin mereka sendiri.
Tidak ada orang yang lebih berbahaya,
Daripada orang-orang yang merasa sudah terjamin masuk surga.
Dengan meyakini sudah memegang tiket menuju surga,
Maka perbuatan semasa hidup sebagai manusia,
Tidak lagi menjadi penting,
Namun semata rajin menjilat bokong Tuhan,
Untuk mendapatkan tiket menuju surga tersebut,
Sekalipun menyakiti dan melukai manusia maupun makhluk hidup lainnya,
Tetap yakin sepenuhnya akan masuk surga.
Jaminan masuk surga,
Bukanlah dengan menyembah ataupun menjilat bokong Tuhan.
Tuhan tidak butuh pengakuan ataupun pujian.
Tidak juga butuh sembah sujud.
Memuliakan Tuhan,
Dilakukan oleh seorang manusia dengan cara hidup secara mulia.
Jaminan masuk surga,
Ditentukan oleh sikap pikiran dan perilaku diri kita sendiri dikeseharian hidup kita.
Meyakini Tuhan itu ada,
Sama dengan meyakini bahwa Bumi berputar mengelilingi Matahari.
Percaya tentang kebenaran,
Tidak membuat kita terjamin masuk surga,
Namun mempraktikkan pola hidup yang baik dan bijaksana,
Itulah jalan menuju surga.
Sama halnya,
Percaya bahwa Matahari yang justru berputar mengelilingi Bumi,
Tidak membuat orang tersebut masuk neraka.
Tidak percaya pada kebenaran,
Tidak menjadikan seseorang masuk ke dalam neraka,
Namun semata ditentukan oleh perilakunya yang buruk dan tidak manusiawi semasa hidupnya sebagai seorang manusia.
Sebagai manusia dewasa,
Adalah naif berpikir bahwa manusia diciptakan ke dunia ini hanya untuk menjilat bokong Tuhan.
Manusia dilahirkan untuk memuliakan diri dan memanusiakan dirinya sendiri.
Sama seperti percaya atau tidaknya seseorang pada hukum karma,
Hukum karma itu sendiri tetap berlaku dan mengikat setiap makhluk hidup.
Sekalipun tidak diakui,
Hukum karma tetap eksis dan menjadi hukum semesta.
Sekalipun kita akui,
Hukum karma tidak memberi kita keistimewaan apapun,
Tidak juga penghapusan dosa.
Tidak juga memberi kita tiket menuju surga.
Kita tahu hukum alam, hukum fisik, hukum kimia, hukum matematika, dan hukum karma,
Semata untuk menjadi peta pemandu dalam hidup ini.
Namun,
Tetap saja,
Bila kita tetap berjalan menuju neraka,
Maka kita menuju neraka.
Bila kita berjalan menuju surga sesuai hukum kebenaran tersebut,
Maka kita sedang melangkah menuju surga.
Sesederhana itu.
Namun orang bodoh akan dengan mudah termakan oleh iming-iming dan janji-janji surgawi,
Karena mereka adalah orang-orang pengecut yang berwatak curang,
Yang merasa malas untuk berjuang menanam benih perbuatan kebaikan,
Dan mengharap dihapusnya semua dosa dan kesalahan mereka.
Itulah motivasi dari mereka yang mengharap pada janji-janji surgawi.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

When We Face Ourselves

We may, feel tired of others who are improper toward us,
And close ourselves to them.
However,
We must not feel tired of ourselves.
We must learn to be able to behave as teachers who patiently guide ourselves.
Not all desires and impulses must be followed,
And not all reluctance should be served.
We need to begin to respect ourselves,
By wanting to learn from the mistakes we've made,
And learn not to repeat similar mistakes in the future.
We may be disappointed with the performance of ourselves when still young,
Or disappointed by our misfortune.
But we need not drag on the regrets of the past,
Or obsess about the future that is not certain will happen or not.
The results we receive,
It may be beyond our power to organize and control.
But at least we have tried our best in the process,
And enjoy the journey of the struggle.
Despite all the limitations,
Even with limited resources,
Even if we have wrongly stepped in the past,
But more important to begin to understand,
We can no longer act as if we have an unlimited amount of time to waste,
Extending friendship,
It does not print many enemies.
Installments and begin to build,
Not delay and accumulate work load.
Want to bother and dizzy to survive,
Not relying on and expecting good luck.
Opening every opportunity and potential,
Not feeling that self is great or is right.
Sensitive to every thing we should respect and obey,
It is no longer arrogant and as if we are always right or can never make mistakes.
Opening the eyes, heart, ears, and mind,
Not to be an inclusive human resembling a creature that comes from outer space.
Priority priority,
Not always enslaved by the desires of the childish heart.
Like a rice plant,
The more it contains,
So the more the rice plants become ducked.
The more dignified a person,
The more prominent the humble attitude,
Not just a speech that incarnate the jargon alone,
However, low profile,
In a real sense.

© HERY SHIETRA Copyright.

Kita boleh saja, merasa letih menghadapi orang lain yang bersikap tidak patut terhadap diri kita,
Dan menutup diri kita bagi mereka.
Namun demikian,
Kita tidak boleh merasa letih menghadapi diri kita sendiri.
Kita harus belajar untuk mampu bersikap sebagai guru yang sabar membimbing diri kita sendiri.
Tidak semua keinginan maupun dorongan hati harus diikuti,
Dan tidak semua rasa enggan harus diladeni.
Kita perlu mulai menghargai diri kita sendiri,
Dengan mau belajar dari kesalahan yang pernah kita buat,
Dan belajar untuk tidak mengulangi kesalahan serupa dikemudian hari.
Kita boleh saja kecewa terhadap kinerja diri kita semasa muda,
Atau kecewa akibat ketidakberuntungan diri kita.
Namun kita tidak perlu berlarut-larut pada penyesalan tentang masa lalu,
Ataupun terobsesi tentang masa depan yang belum pasti akan terjadi atau tidaknya.
Hasil yang kita terima,
Mungkin diluar kekuasaan kita untuk mengatur dan mengendalikan.
Namun setidaknya kita telah berusaha yang terbaik dalam prosesnya,
Dan menikmati perjalanan dari perjuangan tersebut.
Sekalipun dengan segenap keterbatasan,
Sekalipun dengan sumber daya yang terbatas,
Sekalipun kita telah salah melangkah di masa lampau,
Namun yang lebih terpenting untuk mulai kita pahami,
Kita tidak boleh lagi bersikap seolah memiliki sumber daya waktu yang tidak terbatas untuk dibuang-buang,
Meluaskan jalinan persahabatan,
Bukan mencetak banyak musuh.
Mencicil dan memulai membangun,
Bukan menunda dan menumpuk beban pekerjaan.
Mau repot dan pusing untuk bertahan hidup,
Bukan mengandalkan dan mengharapkan keberuntungan.
Membuka setiap peluang dan potensi,
Bukan merasa sudah hebat atau sudah benar.
Sensitif terhadap setiap hal yang harus kita hargai, patuhi, dan hormati,
Bukan lagi bersikap arogan dan seakan kita selalu benar atau tidak pernah dapat melakukan kesalahan.
Membuka mata, hati, telinga, dan pikiran,
Bukan menjadi manusia esklusif yang menyerupai makhluk yang berasal dari luar angkasa.
Mengutamakan prioritas,
Bukan selalu diperbudak oleh keinginan hati yang kekanakan.
Bagaikan tanaman padi,
Yang kian berisi,
Maka kian tanaman padi tersebut menjadi merunduk.
Semakin bermartabat diri seseorang,
Semakin menonjol sikap rendah hati,
Bukan sekadar ucapan yang menjelma jargon semata,
Akan tetapi low profile,
Dalam arti yang sesungguhnya.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Become the Jewel of Life

There's someone who starts an introduction with a fight,
Then become a friend.
There are also people who start from a friendship relationship,
And then transformed into a hostile opponent and fight.
But there are also people who try to deceive others,
Then even harass and slander the victim who was deceived by him.
Not infrequently we also encounter the perpetrators of crimes that always feel right,
Absolutely not feeling guilty for any crimes he has committed.
There are people who start living from prison and live a normal life in the community,
But there are also people who started life as citizens, but ended up in jail by being a waste community.
There are people who start life as loving parents,
But ending his role as a bad parent by ruining the lives of his own children.
There are people who start careers with brilliant achievements,
Yet closing his career with cheating or even an embarrassing mode of deception.
There are people who start life as a sweet and funny baby,
But growing up to be a man or woman who is so evil that incarnate a terrible human,
Even a tragedy for civilization.
There are people who start the introduction with full manners and manners,
But it closes with deception and a series of slanderous lies and lies.
There are people who are born in a material wealth-rich economy,
But ended his life in a poor state.
There are people who are born with amazing intellectual intelligence,
Even referred to as a brilliant golden child,
But growing up into a dull-blooded man due to bad friendship.
There are people who fill their lives to have fun and cheat,
There are also some people who fill lives by working hard, doing a lot of good, and living honestly.
Some people believe that God needs to be worshiped,
But there are some humans who believe that being a noble person is the highest way of respecting God.
There are people who forge themselves into a sycophant and a liar,
But a small fraction of us trained ourselves to be original and authentic human beings.
There are people who when life looks full of fun and joy,
But died in a poor state.
There are also people who seem to suffer in living a difficult life,
But died without the slightest remorse or fear.
It's all up to us,
Whether to be born as a waste of the world,
Or become a gem that lights the world.

© HERY SHIETRA Copyright.

Ada seseorang yang memulai perkenalan dengan pertengkaran,
Kemudian menjadi kawan.
Ada pula orang-orang yang bermula dari hubungan pertemanan,
Lalu menjelma menjadi lawan yang saling bermusuhan dan bertikai.
Namun ada pula orang-orang yang mencoba menipu orang lain,
Lalu bahkan melecehkan dan memfitnah korban yang ditipunya.
Tidak jarang pula kita jumpai para pelaku kejahatan yang selalu merasa benar,
Sama sekali tidak merasa bersalah atas setiap kejahatan yang telah dilakukannya.
Ada orang yang memulai hidup dari penjara dan hidup normal di tengah masyarakat,
Namun ada pula orang yang memulai hidup sebagai warga masyarakat, namun berakhir di penjara dengan menjadi sampah masyarakat.
Ada orang yang memulai hidup sebagai orangtua yang penuh kasih,
Namun mengakhiri perannya sebagai orangtua yang buruk dengan merusak hidup anak-anaknya sendiri.
Ada orang yang memulai karir dengan prestasi gemilang,
Namun menutup karirnya dengan kecurangan atau bahkan modus penipuan yang memalukan.
Ada orang yang memulai kehidupan sebagai bayi yang manis dan lucu,
Namun tumbuh dewasa menjadi pria atau wanita yang demikian jahat sehingga menjelma manusia yang mengerikan,
Bahkan menjadi tragedi bagi peradaban.
Ada orang yang memulai perkenalan dengan penuh sopan santun dan tata krama,
Namun menutupnya dengan tipu daya dan rangkaian fitnah serta kebohongan yang megah.
Ada orang yang terlahir dalam kondisi ekonomi kaya secara materi,
Namun mengakhiri hidupnya dalam keadaan miskin.
Ada orang yang terlahir dengan kecerdasan intelektual yang mengagumkan,
Bahkan disebut sebagai anak emas yang cemerlang,
Namun tumbuh dewasa menjadi manusia berotak tumpul akibat pergaulan yang tidak baik.
Ada orang-orang yang mengisi hidupnya untuk bersenang-senang dan menipu,
Ada pula sebagian orang yang mengisi hidup dengan bekerja keras, berbuat banyak kebaikan, dan hidup secara jujur.
Ada orang yang meyakini bahwa Tuhan butuh disembah,
Namun ada sebagian umat manusia meyakini bahwa menjadi manusia yang berwatak mulia adalah merupakan cara penghormatan terhadap Tuhan yang paling tertinggi.
Ada orang yang menempa dirinya menjadi seorang penjilat dan pendusta,
Namun sebagian kecil dari kita melatih dirinya untuk menjadi manusia yang original dan otentik.
Ada orang yang ketika hidup tampak penuh kesenangan dan bergembira,
Namun meninggal dalam keadaan memprihatinkan.
Ada pula orang yang tampak menderita dalam menjalani hidupnya yang sukar,
Namun meninggal tanpa sedikitpun penyesalan ataupun rasa takut.
Semua terserah pada kita,
Apakah hendak terlahir sebagai sampah dunia,
Atau menjadi permata yang menerangi dunia.


© Hak CIpta HERY SHIETRA.

The Highest Achievement We Need to Strive for

Even if we break the record of being the leanest person in the world,
All that does not make us out of the suffering of life.
Even if we break the record as the richest man in the world,
All that will not make us escape the pain of life and death.
Even if we break the record as the man who can eat the most in this world,
All that does not make him free from dissatisfaction and attachment to food.
Even if we break the record as climbers of the highest mountains in the world,
They do not make us free of sickness, old age, and death.
Even if we are able to break all the records that exist in this world,
So what?
They are only impermanent achievements,
One record is broken by another new record by future generations.
Printing a record is an achievement,
But it is not the only purpose of life.
Even the Buddha,
Never obsessed with breaking records as someone who can eat a lot of food at one time,
Or break the record for having multiple wives and concubines,
Or break the record to slaughter many people who do not want to become followers of the Buddha.
If any want,
The Buddha was able to make the record as the most powerful creature on earth.
The Buddha did not even bother, that he took off his kingdom and wealth,
By becoming an ascetic with only a ragged robe,
Without home,
Without attachment.
Life is free and peaceful.
The purpose of this life,
The most important thing is to plant a lot of good deeds,
Avoiding evil deeds,
Train the practice of controlling the six senses,
That is the highest achievement we need to strive for,
Until reaches the highest level of enlightenment, arahant.
But there are also people who try to break the record as the most talkative but zero in terms of action and responsibility.
On the contrary,
There are people who say little,
Yet much in the work and build themselves and the world.
If we think by being the highest and fastest flying human being,
Will make us out of the pain of life,
Then we will only find disappointment.

© HERY SHIETRA Copyright.

Sekalipun kita memecahkan rekor menjadi orang paling langsing di dunia,
Semua itu tidak membuat kita lepas dari penderitaan hidup.
Sekalipun kita memecahkan rekor sebagai orang terkaya di dunia,
Semua itu tidak akan membuat kita lolos dari derita kehidupan dan kematian.
Sekalipun kita memecahkan rekor sebagai manusia yang mampu makan paling banyak di dunia ini,
Semua itu tidak membuat dirinya bebas dari ketidakpuasan dan kemelekatan terhadap makanan.
Sekalipun kita mamecahkan rekor sebagai pendaki gunung-gunung tertinggi di dunia,
Semua itu tidak juga membuat kita bebas dari sakit, usia tua, dan meninggal.
Sekalipun kita mampu memecahkan seluruh rekor yang ada di dunia ini,
So what?
Semua itu hanyalah pencapaian yang tidak kekal,
Rekor yang satu dipecahkan oleh rekor baru lainnya oleh para generasi yang akan datang.
Mencetak rekor adalah suatu prestasi,
Namun bukan menjadi satu-satunya tujuan hidup ini.
Bahkan Sang Buddha,
Tidak pernah terobsesi untuk memecahkan rekor sebagai seseorang yang mampu memakan banyak makanan dalam satu waktu,
Ataupun memecahkan rekor untuk memiliki banyak istri dan selir,
Ataupun memecahkan rekor untuk membantai banyak manusia yang tidak mau menjadi pengikut Sang Buddha.
Kalau pun mau,
Sang Buddha mampu membuat rekor sebagai makhluk paling sakti di muka Bumi ini.
Sang Buddha bahkan tidak memusingkan bahwa dirinya melepas kerajaan dan kekayaan,
Dengan menjadi seorang pertapa dengan hanya memiliki jubah yang sudah lusuh,
Tanpa rumah,
Tanpa kemelekatan.
Hidup demikian bebas dan damai.
Tujuan hidup ini,
Yang lebih terpenting ialah menanam banyak perbuatan baik,
Menghindari perbuatan jahat,
Melatih praktik pengontrolan keenam indera,
Itulah pencapaian tertinggi yang perlu kita perjuangkan,
Hingga mencapai tingkat pencerahan tertinggi, Arahat.
Namun ada pula orang-orang yang mencoba memecah rekor sebagai manusia yang paling banyak bicara tapi nihil dalam hal aksi dan tanggung jawab.
Sebaliknya pula,
Ada orang-orang yang hanya sedikit berbicara,
Namun banyak dalam berkarya dan membangun diri dan dunianya.
Bila kita berpikir dengan menjadi manusia yang mampu terbang paling tinggi dan paling cepat,
Akan membuat kita lepas dari derita hidup,
Maka kita hanya akan menjumpai kekecewaan.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.