JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Learn to be a Little More Sensitive

Some opinions say,
That human beings are rational beings who have reason and common sense,
As well as the ability to think and reflect,
What distinguishes between humans and an animal.
But is it always so linearly running?
With stupidity,
We just wait until we really lose something,
Just feel sorry.
The regrets we designed ourselves to regret in the future.
What is the meaning,
Just regretting and feeling lost,
When we have completely lost someone or lost something.
When we have not worked yet,
We crave a job.
When we have got a job,
We start thinking of getting out of that job,
Not appreciate what has been there.
Why do we just wait for regret to come?
Regret,
Always coming late,
And will always be late.
But we never want to learn from bitter experience,
Keep repeating the same mistake,
That's so stupid.
As hard as we try to regret it,
We can not restore the original state,
Because time can not be played back.
To learn to be able to appreciate what is already there,
We must learn to understand the circumstances when we lose that person or thing.
The strangeness of the human mindset is as confusing as when someone digs his own grave,
By doing a lot of evil,
Even with happy and excited to conduct a series of crimes,
Even slandering, accusing, scolding, and harming the victims,
Without embarrassment,
Without feeling guilty,
Without regret,
Until finally comes the bad karma that bear fruit,
Is it worth it,
The wicked human being,
Asking for forgiveness and even hoping for the abolition of sins?
Those who deserve to feel happiness,
Are those who realize what they have now gained,
What they can now eat,
What they can now drink,
What they can now breathe,
What they can now live,
What is now with them,
What is now their job,
What is now their situation,
And appreciate all that has been there,
Without complaining or bitching,
Without demanding more,
But open your eyes completely,
Open your ears widely,
And open the heart and the door of the mind,
More careful and more sensitive.
Those who do not want to be aware of all that is now with them,
It is appropriate, when they eventually lose all of it.

© HERY SHIETRA Copyright.

Sebagian pendapat menyebutkan,
Bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki akal dan budi,
Serta kemampuan untuk berpikir dan merenungkan,
Yang membedakan antara manusia dan seekor hewan.
Namun benarkan selalu demikian berjalan secara linear?
Dengan bodohnya,
Kita justru menunggu sampai kita benar-benar kehilangan,
Baru merasa menyesal.
Penyesalan yang kita rancang sendiri untuk kita sesali dikemudian hari.
Apalah artinya,
Baru menyesali dan merasa kehilangan,
Ketika kita telah benar-benar kehilangan sesorang atau kehilangan sesuatu.
Ketika kita belum bekerja,
Kita mendambakan pekerjaan.
Ketika kita telah mendapat pekerjaan,
Kita mulai berpikir untuk keluar dari pekerjaan itu,
Bukan menghargai apa yang telah ada.
Mengapa kita justru menunggu datangnya penyesalan?
Penyesalan,
Selalu datang terlambat,
Dan akan selalu datang terlambat.
Namun kita tidak pernah mau belajar dari pengalaman pahit,
Terus mengulangi kekeliruan yang sama,
Dengan begitu bodohnya.
Sekeras apapun kita berusaha menyesalinya,
Kita tidak dapat mengembalikan keadaan seperti semula,
Karena waktu tidak dapat diputar mundur.
Untuk belajar untuk mampu menghargai apa yang sudah ada,
Kita harus belajar untuk memahami keadaan ketika kita kehilangan orang tersebut atau hal tersebut.
Keanehan pola pikir manusia sama membingungkannya dengan ketika seseorang justru menggali lubang kuburnya sendiri,
Dengan berbuat banyak kejahatan,
Bahkan dengan senang dan gembira melakukan serangkaian kejahatan,
Bahkan memfitnah dan memarahi serta menyakiti para korbannya,
Tanpa perasaan malu,
Tanpa perasaan bersalah,
Tanpa penyesalan,
Sampai pada akhirnya tiba karma buruk yang berbuah,
Apakah layak,
Para manusia jahat tersebut,
Memohon ampun bahkan mengharap penghapusan dosa?
Mereka yang layak untuk merasakan kebahagiaan,
Adalah mereka yang menyadari apa yang kini telah mereka peroleh,
Apa yang kini dapat mereka makan,
Apa yang kini dapat mereka minum,
Apa yang kini dapat mereka hirup,
Apa yang kini dapat mereka jalani,
Apa yang kini bersama mereka,
Apa yang kini menjadi pekerjaan mereka,
Apa yang kini menjadi keadaan mereka,
Dan menghargai semua yang telah ada,
Tanpa mengeluh ataupun berkeluh kesah,
Tanpa menuntut lebih,
Namun membuka mata sepenuhnya,
Membuka telinga secara lebar-lebar,
Dan membuka hati serta pintu pikiran,
Secara lebih cermat dan lebih peka.
Mereka yang tidak mau menyadari semua yang kini ada bersama mereka,
Memang sudah selayaknya untuk kehilangan semua itu.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

A Weak Victim is Not Always Helpless Against the Perpetrators

Never we think or assume,
That our evil deeds, which are not touched by the law,
It can not even be resisted by the oppressed victims,
Where the victims can only silence helplessly,
And constantly can do various crimes freely without any significant obstacles,
Not interpreted that he did not get sanctions in the form of prayers from the victims,
Who cursed the perpetrator, to go to hell.
A fatal assumption,
Believing that if we can do anything,
Even hurt and harm other citizens,
Without any legal sanction by the state,
Then we will not accept any consequences for our misconduct.
Can get away from state law,
Not that he can escape from the law of karma,
Nor did he escape the prayers of his victims who expected him to be punished in hell.
The more happy the perpetrator does the bad,
The greater the bad karma that will be picked up in the future,
Thus the law of karma works.
Realizing this, we can no longer underestimate our evil deeds,
No matter how small it is,
Moreover great evil deeds,
Especially when we do not regret and stop all our bad deeds that harm and hurt others.
It is like persecuting victims who are smaller and weaker than us,
Although the victim does not move and is unable to resist all our bad deeds towards him,
Not that we've won against the victim.
The law of karma waits to bear fruit on the perpetrator,
No matter how small the evil act,
It will still bear fruit on the perpetrator.
At least,
The victim will give a curse for the culprit,
In order to enter hell and eternal tormented therein.
Fools plucking various curse worse than others.
Clever people,
Will do many virtues,
So will many people give us a good prayer for ourselves.
While the fool does not even want to realize that the victim,
Although helpless and unable to resist the evil that we are doing against it,
Still able to make prayers,
A prayer that expects the perpetrator to be thrown into hell as punishment.
That said,
Those who are oppressed,
His prayers are much stronger and heard by the gods.

© HERY SHIETRA Copyright.

Jangan pernah kita berpikir ataupun berasumsi,
Bahwa perbuatan-perbuatan jahat kita yang tidak tersentuh oleh hukum,
Bahkan tidak dapat dilawan oleh para korban yang tertindas,
Dimana para korban hanya dapat bungkam secara tidak berdaya,
Dan terus-menerus dapat melakukan berbagai kejahatan dengan bebasnya tanpa hambatan berarti,
Tidak dimaknai bahwa dirinya tidak mendapat sanksi berupa doa dari para korbannya,
Yang menyumpahi diri sang pelaku agar masuk neraka.
Suatu asumsi fatal,
Berkeyakinan bahwa bila kita dapat berbuat seenaknya,
Bahkan menyakiti dan merugikan warga negara lainnya,
Tanpa sanksi apapun secara hukum negara,
Maka kita tidak akan menerima konsekuensi apapun terhadap berbagai perbuatan buruk kita tersebut.
Dapat lolos dari hukum negara,
Bukan berarti dirinya dapat lolos dari hukum karma,
Juga tidak lolos dari doa para korbannya yang mengharap agar pelakunya dihukum di neraka.
Semakin senang si pelaku berbuat jahat,
Semakin besar buah karma buruk yang akan dipetiknya dikemudian hari,
Demikianlah hukum karma bekerja.
Menyadari hal tersebut, kita tidak dapat lagi meremehkan perbuatan jahat kita,
Sekecil apapun itu,
Terlebih perbuatan jahat yang besar,
Terlebih ketika kita tidak menyesali dan menghentikan segala perbuatan buruk kita yang merugikan dan menyakiti orang lain.
Ibarat menganiaya korban yang bertubuh lebih kecil dan lebih lemah dari kita,
Meski sang korban tidak berkutik dan tidak mampu melawan segala perbuatan buruk kita terhadapnya,
Bukan berarti kita sudah menang terhadap sang korban.
Hukum karma menunggu untuk berbuah pada si pelaku,
Sekecil apapun perbuatan jahat tersebut,
Tetap akan berbuah pada sang pelaku.
Setidaknya,
Sang korban akan mendoakan sang pelaku,
Agar masuk neraka dan abadi tersiksa didalamnya.
Orang bodoh memetik berbagai doa buruk dari orang-orang lainnya.
Orang pandai,
Akan melakukan banyak kebajikan,
Sehingga akan banyak orang yang memberi kita doa yang baik untuk diri kita.
Sementara si dungu bahkan tidak pernah mau menyadari bahwa sang korban,
Meski tidak berdaya dan tidak mampu melawan kejahatan yang kita lakukan terhadapnya,
Tetap mampu membuat doa,
Doa yang mengharap agar si pelaku dijebloskan ke neraka sebagai hukumannya.
Konon,
Mereka yang tertindas,
Doanya jauh lebih kuat dan didengar oleh para dewa.


© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Anger is Not a Justification for Ourselves to Harm Others

Should anger and rage within us,
Not to close the door of our common sense.
Anger has the ability to hijack our healthy thinking.
We may be angry at someone,
But our way to anger,
Must be in the right way,
With proportional anger,
And by not hurt ourselves.
We must not behave arbitrarily in the name of anger,
Then feel entitled to act arbitrarily against the person.
Though angry,
We must keep our conscious and healthy minds,
At least leaves room for our common sense to go on living.
If not,
Then we will not realize,
That it may be that our true self has been guilty,
Or even scolding and hurting and innocent people.
When it got really happen by ourselves, against others,
Then we will in turn only regret our own deeds.
Anger is not a justification for us to hurt that person.
Failure to see things proportionally,
Nor is our failure to behave and respond proportionately,
Will bring unhealthy bad effects,
Even destructive,
For ourselves as well as for others.
We need to keep opportunities open,
That it may be that we ourselves have done the wrong thing,
Without a possibility we ourselves are the most wrong and most worthy to blame.
It is true that the person who hurt us is a bad person,
But we do not have to do evil to ourselves,
By making our lives ridden by anger,
So no longer able to think in a healthy way.
Common sense has always never been in line with feelings.
Feelings do not use rational thinking,
But more often to the irrational attitude,
Therefore reason can not be subject to impulses or feelings that are not guided by consideration of rational thought.
It is natural,
When good people are good.
Just as natural,
If there are bad people who harm others,
Or even harm us.
But the most importantly,
It is our treatment of ourselves.
We can not control the bad guys to no longer do evil.
But at least,
We need to practice a loving attitude toward ourselves.
That alone is enough,
The rest of the affairs of the bad guys,
They were about to dig a grave to go to hell,
So that's not our business.
Is not that so?

© HERY SHIETRA Copyright.

Hendaknya rasa marah dan kemarahan dalam diri kita,
Tidak sampai menutup pintu akal sehat kita.
Kemarahan memiliki kemampuan untuk membajak cara kerja berpikir sehat kita.
Kita boleh saja marah pada seseorang,
Namun cara kita untuk marah,
Haruslah dengan cara-cara yang benar,
Dengan kemarahan yang proporsional,
Serta dengan tidak menyakiti diri kita sendiri.
Kita tidak boleh secara sewenang-wenang mengatasnamakan kemarahan,
Lalu merasa berhak untuk bersikap seenaknya terhadap orang tersebut.
Sekalipun marah,
Kita harus tetap menjaga kesadaran dan pikiran sehat kita,
Setidaknya menyisakan ruang bagi akal sehat kita untuk terus hidup.
Bila tidak,
Maka kita tidak akan menyadari,
Bahwa bisa saja diri kita yang sebenarnya telah bersalah,
Atau bahkan memarahi dan menyakiti dan orang yang tidak bersalah.
Bila itu sampai benar-benar terjadi oleh diri kita terhadap orang lain,
Maka kita pada gilirannya hanya akan menyesali perbuatan kita sendiri.
Kemarahan bukanlah justifikasi bagi kita untuk menyakiti orang tersebut.
Kegagalan untuk melihat segala sesuatu secara proprosional,
Maupun kegagalan kita untuk bersikap dan memberi respon secara proporsional,
Akan membawa dampak buruk yang tidak sehat,
Bahkan destruktif,
Bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain.
Kita perlu tetap membuka peluang,
Bahwa bisa jadi, kita sendiri yang sebenarnya telah berbuat keliru,
Tanpa tertutup kemungkinan diri kita sendirilah yang paling keliru dan paling patut untuk disalahkan.
Betul bahwa orang yang menyakiti kita adalah orang yang jahat,
Namun kita tidak perlu ikut berbuat jahat terhadap diri kita sendiri,
Dengan cara membuat hidup kita dikuasai amarah,
Sehingga tidak lagi mampu berpikir secara sehat.
Akal sehat selalu tidak pernah sejalan dengan perasaan.
Perasaan tidak menggunakan cara berpikir rasional,
Namun lebih sering kepada sikap irasional,
Oleh karenanya akal sehat tidak boleh tunduk kepada dorongan hati ataupun perasaan yang tidak dibimbing oleh pertimbangan pemikiran yang rasional.
Adalah wajar,
Bila orang baik beruat baik.
Sama wajarnya,
Bila ada orang jahat yang menjahati orang lain,
Atau bahkan menjahati kita.
Namun yang terpenting,
Ialah perlakuan kita terhadap diri kita sendiri.
Kita tidak dapat mengendalikan orang-orang jahat itu untuk tidak lagi berbuat jahat.
Namun setidaknya,
Kita perlu melatih sikap penuh kasih terhadap diri kita sendiri.
Itu saja sudah cukup,
Selebihnya urusan orang-orang jahat tersebut,
Mereka hendak menggali lubang kubur untuk masuk neraka,
Maka itu bukanlah urusan kita.
Bukankah begitu adanya?


© Hak Cipta HERY SHIETRA.