JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Blessings at once as a Disaster

Birth can be a blessing,
But birth can also be a mighty disaster.
The birth of the great Buddha, and the birth of good-hearted and noble people,
It is a blessing to all living beings.
While,
The birth of a bad-hearted person and the birth of bad people,
It is a disaster for civilizations and ecosystems.
Death can be a disaster,
But death can also be a blessing.
The death of a person is pure heart and full of sincerity,
It is a tragedy of humanity.
While,
The deaths of cunning-hearted people are full of cheats,
It is a blessing for the universe.
Why?
Because the wicked people will no longer be able to do evil against humans or other sentient beings,
A fortune for itself because it can no longer plant bad karmic seeds,
But at the same time,
It is a lucky thing for people and other living beings who have been victimized by them.
Long life can be a blessing,
And conversely, longevity can be a disaster.
Diseases,
Maybe longevity is a torment,
Life on Earth that resembles hell.
Same as,
Longevity of a villain or evil-minded people,
Be the greatest threat to world peace and the survival of other living beings such as animals as well as the preservation of nature.
Instead, apply a similar principle,
A short life, can be a nightmare,
But it can also be good news.
The people who intend bad and those who want to harm other living things,
Short life of a criminal,
Being a savior for the evil person, as well as saving those potentially victims from the bad intentions of the villain.
As well as,
Feeding people who are practicing the practice of eroding the defilements,
It is a great help to the universe.
Instead,
Feeding people who are evil and dirty,
It's like raising a time bomb.
By letting the wicked die of hunger,
Indeed we do not kill,
But it saved many people and many living things from a human being who could be more dangerous than a hungry tiger,
Therefore, the greedy man who is full of evil thoughts,
Will never be satisfied with the bloodshed of the victims who became their prey.

© HERY SHIETRA Copyright.

Kelahiran dapat menjadi berkah,
Namun kelahiran juga dapat menjadi sebuah petaka.
Kelahiran Sang Buddha yang agung, dan kelahiran orang-orang berhati baik dan mulia,
Merupakan berkah bagi segenap makhluk hidup.
Sementara,
Kelahiran seseorang berhati jahat dan kelahiran orang-orang berperilaku buruk,
Merupakan petaka bagi peradaban dan ekosistem.
Kematian dapat menjadi sebuah petaka,
Namun kematian juga dapat menjadi sebuah berkah.
Kematian seseorang berhati murni dan penuh ketulusan,
Adalah sebuah tragedi kemanusiaan.
Sementara,
Kematian orang-orang berhati licik penuh kecurangan,
Merupakan berkah bagi semesta.
Mengapa?
Karena orang-orang jahat itu tidak akan lagi mampu berbuat jahat terhadap manusia maupun terhadap makhluk hidup lain,
Suatu kemujuran bagi dirinya sendiri oleh sebab tidak lagi dapat menanam benih karma buruk,
Namun disaat bersamaan,
Sekaligus menjadi suatu keberuntungan bagi orang-orang dan makhluk hidup lainnya yang selama ini menjadi korban yang disakiti olehnya.
Panjang umur dapat menjadi sebuah berkah,
Dan sebaliknya, panjang umur dapat menjadi sebuah petaka.
Mengidap penyakit,
Mungkin panjang umur adalah sebuah siksaan,
Kehidupan di Bumi yang menyerupai neraka.
Sama seperti,
Panjang umurnya seorang penjahat ataupun orang-orang berhati busuk,
Menjadi ancaman terbesar bagi kedamaian dunia maupun kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya seperti para hewan maupun kelestarian alam hidup.
Sebaliknya berlaku prinsip serupa,
Umur yang pendek, dapat merupakan sebuah mimpi buruk,
Namun juga dapat merupakan kabar baik.
Orang-orang yang berniat buruk dan orang-orang yang hendak menyakiti makhluk hidup lainnya,
Umur sang penjahat yang pendek,
Menjadi penyelamat bagi diri orang jahat tersebut, sekaligus menyelamatkan orang-orang yang berpotensi menjadi korban dari niat buruk sang penjahat.
Sama halnya,
Memberi makan orang-orang yang sedang menjalankan praktik latihan pengikisan kekotoran batin,
Merupakan bantuan besar bagi semesta.
Sebaliknya,
Memberi makan orang-orang yang berpikiran jahat dan kotor,
Sama artinya membesarkan bom waktu.
Dengan membiarkan orang-orang jahat mati kelaparan,
Sejatinya kita tidak membunuh,
Namun justru menyelamatkan banyak orang dan banyak makhluk hidup dari seorang manusia yang dapat lebih berbahaya dari seekor harimau paling kelaparan sekalipun,
Sebab manusia tamak yang penuh pikiran jahat,
Tidak akan pernah puas terhadap pertumpahan darah para korban yang menjadi mangsanya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

The Workings of the Law of Karma

This is how the karmic law works:
No matter whether fair or unfair,
No matter whether it is true or not,
No matter whether or not he acknowledges the act,
Nor does he care whether or not he recognizes the law of karma,
That is what he will later accept and experience by himself.
Committing crimes with pleasure,
Before and after the deed is done,
Even without regret,
Resulting in bad karma produces more fruit.
As simple as that,
Principles and workings of the law of karma.
No need to ask the executor to execute,
No need to dirty your own hands to execute the perpetrator,
All done by the law of karma,
Without being asked,
And without orders.
For that,
The Buddha then said:
Do not do evil,
Reproduce good and righteous virtuous deeds,
Purify and compassionate your heart and mind,
That is the teaching of the Buddhas.
All beings,
Having his own deeds,
Inheriting his own deeds,
Born of his own deeds,
With regard to his own deeds,
Shielded by his own deeds.
Whatever the deeds he did,
Good or bad,
That's what he will inherit.
I am the owner of my own deeds,
The heir of my own deeds,
Born of my own deeds,
Due to my own deeds,
Protected by my own deeds.
Whatever I do,
Good or bad,
That is what I will inherit,
So often we should reflect.
The Buddha, when slandered and hurt,
Never talk much, whether the perpetrator or the Buddha who has been wrong, though clearly the Buddha as a victim.
Why?
Since it is most appropriate to be afraid,
Is the perpetrator itself,
The real one is digging his own grave.
Those who truly understand the principle of karmic law work,
Never want to be bothered on the attitude of other people who have to be evil to us,
Not too daunted to the action of reversing the facts.
Everything works as it should, that's the law of karma.
Do not want to be hurt,
Do not hurt.
Want to be respected,
Then respect others,
Though it's a small creature like a weak ant,
Because they can also feel pain and want to stay alive.
The Buddha taught his disciples to be a knight against his own deeds,
Both great deeds and small deeds,
To dare to bear the fruit of his deeds.
Instead of relying on and asking for the remission of sins,
A lure of heavenly promises that blinds the eyes, and mass deception,
Cause innocent victims to continue falling.

© HERY SHIETRA Copyright.

Beginilah cara kerja hukum karma:
Tidak perduli adil atau tidak adil perbuatan tersebut,
Tidak perduli benar atau tidak benar perbuatan demikian,
Tidak perduli ia mengakui atau tidaknya perbuatan tersebut,
Tidak juga perduli apakah ia mengakui atau tidaknya hukum karma,
Perbuatan itulah yang kelak akan ia terima dan alami sendiri.
Melakukan kejahatan dengan senang hati,
Sebelum dan sesudah perbuatan dilakukan,
Bahkan tanpa disesali,
Mengakibatkan karma buruk berbuah secara lebih lebat.
Sesederhana itu saja,
Prinsip dan cara kerja hukum karma.
Tidak perlu meminta eksekutor untuk mengeksekusi,
Tidak perlu mengotori tangan sendiri untuk mengeksekusi sang pelaku,
Semua dikerjakan oleh hukum karma,
Tanpa diminta,
Dan tanpa diperintah.
Untuk itulah,
Sang Buddha kemudian bersabda:
Janganlah berbuat kejahatan,
Perbanyak perbuatan bajik yang baik dan benar,
Sucikan hati dan pikiran,
Itulah ajaran para Buddha.
Semua makhluk,
Memiliki perbuatannya sendiri,
Mewarisi perbuatannya sendiri,
Lahir dari perbuatannya sendiri,
Berhubungan dengan perbuatannya sendiri,
Terlindung oleh perbuatannya sendiri.
Apapun perbuatan yang diperbuatnya,
Baik ataupun buruk,
Itulah yang akan diwarisinya.
Aku adalah pemilik perbuatanku sendiri,
Pewaris perbuatanku sendiri,
Lahir dari perbuatanku sendiri,
Berhubung dengan perbuatanku sendiri,
Terlindung oleh perbuatanku sendiri.
Apapun perbuatan yang kuperbuat,
Baik atau buruk,
Itulah yang akan kuwarisi,
Demikianlah kerap kali patut kita renungkan.
Sang Buddha, ketika difitnah dan disakiti,
Tidak pernah banyak bicara, apakah si pelaku ataukah Sang Buddha yang telah salah, meski jelas Sang Buddha sebagai korban.
Mengapa?
Karena yang paling patut untuk merasa takut,
Ialah si pelaku kejahatan,
Yang sejatinya tengah menggali lubang kubur sendiri.
Mereka yang benar-benar memahami prinsip kerja hukum karma,
Tidak pernah mau pusing atas sikap orang lain yang telah bersikap jahat terhadap kita,
Tidak juga gentar terhadap aksi putar-balik fakta.
Semua bekerja sebagaimana mestinya, itulah hukum karma.
Tidak mau disakiti,
Jangan menyakiti.
Ingin dihormati,
Maka hormatilah orang lain,
Sekalipun itu seekor makhluk kecil seperti seekor semut yang lemah,
Karena mereka juga dapat merasakan sakit dan ingin berjuang hidup.
Sang Buddha mengajarkan para muridnya untuk bersikap ksatria terhadap berbagai perbuatannya sendiri,
Baik perbuatan besar maupun perbuatan kecil,
Untuk berani menanggung buah akibat perbuatannya.
Bukan mengandalkan dan memohon penghapusan dosa,
Sebuah iming-iming janji surgawi yang melenakan dan pembodohan massal,
Mengakibatkan korban-korban tidak bersalah terus berjatuhan.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Busy Searching and Keep Looking, Endless

If you think,
The purpose of life and are born into this world is to continue to live, give birth, and continue the descent,
Then,
What does it mean those who can not give birth for one or more reasons,
Better to die from youth?
If you think,
The purpose of life and of being born into this world is to gather much wealth,
Then,
What does it mean to die in poverty, is a big mistake and failure in life?
If you think,
The purpose of life and being born into this world is to enjoy worldly life,
Then,
How many of us are truly satisfied in this life, without feeling the fear or the pain of life?
If you think,
The purpose of life and being born into this world is to worship God,
Then,
Is not it human beings are born just to be slaves of God, who are crazy praises?
Does not it mean that it would be better for us to rebel against God, than to sell our dignity by being slaves and sycophants, even threatened to be thrown into hell?
If you think,
The purpose of life and are born into this world is to achieve and set a world record and history,
Then,
Indeed your life have been wasted,
For you have never made any achievements in history.
At least Adolf Hitler is still known by history as the most terrible criminals.
While we,
Born, died, to be forgotten and forgotten,
As if nothing ever existed in this world.
If you think,
The purpose of life and being born into this world is to have many wives or husbands,
Then,
Monks and ascetics are very unlucky.
If you think,
The purpose of life and being born into this world is to accumulate wealth and enjoy all the most delicious food ever on Earth,
Then,
That means you are more miserable than an animal who only spent his life just to find food.
If you think,
The purpose of life and being born into this world is to simply survive and search for the identity or meaning of life,
Then,
Would not it be better if we were no longer born in any womb?
If you think,
The purpose of life and being born into this world is to go to heaven,
Then,
Do you really believe that there is justice and happiness in heaven,
If there is no justice in this earth which full of injustice among us.
Who can guarantee,
In addition to relying on the expectation that selfish toward yourself.
You think,
The purpose of life is to do many evils and harm others,
Then to ask for the remission of sins,
And hope to go to heaven?
It's called a cunning way of thinking.

© HERY SHIETRA Copyright.

Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk melanjutkan hidup, melahirkan, dan melanjutkan keturunan,
Maka,
Apakah artinya mereka yang tidak dapat melahirkan karena satu atau lebih sebab,
Lebih baik mati saja sejak muda?
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk mengumpulkan banyak harta,
Maka,
Apakah artinya mati dalam keadaan miskin, adalah sebuah kesalahan dan kegagalan besar dalam hidup?
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk menikmati kehidupan duniawi,
Maka,
Berapa banyak diantara kita yang benar-benar telah merasa puas dalam hidup ini, tanpa merasakan ketakutan ataupun derita kehidupan?
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk menyembah Tuhan,
Maka,
Bukankah sama artinya manusia dilahirkan hanya untuk menjadi budak dari Tuhan yang gila pujian?
Bukankah artinya akan lebih baik kita memberontak pada Tuhan, daripada menjual harga diri dengan menjadi budak dan penjilat, sekalipun diancam akan dilempar ke dalam neraka?
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk berprestasi dan mencetak rekor dunia dan sejarah,
Maka,
Hidupmu sungguh telah sia-sia,
Sebab engkau tidak pernah mengukir pencapaian apapun dalam sejarah.
Setidaknya Adolf Hitler masih dikenal oleh sejarah sebagai penjahat paling mengerikan.
Sementara kita,
Dilahirkan, meninggal, untuk kemudian dilupakan dan terlupakan,
Seolah tidak pernah eksis di dunia ini.
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk memiliki banyak istri atau suami,
Maka,
Para bhikkhu dan pertapa sungguh sangat tidak beruntung.
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk mengumpulkan kekayaan dan menikmati semua makanan paling enak yang pernah ada di muka Bumi,
Maka,
Itu artinya engkau lebih menyedihkan daripada seekor hewan yang hanya menghabiskan hidupnya hanya untuk mencari makan.
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk sekadar bertahan hidup dan mencari-cari jati diri atau makna hidup,
Maka,
Bukankah akan lebih baik bila kita tidak lagi terlahir dalam rahim manapun?
Bila menurutmu,
Tujuan hidup dan terlahir ke dunia ini ialah untuk menuju surga,
Maka,
Apakah engkau benar-benar yakin, bahwa ada keadilan dan kebahagiaan di surga,
Bila di Bumi ini saja tidak ada keadilan dan penuh dengan ketidakadilan.
Siapa yang dapat menjamin,
Selain bergantung pada harapan yang egois.
Kau pikir,
Tujuan untuk hidup ialah untuk berbuat banyak kejahatan dan mencelakai orang lain,
Lalu untuk meminta penghapusan dosa,
Dan berharap masuk surga?
Itu namanya cara berpikir yang licik.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Do not You Feel Tired, Pacing Back and Forth To and Fro

Have you ever thought about,
Or at least in your mind,
Why should we always rely on a powerful monk in the hope of helping or saving us,
Even if we are being harmed by many bad people, even harmed by evil ghosts.
Is not it better and more ideal,
If we are striving to attain Arahatship,
Because Arahats are not the monopoly of certain people,
Because everyone can attain Arahatship, through the practice of discipline and self-practice that is consistent and serious.
Therefore,
We not only can help ourselves,
But we will also be able to help many suffering people like us.
Do you know,
Why deepen the Dhamma and practice it,
It is the highest good,
It is also a form of the highest devotion of a child?
Because if we succeed in striving to attain Arahatship,
Or at least attain Sotapanna, Anagami, or Sakadagami,
So when our Mother cooks food to give to us as breakfast or lunch and dinner,
So our Mother has given food to an Arahant,
It is his own son who has attained Arahatship.
The meaning of the four holy beings,
It is not those who wear monk's robe,
But are those who have attained achievement Sotapanna, sakadagami, Anagami, and Arahat.
Even if your parents give food to thousands of yellow-robed monks,
Everyday,
But if none of these monks has attained Sotapanna Fruition,
Just as you are speculating,
Or even can be called as futility.
How much better and more ideal,
When we as a child,
Who strives to achieve this level of chastity,
And being a fertile planting field for our parents,
As a form of our ultimate devotion.
The Buddha said,
The shelter is in the Dhamma.
Then make the Dhamma a refuge.
We do not need to always rely on what is outside ourselves, when faced with this cruel and unjust world problem.
Make the Dhamma a safeguard by being diligently and consistently practiced,
Make the Dhamma a healer, by being practiced honestly,
Make the Dhamma a source of power, by living the Dhamma in us wholeheartedly.
Is not tiring,
We have to go here and there,
Seeking the figure of a saint as a place to give and make as a refuge.
Why not our own,
Who practiced the holy life,
And make ourselves a fertile field to plant good karma seeds?
Prostrate to the Dhamma that dwells in our own hearts,
Practice and strive for Dhamma that comes from within our own will,
And realize the Dhamma, which can be pursued by maintaining morality and pursue meditation in totality.
The Buddha has taught the Dhamma perfectly,
As the greatest inheritance to practice.
The Buddha has shown the way to freedom from suffering,
Now it is our duty to choose and follow that path.
Our age as a human being,
Very short,
Too short to search here and there,
While all the healing and relief medicines,
Indeed there is within ourselves,
Namely Dhamma,
As has been taught by the Buddha,
As a source of auxiliary springs that we can practice to save and heal ourselves,
Depending on ourselves,
Relying on ourselves,
And realizing arahats with our own hands and efforts.
Make Dhamma a source of inspiration, motivation, and guide compass,
It was more than enough,
If we are to realize and practice it wholeheartedly,
As a student as well as a mental fighter.
Would not it be so tiring,
If for life,
We must always depend on other people outside ourselves,
Here and there without end.
Back and forth, without end.
Are not you going to feel tired yourself, in the end?

© HERY SHIETRA Copyright.

Pernahkah engkau memikirkan,
Atau setidaknya terlintas dalam benakmu,
Mengapa kita harus selalu mengandalkan sosok bhikkhu yang sakti dengan harapan dapat menolong atau menyelamatkan kita,
Sekalipun benar kita sedang dicelakai oleh banyak orang-orang jahat, bahkan dicelakai oleh hantu jahat.
Bukankah lebih baik dan lebih ideal,
Bila diri kita sendiri yang berjuang untuk mencapai Arahat,
Karena Arahat bukanlah monopoli orang-orang tertentu saja,
Karena setiap orang dapat mencapai tingkat kesucian Arahat, lewat praktik disiplin dan latihan diri yang konsisten dan serius.
Dengan begitu,
Kita bukan hanya dapat menolong diri kita sendiri,
Namun kita juga akan mampu menolong banyak orang yang menderita seperti kita.
Apakah engkau mengetahui,
Mengapa mendalami Dhamma dan mempraktikkannya,
Adalah merupakan kebaikan tertinggi,
Bahkan juga merupakan wujud bakti tertinggi seorang anak?
Karena bila kita berhasil berjuang mencapai tingkat kesucian Arahat,
Atau setidaknya mencapai tingkat kesucian Sotapanna, Anagami, ataupun Sakadagami,
Maka ketika Ibu kita memasak makanan untuk diberikan pada kita sebagai sarapan pagi atau makan siang dan makan malam,
Maka Ibu kita telah berdana kepada seorang Arahat,
Yakni anaknya sendiri yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat.
Yang dimaksud dengan empat makhluk suci,
Bukanlah mereka yang mengenakan jubah Bhikkhu,
Namun mereka yang telah mencapai buah pencapaian Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat.
Sekalipun orangtua engkau berdana makanan kepada ribuan bhikkhu berjubah kuning,
Setiap harinya,
Namun bila tiada satupun diantara bhikkhu tersebut yang telah mencapai tingkat kesucian Sotapanna,
Sama artinya engkau sedang berspekulasi,
Atau bahkan dapat juga disebut sebagai kesia-siaan.
Alangkah lebih baik dan lebih ideal,
Bila kita sebagai seorang anak,
Yang berjuang untuk mencapai tingkat kesucian tersebut,
Dan menjadi ladang menanam jasa yang subur bagi orangtua kita,
Sebagai wujud bakti tertinggi kita.
Sang Buddha bersabda,
Tempat berlindung ada pada Dhamma.
Maka jadikanlah Dhamma sebagai tempat berlindung.
Kita tidak perlu selalu mengandalkan apa yang ada di luar diri kita, dikala menghadapi masalah dunia yang kejam dan tidak adil ini.
Jadikan Dhamma sebagai perlindungan dengan cara dipraktikkan secara tekun dan konsisten,
Jadikan Dhamma sebagai penyembuh, dengan cara dijalankan secara jujur,
Jadikan Dhamma sebagai kekuatan, dengan cara menghidupkan Dhamma dalam diri kita secara sepenuh hati.
Apakah tidak meletihkan,
Kita harus kesana-kemari,
Mencari sosok orang suci sebagai tempat untuk berdana dan menjadikan sebagai tempat berlindung.
Mengapa tidak kita sendiri,
Yang mempraktikkan kehidupan suci tersebut,
Dan menjadikan diri kita sendiri sebagai ladang subur untuk menanam benih karma baik?
Bersujudlah pada Dhamma yang bersemayam dalam hati diri kita sendiri,
Praktikkanlah dan perjuangkanlah Dhamma yang bersumber dari dalam tekad kita sendiri,
Dan realisasikanlah Dhamma yang dapat ditempuh dengan menjaga moralitas dan menekuni meditasi secara totalitas.
Sang Buddha telah mengajarkan Dhamma secara sempurna,
Sebagai warisan terbesar untuk kita praktikkan.
Sang Buddha telah menunjukkan jalan menuju kebebasan dari derita,
Kini adalah tugas kita untuk memilih dan menempuh jalan itu.
Usia kita sebagai seorang manusia,
Sangatlah pendek,
Terlampau pendek untuk mencari kesana-kemari,
Sementara semua obat penyembuhan dan pertolongan,
Sejatinya terdapat di dalam diri kita sendiri,
Yakni Dhamma,
Sebagaimana telah diajarkan oleh Sang Buddha,
Sebagai sumber mata air penolong yang dapat kita praktikkan untuk menyelamatkan dan menyembuhkan diri kita sendiri,
Bergantung pada diri kita sendiri,
Mengandalkan diri kita sendiri,
Dan merealisasi Arahat dengan tangan dan usaha kita sendiri.
Jadikan Dhamma sebagai sumber inspirasi, motivasi, serta kompas pemandu,
Itu sudah lebih dari cukup,
Bila kita mau menyadari dan mempraktikkannya sepenuh jiwa,
Sebagai seorang siswa sekaligus sebagai pejuang mental.
Bukankah akan sangat meletihkan,
Bila seumur hidup,
Kita harus selalu bergantung pada sosok lain di luar diri kita,
Kesana-kemari tanpa habisnya.
Hilir mudik, tanpa berkesudahan.
Apa kau tidak akan merasa letih sendiri, pada akhirnya?
© Hak Cipta HERY SHIETRA.