JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Nikmati Saja Prosesnya. Enjoy the Process

Imagine, in a competition like the world championship,
there are thousands of athletes from hundreds of countries,
Competing for trophies and championship medals.
But of the thousands of athletes,
Who every day practices preparing,
Only one champion can come out,
While thousands of other athletes,
Must experience defeat and go home without getting any medals,
Even though they have been practicing hard and self-sacrificing so far.
However, still,
They enjoy the process.
The result will be what it will be,
Who knows,
And that is not too important.
The process is sometimes more important.
Just enjoy it.
Imagine, job vacancies are so narrow,
While millions of workers need jobs as their livelihood.
Even if everyone wants to have a brilliant career and score success,
But how many of them ended up in bankruptcy or were even fired,
And they find that they are now unemployed without work.
Even if it suffers and is covered by uncertainty,
But there is no point in grieving constantly.
We have no other choice,
Besides, just enjoy the process.
Lose or win,
That's normal.
But what is unusual is,
Can enjoy all the results that can occur.
Every business has its own risks.
Even silence, though
Have its own risk.
Smiling while having luck and victory,
Are common.
But still able to smile when experiencing misfortune and defeat,
It is extraordinary.
Why did it happen?
Because he was able to enjoy the process.
Feel comfortable living in prosperous conditions,
Are common.
But to still be able to feel happy living amid all the limitations that exist,
That is an extraordinary thing.
Just enjoy the process.
Because of everything,
It is not eternal,
Then everything will change and will continue to change.
Nothing is certain than the change itself.
Someone who is able to enjoy the process,
Will not be attached to a mental state or conditions that occur and that might occur.
Tide and low tide,
Are common.
Just enjoy the process,
Without the need to complain a lot.
We never know what will happen tomorrow.
Enjoy the process,
Whatever the outcome might be.

© HERY SHIETRA Copyright.

hery shietra Content Writer
I Have a Great Sister. We Wish My Dearest Sister always Happy and Healthy.

Bayangkan, dalam suatu kompetisi seperti kejuaraan dunia,
terdapat ribuan atlet dari ratusan negara,
Saling bertanding memperebutkan piala dan medali juara.
Namun dari ribuan atlet tersebut,
Yang setiap harinya berlatih mempersiapkan diri,
Hanya dapat keluar satu orang juara,
Sementara ribuan atlet lainnya,
Harus mengalami kekalahan dan pulang tanpa mendapatkan medali apapun,
Sekalipun selama ini mereka telah berlatih keras yang penuh pengorbanan.
Namun, tetap saja,
Mereka menikmati prosesnya.
Hasilnya akan seperti apa nantinya,
Siapa tahu,
Dan itu tidaklah terlampau penting.
Prosesnya terkadang jauh lebih penting.
Nikmati saja.
Bayangkan, lowongan pekerjaan demikian sempit,
Sementara jutaan tenaga kerja membutuhkan pekerjaan sebagai sumber nafkah mereka.
Sekalipun setiap orang ingin memiliki karir yang gemilang dan mencetak kesuksesan,
Namun berapa banyak dari mereka yang pada arkhirnya berakhir dalam keadaan bangkrut atau bahkan dipecat,
Dan mereka menemukan bahwa diri mereka kini adalah seorang pengangguran tanpa pekerjaan.
Sekalipun menderita dan diliputi ketidakpastian,
Namun tidak ada gunanya bersedih secara terus-menerus.
Kita tidak punya pilihan lain,
Selain, menikmati saja prosesnya.
Kalah ataupun menang,
Itu hal yang biasa.
Namun yang tidak biasa ialah,
Dapat menikmati segala hasil yang dapat terjadi.
Setiap usaha memiliki resikonya masing-masing.
Bahkan berdiam diri saja sekalipun,
Memiliki resikonya sendiri.
Tersenyum disaat mengalami keberuntungan dan kemenangan,
Adalah hal yang biasa.
Namun tetap mampu tersenyum saat mengalami kemalangan dan kekalahan,
Adalah hal yang luar biasa.
Mengapa itu bisa terjadi?
Karena ia mampu menikmati prosesnya.
Merasa nyaman hidup dalam kondisi makmur,
Adalah hal yang biasa.
Namun untuk tetap mampu merasa bahagia hidup ditengah segala keterbatasan yang ada,
Itu adalah hal yang luar biasa.
Nikmati saja prosesnya.
Karena segala sesuatu,
Tidaklah kekal sifatnya,
Maka segala sesuatunya akan berubah dan terus akan berubah.
Tidak ada yang pasti daripada perubahan itu sendiri.
Seseorang yang mampu untuk menikmati proses,
Tidak akan melekat pada suatu keadaan mental ataupun kondisi yang terjadi dan yang mungkin akan terjadi.
Pasang dan surut air laut,
Adalah hal yang biasa.
Nikmati saja prosesnya,
Tanpa perlu banyak mengeluh.
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di esok hari.
Nikmatilah prosesnya,
Apapun hasilnya yang mungkin akan terjadi.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Pilihan Ada di Tangan Kita Sendiri. The Choice is in Our Own Hands

What was not possible in the past,
Now it can be all that is possible.
The same law applies to the opposite,
What might have happened before,
Now it can be impossible.
Everything has a price we have to pay.
Let us try to think together.
A long time ago,
Long before the development of technology was known by the public,
To be able to exchange messages,
Someone must walk hundreds of kilometers,
And it takes days to just meet each other to chat with someone.
And, they, our predecessors and ancestors,
Can live that way,
For thousands of years,
And still can live happily and still be able to feel the pleasures of life.
But now,
When technology advances rapidly,
Where long-distance telecommunications technology was discovered and became such a popular trend,
Someone simply presses one button on their handheld device,
So even two people from a great distance,
Can exchange messages instantly and in the blink of an eye,
As if there were no more boundaries of space or time that limited the distance between the two of them.
But we must always remember the following message:
Everything has a price we have to pay.
When we are so dependent and attached to the sophistication of these technologies,
Even we feel it is better to choose to die than to live without these various sophisticated gadgets.
Maybe,
It is more appropriate to laugh at all these conditions of life,
Are our ancestors and predecessors,
Because even though their lives at that time were very difficult,
They can prove that they can survive and move on with life,
Without all dependence on advanced technology,
Also can still find happiness in life behind the simplicity of their lives.
When we hold something,
Then we actually release one of our hands which should be able to move freely.
When we let go of that grip,
Then we get a hand that can move freely.
That is what is called,
When we reach something we lose something,
And when we release something we get something.
The opposite principle also applies the same law,
When we let go of something,
Then there is the price we will get.
Do you know,
Why did Prince Sidharta Gaotama choose to renounce the throne, kingdom, power, even prosperity of life to live as a hermit who only had a robe of used cloth?
If you think Sidharta Gaotama lost something,
So you seem to be in a big mistake.
Sidharta Gaotama was later proven to get everything,
Perfect enlightenment,
Buddha,
Which means, has been enlightened.
Let go of all the burdens that you think are sophisticated, but burden yourself,
If you want to move more freely.
What will we achieve,
And what we will release,
The decision is in your own hands.

© HERY SHIETRA Copyright.

hery shietra Content Writer
Image by RIANA SHIETRA Copyright

Apa yang dahulu kala tidak mungkin,
Kini dapat saja semua itu menjadi mungkin terjadi.
Hukum yang sama juga berlaku untuk sebaliknya,
Apa yang dahulu mungkin terjadi,
Kini bisa saja menjadi mustahil.
Segala sesuatu ada harga yang harus kita bayarkan.
Mari coba kita renungkan bersama.
Dahulu kala,
Jauh sebelum perkembangan teknologi dikenal oleh masyarakat,
Untuk dapat saling bertukar pesan,
Seseorang harus berjalan kaki sejauh ratusan kilometer jaraknya,
Dan membutuhkan waktu berhari-hari hanya untuk dapat saling berjumpa untuk berbincang-bincang dengan seseorang.
Dan, mereka, para pendahulu, leluhur, serta nenek moyang kita,
Dapat hidup dengan cara seperti itu,
Selama ribuan tahun lamanya,
Dan tetap dapat hidup dengan bahagia dan tetap mampu merasakan kesenangan hidup.
Namun saat kini,
Ketika kemajuan teknologi berkembang pesat,
Dimana teknologi telekomunikasi jarak jauh ditemukan dan menjadi tren yang demikian populer,
Seseorang cukup menekan satu tombol pada perangkat genggam mereka,
Maka dua orang dari jarak yang jauh sekalipun,
Dapat saling bertukar pesan secara instan dan seketika,
Seolah tiada lagi batas sekat ruang maupun waktu yang membatasi jarak mereka berdua.
Namun kita harus senantiasa ingat pesan berikut:
Segala sesuatu ada harga yang harus kita bayar.
Ketika kita telah demikian bergantung dan melekat pada kecanggihan teknologi tersebut,
Bahkan kita merasa lebih baik memilih untuk mati daripada hidup tanpa berbagai gadget canggih tersebut.
Mungkin,
Yang lebih patut untuk tertawa melihat seluruh kondisi kehidupan semacam ini,
Adalah para leluhur dan para pendahulu kita,
Oleh sebab meski hidup mereka pada saat itu sangat sukar,
Mereka dapat membuktikan bahwa mereka dapat bertahan hidup dan selamat,
Tanpa segala ketergantungan pada teknologi canggih,
Juga tetap dapat menemukan kebahagiaan hidup dibalik kesederhanaan kehidupan mereka.
Ketika kita menggenggam sesuatu,
Maka kita sejatinya melepaskan satu tangan kita yang semestinya dapat bergerak bebas.
Ketika kita melepaskan genggaman itu,
Maka kita mendapatkan sebuah tangan yang dapat bergerak bebas.
Itulah yang disebut,
Ketika meraih sesuatu maka kita kehilangan sesuatu,
Dan ketika melepaskan sesuatu maka kita mendapatkan sesuatu.
Prinsip sebaliknya juga berlaku hukum yang sama,
Ketika kita melepaskan sesuatu,
Maka ada harga yang akan kita dapatkan.
Tahukah engkau,
Mengapa Pangeran Sidharta Gaotama memilih untuk melepaskan tahta, kerajaan, kekuasaan, bahkan kemakmuran hidup demi hidup sebagai seorang pertapa yang hanya memiliki sehelai jubah dari kain bekas?
Bila kau pikir Sidharta Gaotama kehilangan sesuatu,
Maka tampaknya engkau sedang keliru besar.
Sidharta Gaotama kemudian terbukti mendapatkan segala sesuatunya,
Mencapai pencerahan sempurna,
Buddha,
Yang artinya, telah tercerahkan.
Lepaskan segala beban yang kau pikir canggih, namun membebani dirimu itu,
Bila engkau ingin melangkah dengan lebih bebas.
Apa yang akan kita raih,
Dan apa yang akan kita lepaskan,
Keputusan ada di tanganmu sendiri.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Pelita Kebijaksanaan sebagai Mata yang Menerangi Dunia. The Lamp of Wisdom as the Eye That Illuminates the World

When we are struck by calamity and experience misfortune,
So suppose we are paying and paying off our bad karma debt.
Therefore,
We don't need to blame ourselves.
Pay and patience pay off with what has become a debt that we carry from the past,
For the sake of tomorrow and a better future in life.
When we experience a sad moment,
Then say to ourselves patiently,
That we are currently paying bad karma debts from the past.
When we are struck by disaster or various misfortunes,
Then mention in our hearts patiently,
That when we are now trying to pay off debt from the past,
Debt we have to pay sooner or later.
On the contrary,
When we experience good luck and prosperity,
So we need to be aware and introspective,
By reminding ourselves explicitly,
That all of that is just "stale rice",
Where is the good karma of the past that is now sweet,
Sooner or later it will run out if we don't try to plant new seeds of good karma in this life.
When we always have luck,
Then we need to strongly rebuke ourselves,
In order not to fall asleep and be trapped by the sweetness of good karma that is bearing fruit.
When we always get victory and all the prosperity of life,
Then we need to often remind ourselves,
So that we continue to maintain a vigilant attitude towards our own behavior, introspective.
Good karma that is bearing fruit,
Like a highway, toll road,
Where we can go straight without any obstacles,
At full speed.
But what we don't realize much,
The freeway always has two directions,
One direction direct to heaven,
And one other direction goes directly to hell.
When we go full speed to hell,
So it's like good karma that is bearing fruit,
Can backfire on ourselves.
That is also the reason,
People who have successfully committed crimes,
People who succeed in manipulating and exploiting others,
People who managed to take food from someone else's plate to fill their own stomach,
People who have escaped punishment despite having committed various ugliness,
Actually it is moving towards hell,
At full speed,
Due lulled by the help of good karma, which happened to be fruitful at the time.
Good karma is sweet.
Bad karma is bitter.
However,
The sweet ones don't always have to be swallowed,
And the bitter ones don't always have to be discarded immediately.
That is what is called wisdom.
Indeed, wisdom is the only light that is able to illuminate the world.
Have eyes
But unable to see clearly due to the thickness of defilements,
Then the pair of eyes will be able to harm themselves later on,
Like a resource in the form of a knife that can be used precisely to commit a crime by the holder.

© HERY SHIETRA Copyright.

hery shietra Content Writer
Image by RIANA SHIETRA Copyright

Ketika kita tertimpa musibah dan mengalami ketidakberuntungan,
Maka anggap saja kita sedang membayar dan melunasi hutang karma buruk kita.
Karena itu,
Kita tidak perlu menyalahkan diri kita sendiri.
Bayarlah dan lunasilah dengan penuh kesabaran apa yang memang menjadi hutang yang kita bawa dari masa lampau,
Demi hari esok dan kehidupan dimasa mendatang yang lebih baik.
Ketika kita mengalami suatu momen yang menyedihkan,
Maka katakanlah pada diri kita sendiri dengan penuh kesabaran,
Bahwa saat ini kita sedang membayar hutang karma buruk dari masa lampau.
Ketika kita tertimpa bencana maupun berbagai kesialan,
Maka sebutkan dalam hati kita dengan penuh kesabaran,
Bahwa saat kini kita sedang berupaya melunasi hutang dari masa lampau,
Hutang yang cepat atau lambat harus kita bayar lunas.
Sebaliknya,
Ketika kita mengalami berbagai keberuntungan dan kemakmuran,
Maka kita perlu senantiasa sadar dan mawas diri,
Dengan mengingatkan diri kita secara tegas,
Bahwa semua itu hanyalah “nasi yang telah basi”,
Dimana berbagai karma baik dari masa lampau yang kini berbuah manis,
Cepat atau lambat akan habis bila kita tidak berupaya menanam benih karma baik baru di kehidupan sekarang ini.
Ketika kita selalu mengalami keberuntungan,
Maka kita perlu secara keras menegur diri kita,
Agar tidak terlena dan terjebak oleh manisnya karma baik yang sedang berbuah.
Ketika kita selalu mendapat kemenangan dan segala kemakmuran hidup,
Maka kita perlu sering untuk mengingatkan diri kita sendiri,
Agar kita tetap menjaga sikap waspada terhadap perilaku diri kita sendiri, mawas diri.
Karma baik yang sedang berbuah,
Ibarat sebuah jalan bebas hambatan, jalan tol,
Dimana kita dapat melaju lurus tanpa rintangan apapun,
Dengan kecepatan penuh.
Namun yang tidak banyak kita sadari,
Jalan bebas hambatan selalu memiliki dua arah tujuan,
Satu tujuan menuju surga,
Dan satu tujuan lainnya menuju neraka.
Ketika kita melaju dengan kecepatan penuh menuju neraka,
Maka ibarat karma baik yang sedang berbuah,
Dapat menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Itulah juga sebabnya,
Orang-orang yang berhasil melakukan aksi kejahatan,
Orang-orang yang berhasil memanipulasi dan mengekspolitasi orang lain,
Orang-orang yang berhasil mengambil makanan dari piring milik orang lain demi mengisi perutnya sendiri,
Orang-orang yang berhasil lolos dari hukuman meski telah melakukan berbagai keburukan,
Sejatinya sedang bergerak menuju neraka,
Dengan kecepatan penuh,
Akibat terlena oleh bantuan karma baik yang kebetulan sedang berbuah pada saat itu.
Karma baik itu manis.
Karma buruk itu pahit.
Namun,
Yang manis jangan selalu harus segera ditelan,
Dan yang pahit jangan selalu harus segera dibuang.
Itulah yang disebut dengan kebijaksanaan.
Sungguh, kebijaksanaan merupakan satu-satunya pelita yang mampu menerangi dunia.
Memiliki mata,
Namun tidak mampu melihat secara jernih akibat tebalnya kekotoran batin,
Maka sepasang mata tersebut akan dapat mencelakai dirinya sendiri di kemudian hari,
Ibarat sumber daya berupa pisau yang dapat digunakan justru untuk melakukan kejahatan oleh pemegangnya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.