LEGAL OPINION
Gugatan yang Menyerupai OVER IMUN Penyakit Luput, Merusak dan Merugikan Kepentingan Diri Sendiri
Question: Sebenarnya ketika seorang debitor menggugat kreditornya yang mempunyai agunan Hak Tanggungan atau bahkan pembeli lelang eksekusi Hak Tanggungan, siapa yang sebetulnya diuntungkan dan siapa yang paling dirugikan?
Brief Answer: Menggugat bisa jadi justru merugikan dan menjadi bumerang terhadap kepentingan hukum sang debitor itu sendiri (backfire), dengan kerugian berupa biaya maupun “social cost” berupa : Kesatu, nama buruk sang debitor tercoreng seumur hidup yang bahkan lebih permanen daripada “daftar hitam debitor perbankan”, semata karena mengingat sifat dari putusan pengadilan bersifat “erga omnes” alias terbuka bagi serta dapat diakses oleh publik untuk sepanjang hayat. Kedua, kondisi kredit akan terus-menerus berstatus “kredit macet” dimana sejatinya dapat tertutup oleh dana pembelian oleh pembeli lelang eksekusi Hak Tanggungan sehingga tiada lagi jeratan “lingkaran setan” hutang yang terus membengkak dan kian menggunung.
Tiada satupun gugatan yang diajukan oleh kalangan debitor, yang dimaknai mampu untuk menghapus fakta adanya tunggakan hutang maupun kewajiban untuk melunasi seluruh hutang tertunggak yang ada—yang ada justru sebaliknya, yakni hutang kian menggunung menyerupai “lingkaran setan” yang kian tertimbun segunung hutang yang masih tertunggak, semata karena total hutang membengkak akibat komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, sehingga semakin lama tunggakan terjadi, semakin kian membengkang dan semakin menggunung total tunggakan hutang sehingga menjelma untuk mustahil dilunasi oleh debitor.
PEMBAHASAN:
Tetap saja, pertanyaan berisi fakta hukum yang harus dijawab oleh sang debitor yang hendak menggugat kreditornya maupun pihak pembeli lelang ialah, sekalipun katakanlah, terdapat “pasal sakti” dimana sang debitor mampu “menyulap” dan memutar-balik keadaan dimana gugatannya kemudian sanggup mengalahkan sang kreditor maupun pihak pembeli lelang, maka apakah artinya segala sisa hutang tertunggak lengkap dengan segala bunga dan “tetek-bengek”-nya tidak harus dibayar dan akan sirna begitu saja tanpa jejak, tinggal sejarah, serta tanpa lagi dapat ditagih pelunasannya oleh sang kreditor?
Tiada pernah tercatat adanya sejarah pada ruang pengadilan mana pun di Indonesia, dimana gugatan seorang atau kalangan debitor mampu menghapus hutang yang memang ditunggak olehnya—jika harapan ataupun asumsi demikian itu memang ada dan nyata adanya, maka itu adalah sesuatu “harapan semu” yang disebut sebagai “to good to be true”. Sungguh betapa mahalnya biaya serta “political cost” akibat atau dibalik aksi menggugat (sebuah aksi yang sama sekali tidak perlu serta kontra-produktif), karena sejatinya sang debitor sedang membuang-buang dan “membakar” dana berupa : tarif jasa pengacara, diperkeruh dengan komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, yang kian menggembung semakin lama dan semakin berlarut-larut realisasi pembayaran pelunasan.
Sebuah gugatan oleh kalangan debitor, sejatinya hanya sejauh dan sebatas menunda serta mengulur-ngulur waktu, dimana semakin tertundanya hutang dibayar dan dilunasi, sama artinya kian membengkak dan disaat bersamaan kian menggunung segala hutang-piutang akibat faktor komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, sehingga semakin lama tunggakan terjadi, semakin kian membengkak dan semakin menggunung total tunggakan hutang sehingga menjelma untuk mustahil untuk kelak dapat dilunasi oleh sang debitor.
Bila komponen beban tunggakan yang timbul akibat berlarut-larutnya pembayaran dan pelunasan, seperti “bunga terhadap bunga” saja sudah demikian mengerikan (nightmare), maka bagaimana terlebih dengan komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, yang mana sama artinya kian lama menunda dan menunggak sama artinya semakin mustahil untuk dapat dilunasi dan terlunasi?
Hal ajaib semacam “bunga terhadap bunga” saja sudah demikian mengerikan, maka bagaimana dengan komponen-komponen tunggakan lainnya yang menyerupai praktik rentenir demikian? Realitanya seluruh kalangan perbankan kita di Tanah Air ialah rentenir (dalam arti yang sesungguhnya tanpa berlebihan), karenanya dapat tumbuh besar menjadi raksasa yang “gemuk”, menjadi kaya dan makmur berkat debitor yang menunggak—bukan berkat debitor yang patuh mencicil dan melunasi hutangnya tepat waktu.
Yang tidak banyak disadari oleh berbagai kalangan debitor apapun latar-belakangnya, bahkan tidak jarang berupa debitor yang berprofesi sebagai pebisnis yang semestinya pandai berkalkulasi untung-ruginya lewat hitung-hitungan angka, gugatan demikian menyerupai sistem imun berlebihan yang kemudian menyerang sel-sel tubuhnya sendiri selayaknya penyakit Lupus yang sangat hiper-aktif imunitas tubuhnya sehingga menyerang sel-sel baik dalam tubuhnya sendiri—sehingga melawan dan bertolak-belakang dengan maksud dan tujuannya semula.
Betapa tidak, ketika kondisi agunan hanya memiliki nilai harga pasar tidak jauh dari total hutang-piutang, maka kalangan kreditor pemegang Hak Tanggungan akan merasa terdesak untuk secara lekas-lekas melelang eksekusi dan menjualnya hingga laku terjual untuk menutup hutang-piutang. Namun bila kondisi agunan ternyata jauh diatas nilai total hutang-piutang, maka gugatan sang debitor yang dapat memakan dan menunda waktu hingga bertahun-tahun lamanya, sama artinya kian menggemukkan pundi-pundi milik sang kreditor karena total hutang kian membengkak, dimana faktor komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, kemudian menjadi total tunggakan hutang yang pada akhirnya tetap saja akan dibayar dan dilunasi dari lelang eksekusi terhadap agunan yang harga jualnya masih mampu menutup seluruh hutang tertunggak yang telah menggunung demikian, sehingga sejatinya kian membuat senang dan menggemukkan sang kreditor—mengingat sang kreditor tidak hanya “memakan” bunga, namun keseluruh komponen di atas.
Ketika seorang debitor telah terjerat dalam “lumpur hidup” tunggakan yang berlarut-larut akibat aksi gugat-menggugat yang dilancarkan oleh pihak debitor itu sendiri, sama artinya dirinya yang meminta sendiri dibebani berbagai tagihan yang tersusun dari komponen tunggakan yang tidak perlu terjadi secara demikian mahal seperti faktor komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, sehingga semakin lama tunggakan terjadi, semakin kian membengkak dan semakin menggunung total tunggakan hutang karenanya menjelma untuk mustahil untuk dikemudian hari mampu dilunasi oleh sang debitor. Kian menunggak serta kian menunda maupun berlarut-larut, kian mustahil untuk dapat dilunasi akibat “lingkaran setan” berbagai komponen hutang di atas.
Katakanlah, sang debitor memenangkan gugatannya, lelang eksekusi dibatalan sekalipun atau tanpa telah terdapat pemenang lelang eksekusi Hak Tanggungan, maka hal demikian justru mengakibatkan Hak Tanggungan beserta Akta Hutang-Piutang kembali bangkit dan aktif karena hutang-piutang belum tuntas terlunasi, alhasil “argometer” komponen hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, kembali aktif dan bangkit kembali dengan kian menambah tebal dan tinggi “gunung hutang” sang debitor yang kian terbenam kian dalam didalam “lumpur hidup” yang mengisap kian dalam dan kian dalam lagi sehingga mustahil untuk dapat kembali melihat sinar mentari terlebih melunasinya.
Karenanya, sistem yang berlaku pada seluruh kalangan perbankan di Tanah Air, tidaklah benar-benar dalam rangka membantu dan menolong agar rakyat selaku nasabah \ pengguna jasa, namun selalu terdapat “hidden agenda” berupa jeratan penuh jebakan berupa komponen penambah total hutang yang terdiri dari sisa pokok hutang tertunggak, bunga atas sisa pokok hutang, “bunga atas bunga”, denda, “bunga atas denda”, pinalti, “bunga atas pinalti”, yang memang sejak awal dirancang secara apik oleh kalangan perbankan di Tanah Air agar sekali menunggak maka tiada jalan untuk berbalik arah dan “memutar haluan” selain kian tenggelam dalam kubangan lumpur hutang.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.