JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Alasan yang Dicari-Cari dan Dibuat-Buat sebagai Alasan Pembenar, sebuah Justifikasi terhadap Niat Buruk dan Perbuatan Jahat

ARTIKEL HUKUM

Alibi Sempurna sebagai Akar Kejahatan, Delusi yang Membuat sang Pelaku Kejahatan Meyakini Perbuatannya sebagai dapat Ditolerir dan Bahkan Dibenarkan (Alasan sebagai Alat Pembenaran Diri)

Dalam kesempatan ini, kita akan membahas sebuah topik terkait ilmu kriminologi yang jarang diulas dan mendapatkan sentuhan perhatian publik luas. Yang dimaksud dengan “mencari-cari alasan” atau “alasan yang dicari-cari” tidak terkecuali “alasan yang dibuat-buat”, ialah semata merujuk pada fakta empirik niat batin sang pelaku yang sedari awal memang memiliki niat buruk terhadap seseorang lainnya selaku calon korbannya. Karenanya, seringkali hampir dapat dipastikan bahwa “alasan yang dicari-cari” hanyalah “alasan yang mengada”, tidak logis, tidak rasional, “mau menang sendiri”, versi “sepihak”, tendensius, “hanya mau bicara tanpa mau mendengar”, sepenggal-penggal secara parsial tanpa mau melihat ataupun mengakui “the big picture” yang terdiri dari serangkaian kejadian, tanpa bersedia memahami akar masalah dan duduk perkara sebenarnya—namanya juga “alasan yang dicari-cari”. Itulah yang kemudian kita sebut sebagai, “alibi sebagai alasan pembenaran diri untuk menghakimi warga lainnya”.

Profesi Pengacara TIDAK SEINDAH YANG DIBAYANGKAN

ARTIKEL HUKUM

Sarjana Hukum VS. Mafia Hukum, Manakah yang akan Menang?

Menjadi seorang profesional dibidang hukum, perlu menempuh demikian banyak pengorbanan dari segi waktu, biaya, tenaga, cucuran air mata, tetesan darah, tulang yang terbanting-banting, komitmen, dedikasi, konsistensi, kesehatan, hingga umur hidup dan nafas yang tidak terhitung lagi jumlahnya! Di dalam sebuah negeri yang menerapkan prinsip meritokrasi secara murni, bebas dari anasir politis maupun koruptif, orang-orang yang berprofesi secara memegang teguh prinsip kejujuran serta integritas profesi dan diri sebagai landasan bertindak maupun berpikir dalam berprofesi, akan mendapatkan insentif serta penghargaan tersendiri, sehingga para penyedia jasa berlomba-lomba berprofesi secara jujur berpegang teguh pada etika profesi serta masyarakat pengguna jasa pun menjadi pengguna jasa yang setiap waktunya dapat meminta pertanggung-jawaban sebagaimana hak-haknya.

Kisah Devil Advokat Bagian Keenam, sang Pengacara Devil Junior

CERITA PENDEK HUKUM

Kata Siapa Seorang Devil harus Berpenampilan Seram? Devil Modern Berparas Cantik dan Berbusana Rapih, Menyediakan dan Menawarkan Layanan Jasa bagi para “Manusia Evil”

Sebuah puri kecil, dengan cat eksterior maupun interior serba berwarna pink, dihiasi oleh berbagai boneka maupun tempelan gambar tempel berbentuk hewan-hewan mungil yang memikat penuh warna, membuat puri tersebut lebih menyerupai sebuah istana kecil milik seorang puteri yang menunggu didatangi oleh oleh seorang pengeran untuk meminang sang puteri. Namun itu bukanlah sebuah toko boneka, toko bunga, museum, ataupun toko coklat, namun sebuah kantor pengacara milik sang “DEVIL ADVOCATE”, demikian tertera pada papan nama terbuat dari lempengan perak yang terpasang pada pagar masuk yang tinggi megah, dipermanis ornamen bunga-bungaan yang ceria nan hangat.

Akar Penyebab Kegagalan Deradikalisme di Tanah Air dan Dunia Global

ARTIKEL HUKUM

Mampukah Program Deradikalisme Mengalahkan Dogma Keagamaan? Upaya Deradikalisme yang Gagal Akibat Menutup Mata terhadap Fakta Realita tentang Musuh dan Letak Akar Penyakit yang Sesungguhnya

Gagal Menentukan dan Mengidentifikasi Lawan, Strategi Derakalisme yang Spekulatif serta Penuh Fantasi, Jebakan Delusi Tiada Akhir

Mengapa deradikalisme yang ditempuh oleh pihak pemerintah, bukan hanya menemui kendala dan hambatan hebat, namun selalu mengalami kegagalan serta “titik buntu”? Fenomena sosial-politis demikian bukan hanya terjadi di Indonesia, namun di seluruh dunia. Mungkin, memang satu-satunya faktor pencetus, pemicu, serta pemantik ideologi intoleransi dan fanatisme berlebihan semacam aksi teror!sme yang tumbuh subur di Indonesia dan di belahan dunia lainnya bahkan di Timur Tengah itu sendiri yang menjadi kiblat sekaligus “miniatur dunia agama tertentu”, bukanlah “agama sebagai salah satu faktornya”, namun satu-satunya ialah karena faktor dogmatis keyakinan keagamaan.

Apakah Sebenarnya Tujuan Dibalik Pemidanaan dan Penghukuman bagi Pelaku Kejahatan?

LEGAL OPINION

Tujuan Pidana, sebagai Sarana untuk Menghukum Pelaku Pelanggar Hukum agar Patuh lewat Efek Jera Vs. Deterministik GENETIKA PENJAHAT Milik Penjahat

Crime was Born, Bukan Dibentuk oleh Lingkungan maupun Pola Asuh dan Pendidikan?

Question: Rasanya tidak akan ada orang yang menjadi korban pelapor, merepotkan diri melaporkan pelaku yang telah berbuat kejahatan ke polisi agar si pelakunya diberi koreksi lewat hukuman pidana. Bukankah tujuannya kita sebagai korban, melapor memang untuk menghukum si pelakunya atas perbuatannya yang telah merugikan orang lain? JIka ada orang yang mengaku pakar hukum, bilang bahwa tujuan orang dipenjara itu untuk dikoreksi, maka itu tugas pemuka agama dan guru di sekolah, bukan tugas hukum, semestinya sumber daya hukum yang ada digunakan untuk fungsi penegakan hukum berupa penghukuman.

Alam Semesta Tidak Dimonopoli Hukum Fisika dan Tidak Tunduk Sepenuhnya pada Hukum Gravitasi

SENI PIKIR & TULIS

Arogansi Umat AGAMA SAINS FISIKA, namun Gagap Metafisika

Sains Memiliki Keterbatasan dalam Mengenali dan Memahami Alam Semesta, karenanya Sains tidak akan Pernah Memahami terlebih Menguasai Alam Semesta secara Seutuhnya

Kalangan-kalangan yang mengaku sebagai berlatar-belakang ilmuan modern, kerap mencemooh kebijaksaan klasik semacam ilmu metafisika maupun keyakinan keagamaan. Perilaku demikian, selain disebut sebagai arogan, juga merupakan cerminan keangkuhan atau kecongkakan intelektual yang merasa diri mereka tidak dapat terkalahkan dengan membekali diri mereka dengan ilmu pengetahuan dan teknologi “Barat”—sekalipun sifatnya ialah kebenaran “nisbi” alias “tentatif” belaka, bukan kebenaran mutlak, dimana penemuan ilmiah yang satu selalu terbuka kemungkinan untuk dikoreksi dikemudian hari oleh penemuan lainnya.