JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Sengketa Kepemilikan Perdata yang Dibuat-Buat, Alibi Sempurna untuk Menghalangi Pemidanaan

LEGAL OPINION

Modus Menjegal Perkara Pidana agar Tuntutan Jaksa Dianulir Hakim Pengadilan Negeri

Objek Kepemilikan terkait Perkara Pidana masih Disengketakan secara Perdata, sebagai Alibi untuk Menghalangi Proses Penuntutan dan Penjatuhan Vonis Pidana

Question: Bila dalam perkara kepailitan, debitor Termohon Pailit bisa sesumir mendalilkan bahwa hutang-piutang masih dipersengketakan antara Termohon Pailit dan pihak Pemohon Pailit. Apakah ada “modus” (celah hukum) yang sama untuk mengakali agar perkara pidana dakwaan jaksa dihentikan proses penuntutannya atau setidaknya hakim di pengadilan tidak akan menjatuhkan pidana apapun selama jangka waktu tertentu?

Brief Answer: Modus yang kerap digunakan serta disalah-gunakan oleh kalangan Terdakwa yang cukup “nakal” untuk menjegal proses pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri, ialah membuat perkara perdata yang sifatnya “dibuat-buat” alias menjadikan dalil “masih dipersengketakan kepemilikan” terkait objek delik aduan pidana sebagai “eksepsi” terhadap dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut. Modus atau alibi demikian setidaknya dapat mengulur waktu hingga bertahun-tahun lamanya, menunggu perkara pidana diputus hingga berkekuatan hukum tetap barulah persidangan perkara pidana dapat dijalankan kembali proses pemeriksaannya.

Sebagai contoh, bila seorang Terdakwa dituntut karena telah melakukan tindak pidana penggelapan terhadap objek kendaraan, maka pihak Terdakwa seketika itu juga mengajukan gugatan secara perdata terhadap pihak korban pelapor, sehingga seolah-olah objek kendaraan masih dipersengketakan kepemilikannya, dengan klaim bahwa objek kendaraan tersebut adalah milik dari Terdakwa yang mana bukan milik dari pihak korban pelapor—dalam rangka semata untuk menjegal keberlanjutan proses pemeriksaan perkara pidana di persidangan agar hakim terbentur kemelut untuk memutuskan dan menjatuhkan vonis bersalah atau tidaknya.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman dampak dari dalil adanya “sengketa kepemilikan secara perdata” terhadap pemeriksaan perkara pidana, dalam hal ini SHIETRA & PARTNERS dapat mengilustrasikannya sebagaimana tercermin dalam “putusan sela” Pengadilan Negeri Manado register Nomor 221/Pid.B/2016/PN.Mnd tanggal 25 Juli 2016, Terdakwa didakwa karena telah bersama-sama atau bertindak secara sendiri-sendiri dengan suami dari Terdakwa yang bernama Marthen Karendaren (sudah almarhum), baik sebagai yang melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan, dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Berawal ketika Terdakwa bersama-sama dengan suaminya, mengaku sebagai pemilik tanah pada suatu desa di Kabupaten Minahasa Utara. Adapun tanah tersebut belum bersertifikat sehingga oleh Terdakwa diajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat dengan mengajukannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Minahasa Utara, akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh pihak BPN Kabupaten Minahasa Utara karena di tanah tersebut telah ada Sertifikat Hak Milik orang lain dan hal tersebut telah dijelaskan dan disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara pada BPN Kabupaten Minahasa Utara kepada Terdakwa saat Terdakwa mengajukan permohonan tersebut ke BPN Kabupaten Minahasa Utara pada sekitar akhir tahun 2012.

Atas permohonan tersebut, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Minahasa Utara juga telah mengeluarkan surat berupa Berita Acara Penghentian Berkas Sementara tertanggal 5 Maret 2013 yang menerangkan bahwa di lokasi tersebut sudah terbit Sertifikat Hak Milik No. 27/Maumbi. Meski begitu, tetap saja tanah tersebut kemudian ditawarkan oleh Terdakwa bersama-sama suaminya, kepada korban pelapor, dimana tanah yang ditawarkan tersebut seluas 24.500 M2. Semestinya Terdakwa secara transparan menginformasikan “cacat tersembunyi” tanah yang ditawarkan olehnya kepada calon pembeli, atau setidaknya menyelesaikan sengketa perdata kepemlikan tanah sebelum menjualnya kepada pihak pembeli.

Terdakwa dan suami Terdakwa, mengetahui bahwa lokasi tanah miliknya tersebut tidak dapat diterbitkan sertifikat, oleh sebab telah bersertifikat atas nama orang lain, akan tetapi Terdakwa bersama-sama dengan suami Terdakwa dengan rangkaian kebohongan maupun tipu-muslihat (tercermin dari sikap yang tidak jujur dan tidak transparan saat menawarkan tanah untuk dijual), membujuk korban untuk membeli tanah tersebut dengan mengatakan bahwa tanah tersebut benar milik mereka dan tidak bermasalah, serta tanpa memberitahukan kepada korban mengenai kepemilikan dan status tanah yang sebenarnya, sehingga korban tergerak hatinya dan mau membeli tanah tersebut dengan menyerahkan uang sebesar Rp.2.000.000.000.- kepada Terdakwa dan suaminya, sebelum kemudian dibuatkan Akta Jual Beli antara Terdakwa, didampingi suami dari Terdakwa, serta pihak korban, dihadapan Notaris berdasarkan Akta Jual Beli Nomor tertanggal 2 Juli 2013.

Penyerahan uang dan penanda-tanganan Akta Jual Beli dilakukan di sebuah Bank di Manado pada tanggal 02 Juli 2013 dan di hadapan pihak notaris pembuat akta. Pada bulan Nopember 2015, korban berniat mengurus sertifikat hak milik atas tanah tersebut namun ternyata di lokasi tanah tersebut sudah ada sertifikat hak milik atas nama orang lain, sehingga pada saat itulah korban baru mengetahui fakta sebenarnya bahwa pihak Terdakwa sebelum menjual tanahnya telah ternyata pernah mengajukan permohonan sertifikat hak milik atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan dimana berkas permohonannya dihentikan oleh BPN Kabupaten Minahasa Utara. Uang milik korban tersebut telah dipakai Terdakwa dan suaminya untuk keperluan pribadi. Akibat dari perbuatan Terdakwa beserta suaminya, korban menderita kerugian sebesar Rp.2.000.000.000.- atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.

Dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa baik sebagai yang melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 Ayar 1 ke-1 KUHP.

Dimana terhadap dakwaan Jaksa Penuntut dan terhadap eksepsi yang diajukan pihak Terdakwa, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar “putusan sela” setelah Terdakwa mengajukan eksepsi dan Jaksa mengajukan tanggapan terhadapnya, yang cukup menarik disimak, sebagai berikut:

“Menimbang, Bahwa berdasarkan pasal 81 KUHP, telah ditegaskan apabila terdapat perselisihan prayudicial penuntutan pidana tidak berlaku ketentuan daluarsa;

“Menimbang, bahwa PERMA No 1 tahun l956 pada pasal 1 telah menegasakan apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata tentang suatu kepemilikan barang, maka pemeriksaan pidananya dapat ditangguhkan;

“Menimbang bahwa tentang status kepemilikan atas suatu hak milik, yang berkaitan dengan materi dakwaan telah ada sengketa perdata No.128/Pdt.G/2014 PN. Airmadidi, yang sampai saat ini belum berkekuatan tetap karena masih dalam proses pemeriksaan banding;

“Menimbang, atas dasar pertimbangan di atas, Majelis hakim berpendapat bahwa tentang dakwaan terhadap Terdakwa, karena masih terdapat persoalan Prejudichill Geschill antara terdakwa dengan para pelapor tentang objek sengketa yang merupakan salah satu unsur dari materi surat dakwaan, maka pemeriksaan perkara terdakwa harus ditangguhkan sampai adanya putusan perdata yang menyangkut hak kepemilikan, sehingga eksepsi dari Penasehat hukum terdakwa dapat dikabulkan sebahagian;

“Menimbang bahwa tentang tanggapan Jaksa Penuntut Umum eksepsi dari Penasehat hukum tidak diatur dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP, pada pokoknya harus dikesampingkan;

“Menimbang bahwa oleh karena eksepsi dari Penasehat Hukum terdakwa dapat dikabulkan maka pemeriksaan perkara terdakwa ditangguhkan sampai terdapat putusan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan konsekuensinya, terhadap terdakwa yang saat ini ditahan di Rutan, haruslah diPerintahkan untuk segera dikeluarkan dari Rumah tahanan;

M E N E T A P K A N

1. Mengabulkan Eksepsi dari Penasehat hukum terdakwa tentang prejudichill geschill;

2. Menangguhkan pemeriksaan perkara terdakwa sampai terdapat putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap tentang status kepemilikan Sertipikat Hak Milik No 26 desa Watutumow;

3. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk mengeluarkan terdakwa dari Rumah Tahanan Negara setelah Penetapan ini dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.”

Berhubung pokok perkara dalam perkara pidana di atas belum diperiksa, maka putusan sela di atas telah menyatakan pemeriksaan perkara ditunda hingga putusan perkara perdata terkait sengketa kepemilikan tanah menjadi berkekuatan hukum tetap, barulah pemeriksaan perkara pidana ini dapat dilanjutkan kembali untuk diputus. Namun, perkara perdata dapat berlangsung beberapa tahun lamanya sebelum diputus hingga berkekuatan hukum tetap, sehingga tidaklah logis menunda perkara pidana ini sekian lama, untuk itu pihak Kejaksaan berkeberatan dengan mengajukan perlawanan atas “putusan sela” di atas, dan menghendaki agar perkara pidana ini tetap dilanjutkan pemeriksaannya untuk diputus statusnya sebagai vonis bersalah atau tidaknya Terdakwa.

Dalam upaya hukum “perlawanan atas putusan sela” yang diajukan Jaksa Penuntut, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Manado Nomor 72/PID/2016/PT.MND., tanggal 16 September 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar, sebagai berikut:

“Menimbang bahwa Pengadilan tinggi tidak sependapat dengan pertimbangan Hakim Tingkat Pertama tersebut dengan alasan sebagai berikut:

“Bahwa terlalu dini / prematur untuk menyimpulkan bahwa dalam perkara ini telah terjadi prejudichill geschil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 KUHPidana dengan hanya merujuk pada perkara Nomor 128/Pdt.G/2014/PN.Arm., tanpa terlebih dahulu memeriksa materi perkara...;

MENGADILI :

- Menerima permintaan perlawanan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum;

- Mengabulkan perlawanan Jaksa Penuntut Umum;

- Membatalkan Putusan Sela Pengadilan Negeri Manado Nomor 221/Pid.B/2016/PN.Mnd., tanggal 25 Juli 2016 yang dimintakan perlawanan tersebut;

MENGADILI SENDIRI

- Memerintahkan Pengadilan Negeri Manado untuk memeriksa kembali perkara pidana Nomor 221/Pid.B/2016/PN.Mnd., atas nama Terdakwa Funan Mediana Pello, S.TH., SKM., M.H.”

Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan merujuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1956, pada Pasal 1 yang menyatakan “Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”

Merujuk pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA) Nomor 4 Tahun 1980, dalam hal ini diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan penuntutan pidana. Sebagaimana juga bercermin dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 129 K/Kr/1979 tanggal 16 April 1980, yang mengandung kaedah hukum:

“karena pemeriksaan di Pengadilan Negeri telah berlanjut dan terbentur pada prejudichill geschil tentang hak milik atas tanah, maka tidak dapat diberi putusan berupa tidak dapat diterima tuntutan ataupun putusan berupa lepas dari segala tuntutan hukum dan yang seharusnya ditempuh adalah:

(1) Menunda sidang sampai Hakim Perdata menentukan siapa yang berhak atas tanah tersebut dengan memberi waktu tertentu kepada Terdakwa untuk mengajukan perdata, atau;

(2) Perkara langsung diputus oleh Hakim Pidana berdasarkan bukti-bukti dalam pemeriksaan pidana.”

Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung RI sebagaimana putusannya register Nomor 1464 K/PID/2016 tanggal 20 Februari 2017, membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

“Bahwa alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena perkara a quo adalah putusan yang bukan merupakan putusan terkait dengan pokok perkara dimana Judex Facti Pengadilan Tinggi Manado memerintahkan kepada Judex Facti Pengadilan Negeri Manado untuk memeriksa kembali perkara pidana Pemohon Kasasi / Terdakwa;

“Bahwa seharusnya Judex Facti Pengadilan Negeri Manado melaksanakan terlebih dahulu putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Manado tersebut untuk memeriksa kembali perkara pidana Pemohon Kasasi / Terdakwa, dan apabila Pemohon Kasasi / Terdakwa merasa keberatan dengan putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Manado maka keberatan tersebut akan dicatat dalam Berita Acara Persidangan dan pengajuan terhadap keberatan tersebut dilakukan bersamaan dengan pengajuan keberatan terhadap pemeriksaan pokok perkaranya;

“Bahwa dengan demikian pengajuan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi / Terdakwa yang berdiri sendiri tanpa terlebih dahulu menunggu pemeriksaan terkait pokok perkaranya harus dinyatakan tidak dapat diterima;

M E N G A D I L I :

- Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa FUNAN MEDIANA PELLO, S.TH., S.KM., MH tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.