LEGAL OPINION
Minimnya Perlindungan Hukum bagi Pembeli Tanah Girik
Question: Apa mungkin, pembeli tanah girik sekalipun saat pertama kali beli pihak penjual menyertakan prasyarat adanya surat keterangan riwayat tanah dan surat ukur dari pihak kepala desa sebagai alat bukti kepemilikan, namun surat-surat yang terbitkan pihak kantor desa tersebut masih bisa dibatalkan orang lain?
Brief Answer: Carut-marut administrasi dan tata kelola register pertanahan Hukum Adat (tanah girik) baik pada Kantor Desa maupun Kelurahan, sudah dikenal dan sudah menjadi “rahasia umum”. Pihak Kepala Desa maupun Lurah kerap menerbitkan surat keterangan terkait tanah girik yang menyesatkan, data yang tidak akurat baik dari segi data yuridis maupun data fisik seperti luas tanah dan batas-batas atau lokasi tanah, menerbitkan surat keterangan bagi dua pihak pemegang hak tanah girik yang berbeda di atas bidang tanah yang sama (overlaping), hingga berbagai mal-administrasi yang disengaja maupun yang dilakukan secara penuh kelalaian.
Akibatnya, seperti yang telah kita duga, berbagai surat keterangan yang diterbitkan oleh pihak Kantor Desa maupun Kelurahan terkait tanah girik, mulai dari surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan tiada sengketa, surat ukur, dsb, kerap digugat oleh warga lain dan dinyatakan batal serta tidak sah disamping tidak mengikat oleh putusan pengadilan perkara perdata gugat-menggugat. Maksud hati memperoleh untung besar dengan membeli tanah girik yang dikenal lebih murah dari tanah yang telah bersetifikat oleh Kantor Pertanahan, bisa berbuntut pada kerugian besar bilamana ternyata terdapat “cacat tersembunyi” tanah girik yang dibeli dan baru kita ketahui dikemudian hari.
PEMBAHASAN:
Tiada jaminan keamanan bagi pihak pembeli, bila sekalipun calon penjual menawarkan sebidang tanah girik lengkap dengan Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa / Kelurahan setempat, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 183 K/Pdt/2017 tanggal 30 Maret 2017, perkara antara:
- FUNAN MEDIANA PELLO, STh., SKM., M.H., sebagai Pemohon Kasasi semula selaku Tergugat II; melawan
- BOBBY TUERAH, sebagai Termohon Kasasi semula selaku Penggugat; dan
1. PAULA MARIA WEKANG; 2. MARIE FRISKA KOLOAY; 3. JOHANIS TAMPAH; 4. KEPALA WILAYAH KECAMATAN KALAWAT (Turut Tergugat III); 5. HUKUM TUA DESA TETEMPANGAN (Turut Tergugat IV); 6. NOTARIS / PPAT FERRY VIDDONUS TATUIL, S.H., M.Kn. (Turut Tergugat V), sebagai Para Turut Termohon Kasasi semula selaku Tergugat I dan Para Turut Tergugat.
Adapun dalil Penggugat, ia memiliki sebidang tanah perkebunan yang terletak di Desa Maumbi (sekarang Desa Watutumou), berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 26/1987, tertanggal 05-02-1987 dengan luas 110.470 m2, kepemilikan mana diperoleh Penggugat berdasarkan Akta Jual Beli Nomor tertanggal 30 Maret 1999.
Mei 2014, Penggugat mengajukan permohonan pengembalian batas Sertifikat Hak Milik miliknya tersebut kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Utara dan Kantor Wilayah Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Utara. Setelah dilakukan pengembalian batas oleh Kantor Wilayah Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Utara, maka luas tanah dalam Sertifikat Hak Milik Penggugat tersebut menjadi 109.780 m2.
Tanpa sepengetahuan dari Penggugat, sebagian tanah milik Penggugat sekarang ini telah dikuasai oleh Tergugat I dan Tergugat II. Beberapa waktu kemudian Penggugat pergi ke lokasi objek tanah, ternyata Paula Maria Wekang dan Funan Mediana Pello menguasai objek tanah. Penggugat menegur Tergugat I dan Tergugat II untuk keluar dari objek tanah sengketa karena Penggugat akan mempergunakannya, akan tetapi Tergugat I dan Tergugat II tidak mengindahkan.
Tanpa sepengetahuan Penggugat, sebagian objek sengketa oleh Turut Tergugat IV telah menerbitkan surat-surat kepemilikan kepada Tergugat II, serta pula tanpa sepengetahuan Penggugat, sebagian objek sengketa oleh Turut Tergugat III telah menerbitkan surat-surat berupa Akta Jual Beli kepada Tergugat II. Begitu pula tanpa sepengetahuan dari Penggugat, Turut Tergugat V telah menerbitkan Akta Jual Beli tertanggal 2 Juli 2013 pada sebagian tanah objek sengketa dengan luas 24.500 m2 dimana yang menjadi pihak penjual ialah Tergugat II, sementara pihak pembeli adalah Tergugat l.
Dengan demikian Penggugat mendalilkan, penguasaan Tergugat I dan Tergugat II pada sebagian (menduduki) objek sengketa tanpa izin dari Penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian bagi pihak Penggugat. Dengan demikian, konsekuensi yuridisnya ialah segala penerbitan surat-surat yang berkaitan dengan objek sengketa atau semua alas hak yang berkaitan dengan objek sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat I, Tergugat II, dan para Turut Tergugat menjadi turut pula tidak sah, tidak mengikat, dan batal demi hukum.
Posisi hukum Tergugat I menjadi dilematis, selaku pembeli apakah tidak mendapatkan perlindungan hukum? Turut Tergugat II menjual tanah kepada Tergugat II, sebelum kemudian Tergugat II menjualnya kepada Tergugat I. Namun telah ternyata objek tanah yang diperjual-belikan tersebut mengandung “cacat tersembunyi” karena terdapatnya gugatan ini yang mendalilkan bahwa objek jual-beli yang dibeli pihak Tergugat I tersebut masuk ke dalam bagian tanah milik Penggugat yang telah didaftarkan dan bersertifikat oleh Kantor Pertanahan.
Terhadap gugatan demikian, Pengadilan Negeri Airmadidi kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 128/Pdt.G/2014/PN.Arm., tanggal 17 September 2015, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menetapkan objek sengketa yang merupakan bagian tanah yang termasuk dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 26 Desa Maumbi sekarang Desa Watutumou, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, dengan batas-batas keseluruhan sebagai berikut: ... Adalah sah menurut hukum milik Penggugat;
3. Menetapkan perbuatan Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, Turut Tergugat IV dan Turut Tergugat V dengan melakukan transaksi jual beli terhadap objek sengketa adalah merupakan perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan Penggugat;
4. Menetapkan penerbitan surat-surat yang berkaitan dengan objek sengketa dan atau semua alas hak yang melekat pada objek sengketa yang dikeluarkan oleh Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, Turut Tergugat IV, Turut Tergugat V adalah tidak sah dan tidak mengikat;
5. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, Turut Tergugat IV, Turut Tergugat V dan/atau siapa saja yang menduduki objek sengketa tersebut untuk mengosongkan dan menyerahkan kepada Penggugat dalam keadaan kosong, bila perlu dengan bantuan alat Negara;
6. Menetapkan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, Turut Tergugat IV dan Turut Tergugat V untuk taat dan patuh pada putusan ini;
7. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, Turut Tergugat IV dan Turut Tergugat V untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) secara tanggung renteng setiap hari, setiap Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, Turut Tergugat III, Turut Tergugat IV, dan Turut Tergugat V lalai memenuhi isi putusan ini terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Turut Tergugat II, putusan Pengadilan Negeri di atas telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi dengan Putusan Nomor 74/PDT/2016/PT.MND, tanggal 24 Juni 2016.
Pihak Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara seksama memori kasasi pada tanggal 5 Agustus 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 9 September 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Manado yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Airmadidi, tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa tanah objek sengketa merupakan bagian dari Sertifikat Hak Milik Nomor 26 Tahun 1987 Gambar Situasi Nomor 76 Tahun 1987 tanggal 5 Februari 1987 seluas 110.470 m2 yang dahulunya berasal dari Maramis Ticoalu Korah dijual kepada Mawardi dihadapan Notaris PPAT Drs. Albert Goenarho, S.H., seharga Rp53.500.000,00 vide Akta Jual Beli Nomor 12/JB/Did/II/1998 tanggal 13 Februari 1998, yang kemudian oleh Mawardi dijual kepada Penggugat Bobby Tuerah seharga Rp54.000.000,00 berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 16/JB/Did.III/1999 tanggal 30 Maret 1999;
“Bahwa jual beli oleh Tergugat II kepada Tergugat I atas tanah seluas 24.500 m2 telah masuk / tercaplok sebagian tanah milik Penggugat yang merupakan bagian dari tanah Sertifikat Hak Milik 26 Tahun 1987, sehingga merupakan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi FUNAN MEDIANA PELLO, STh., SKM., M.H., tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi FUNAN MEDIANA PELLO, STh., SKM., M.H., tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.