MANUSIA
SAMPAH (SPAMMER)
Tidak Mengerti Hukum, namun Ingin Menggurui Sarjana Hukum dan Profesional Dibidang Hukum perihal Hukum?
Menyebut Diri dengan Inisial sebagai “INDO LAWYERS”, namun
Bukan Berprofesi sebagai Lawyer juga Bukan Dibidang Hukum, CIRI-CIRI PENIPU DAN
PENIPUAN!
Kedua komentar di bawah, yakni dengan inisial “INDO LAWYERS” serta “Fenny Imelda”, disampaikan tepat pada jam yang sama (kedua-duanya 20 jam yang lalu sejak tanggapan ini penulis buat), dengan diskredit serta caci maki yang sama, merupakan buntut ketika penulis sedang menjadi konsultan hukum bagi seorang klien yang menghadapi mafia tanah yang berkolusi dengan lembaga keuangan perbankan, dimana penulis mengungkap modus-modus pemerasan dengan kedok bunga, bunga berbunga, denda, denda terhadap tunggakan, denda terhadap bunga, bunga terhadap denda, biaya administrasi miliaran rupiah, tagihan biaya pemberesan miliaran rupiah TANPA DASAR (bunga terselubung, alias PRAKTIK RENTENIR).
Intimidasi, merupakan ciri khas
mafia, salah satunya mafia tanah. Telah ternyata “INDO LAWYERS” serta “Fenny
Imelda” merupakan antek-antek dari mafia tanah yang sedang dihadapi klien penulis.
Agar kepada masyarakat berhati-hati, terutama terhadap mereka yang berafiliasi
atau bernama “INDO LAWYERS” serta “Fenny Imelda”.
Sebagai penulis, penulis tidak
perduli apa kata dua orang suruhan mafia tanah tersebut yang berinisial “INDO
LAWYERS” serta “Fenny Imelda”, karena tidak penting, bagaikan sampah komentar
para “spammer” (manusia sampah).
Terdapat jutaan pembaca website hukum yang penulis kelola, dan itulah yang
terpenting bagi penulis selaku penulis, dan biarkanlah jutaan masyarakat
Indonesia yang akan menilai dan menjadi juri serta hakimnya, siapa yang benar
dan siapa yang telah menyesatkan publik.
Selebihnya, penulis serahkan
kepada HUKUM KARMA. Biarkanlah mereka yang memiliki niat jahat dan buruk, akan
memetik buah KARMA BURUK mereka sendiri. Seorang “spammer” (manusia sampah yang berbau busuk, hanya mengundang lalat
jorok dan sumber penyakit), dengan inisial “INDO LAWYERS” mencaci-maki dan
mendiskreditkan hingga melecehkan penulis namun tidak mampu membantah ataupun
mendebat satupun teori yang penulis paparkan dalam berbagai publikasi pada
website yang penulis kelola ini. Berikut tanggapan penulis sebagai balasannya:
Lucu sekali, perasaan dan
pengalaman korban dilecehkan, namun pelaku yang menjahati korbannya justru
tidak dilecehkan alias dibela dan dibenarkan. Seperti itu ya, yang diajarkan
oleh orangtua, guru, dan agama Anda? Anda itu manusia atau hewan? Hewan saja
masih boleh menjerit ketika disakiti, berarti Anda lebih hina daripada hewan. Menjerit,
adalah HAK ASAS KORBAN, setidaknya itu ajaran agama saya, bukan agama Anda yang
lebih pro terhadap PENDOSA (penghapusan dosa, enak di pelaku, rugi di korban).
Toh, jutaan orang pembaca rutin menjadi pengunjung website saya, bukan website
sepi milik Anda.
Spammer berinisial “INDO
LAWYERS” tersebut sedang membicarakan dirinya sendiri rupanya, mengakui dirinya
sebagai : Jaman sekarang semua orang perlu berhati-hati, terlalu banyak orang dengan
mudah mengaku ahli dalam bidang tertentu. Dan tong kosong nyaring bunyinya
Melihat tulisan, pembahasan dan cara ybs. dalam berkomunikasi yg penuh dengan
kepahitan, kebencian dan hujatan, dapat diduga INDO LAWYER penuh IRI HATI
DENGKI SIRIK tersebut memiliki masalah kejiwaan atau masa kecil tidak bahagia.
Sekolah Dasar saja, Anda tidak
lulus. “Zaman”, bukan “Jaman”. Melihat tulisan Anda yang tidak pro terhadap
korban, sama artinya Anda sama bejat dengan para pendosa yang saya kritik
tersebut.
Tidak mampu mendebat, gagal
membantah, hanya bisa menghujat, semata karena dengki dan iri hati. INDO
LAWYERS adalah lawyer TIDAK LAKU yang KURANG KERJAAN, karenanya repot-repot
menghujat kesana-kemari kompetitornya dibidang jasa hukum.
Semata karena website penulis
mengungkap secara gamblang praktik gelap lawyer di Indonesia yang kerap menjadi
“mafia hukum” serta tidak etis meski mengaku berkode etik, lawyer berinisial
INDO LAWYERS tersebut merasa tersinggung, lantas mencoba menghina penulis.
Buktinya, INDO LAWYERS mengaku sebagai lawyer, namun dirinya sendiri telah
melanggar UU ITE dan bilamana penulis tahu identitasnya, tentu sudah penulis
penjarakan (pidanakan). Tahu hukum, namun melanggar hukum, itulah INDO LAWYERS.
To lawyer penuh IRI DENGKI dan
SIRIK dibalik INDO LAWYERS, penulis tidak perduli apa kata komentar Anda. Toh,
jutaan pembaa publikasi dan karya tulis penulis yang akan menilai dan menjadi
hakim serta jurinya. Toh, Hukum Karma yang akan menjawabnya, penulis atau Anda
yang merupakan “manusia sampah” dan “manusia gagal”.
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā
sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Brahmana
Akkosaka Bhāradvāja, Bhāradvāja si pemaki, mendengar: “Dikatakan bahwa brahmana
dari suku Bhāradvāja telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani
kehidupan tanpa rumah di bawah Petapa Gotama.” Marah dan tidak senang, ia
mendatangi Sang Bhagavā dan mencaci dan mencerca Beliau dengan kata-kata kasar.
Ketika ia telah selesai
berbicara, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Bagaimana menurutmu, Brahmana?
Apakah teman-teman dan sahabat-sahabat, sanak keluarga dan saudara, juga para
tamu datang mengunjungimu?”
“Kadang-kadang mereka datang
berkunjung, Guru Gotama.”
“Apakah engkau mempersembahkan
makanan atau kudapan kepada mereka?”
“Kadang-kadang aku
melakukannya, Guru Gotama.”
“Tetapi jika mereka tidak
menerimanya darimu, maka milik siapakah makanan-makanan itu?”
“Jika mereka tidak menerimanya
dariku, maka makanan-makanan itu tetap menjadi milikku.”
“Demikian pula, Brahmana,
kami—yang tidak mencaci siapa pun, yang tidak memarahi siapa pun, yang tidak
mencerca siapa pun—menolak menerima darimu cacian dan kemarahan dan semburan
yang engkau lepaskan kepada kami. Itu masih tetap milikmu, Brahmana! Itu masih
tetap milikmu, Brahmana!”
“Brahmana, seseorang yang
mencaci orang yang mencacinya, yang memarahi orang yang memarahinya, yang
mencerca orang yang mencercanya—ia dikatakan memakan makanan, pertukaran.
Tetapi kami tidak memakan makananmu; kami tidak memasuki pertukaran. Itu masih
tetap milikmu, Brahmana! Itu masih tetap milikmu, Brahmana!”
Itu TETAP MILIKMU, INDO
LAWYERS!
Terdapat seorang “manusia
sampah” (spammer) lainnya yang membuat
komentar negatif pada saat bersamaan dengan komentator negatif di atas, bernama
Fenny Imelda, memposting secara publik kalimat melecehkan terhadap profil
bisnis penulis di profil bisnis penulis, dengan komentar yang dipublikasikan ke
publik, berupa : “Pemikirannya aneh dan
tampangnya juga aneh. Berdasarkan apa bank disebut rentenir???”
Setelah penulis lacak pemilik nama
“Fenny Imelda”, ternyata yang bersangkutan BUKANLAH SEORANG SARJANA HUKUM,
bahkan hanya seorang sarjana PERTANIAN! Lantas,
atas dasar kompetensi hukum apa bagi dirinya menghakimi profesi hukum sesuai
kompetensi orang lain yang dirinya lecehkan? Bagaikan bebek hendak mengajari
seekor rajawali cara untuk terbang, tidak sadar diri dan gagal bercermin diri. Berikut
tanggapan penulis sebagai balasannya:
Fenny Imelda sedang
membicarakan diri Fenny Imelda sendiri ya? Oh, ternyata Fenny Imelda
buka-bukaan tentang dirinya secara vulgar sebagai “Pemikirannya aneh dan
tampangnya juga aneh”.
‘Blak-blakan Jusuf Hamka: Bank
Syariah Lebih Kejam’ https:// finance. detik. com
Jul 23, 2021 — Jusuf Hamka
menilai perilaku bisnis manajemen Bank Syariah ternyata lebih kejam dari bank konvensional.
“Penulis sudah lapor ke polisi,”
Fenny Imelda SALAH ALAMAT jika
mau komplain.
Sudah bukan rahasia lagi, namun
merupakan “rahasia umum”, bank bukan hanya mengambil keuntungan dan menghisap
debitornya dari bunga, namun juga “bunga berbunga” (bunga majemuk), denda,
denda terhadap denda tertunggak, denda terhadap bunga, denda terhadap pokok
hutang tertunggak, bunga terhadap denda, pinalti, provisi, biaya administrasi,
biaya pengacara, biaya balai lelang, biaya ini itu, yang membuat bank menjadi
gemuk, raksasa, dinasti, dan beranak-pinak. Darimana semua biaya operasional tersebut,
dari sebatas bunga?
Jangan lupa, bank juga harus bayar
bunga bagi nasabah penabungnya, sehingga bunga yang dibayarkan oleh nasabah
debitornya tidak pernah akan mencukupi bagi bank untuk menjadi raksasa. Tidak
sedikit diantara klien dari penulis, berlatar-belakang nasabah debitor, pokok hutangnya
membengkak berkali-kali lipat hanya dalam tempo beberapa bulan serta beberapa
tahun, berujung dilelang eksekusi agunan miliknya bahkan hingga dipailitkan—kebenaran
di atas merupakan “pernyataan kebenaran” yang penulis sampaikan, dimana bila
penulis berkata dusta dalam uraian dalam publikasi ini maka penulis akan masuk
neraka; namun bila penulis telah berkata jujur apa adanya, maka semoga Fenny
Imelda kelak akan mencicipi terjerat atau menjadi korban praktik RENTENIR
kalangan perbankan di Indonesia.
Itulah sebabnya banyak bank
asing tertarik masuk ke Indonesia, karena memang regulasi di Indonesia memungkinkan
bank untuk berpraktik ala RENTENIR. Menurut penuturan seorang mantan pegawai
bank yang pernah berjumpa dengan penulis, di luar negeri tidak seperti di Indonesia
praktik perbankan, dibiarkan secara leluasa demikian menghisap dan mencekik
leher debitornya, liberalisasi perbankan di Indonesia demikian menyerupai “lintah
darat”.
Bukti bahwa praktik perbankan
di Indonesia, yang dikenal memungut pula serta denda, bunga, denda terhadap
tunggakan, bunga berbunga, dan lain sebagainya, telah diakui oleh pengadilan
sebagai praktik RENTENIR, sebagaimana dapat kita jumpai dalam preseden berupa putusan
Mahkamah Agung R.I. No. 2027 K/Pdt/1984, tanggal 23 April 1986: [Sumber :
Majalah Hukum Varia Peradilan No.18.Tahun. II. Maret.1987. Hlm. 5.]
Berdasar Akta Puchase Agreement, Penggugat telah
membeli dari Tergugat, suatu Debt Instrument-promissory more dengan nilai
nominal US dollar 225.000,- yang ditarik dan ditandatangani oleh Tergugat
dengan janji Tergugat akan dibebani bunga, denda serta ongkos lainnya, berupa
biaya notaris, biaya penagihan, bila terjadi keterlambatan pada hari jatuh
tempo.
Pengadilan Negeri di dalam putusannya tidak dapat
menerima gugatan Penggugat.
Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan
Negeri dengan mengabulkan sebagian gugatan Penggugat, yang menghukum Tergugat
membayar kembali kepada Penggugat – nominal promessory note US dollar 225.000,-
ditambah dengan bunga 6% per tahun.
Mahkamah Agung R.I. dalam putusannya telah
membenarkan pertimbangan judex facti dengan menolak keberatan yang diajukan
oleh Pemohon Kasasi, dengan pertimbangan yang pada intinya sebagai berikut:
Bahwa meskipun persoalan
denda (penalty) serta ongkos-ongkos lainnya telah diperjanjikan oleh para pihak, namun menurut Mahkamah
Agung, karena denda yang telah diperjanjikan tersebut jumlahnya terlampau
besar, sehingga pada hakekatnya merupakan suatu “BUNGA YANG TERSELUBUNG”
maka berdasar atas rasa keadilan, hal tersebut tidak dapat dibenarkan oleh
Mahkamah Agung. Karena itu tuntutan tentang pembayaran denda tersebut harus
ditolak.