Diterbitkan Lalu Seketika Itu Juga Diubah dengan Peraturan Baru Atas Pokok Pengaturan yang Sama, Ibarat Mempermainkan Masyarakat
Hukum Tambal-Sulam, Menjadikan Publik (Subjek
Pengemban Hukum) sebagai Kelinci Percobaan
Question: Apakah ada peraturan, yang membatasi pemerintah untuk tidak begitu mudahnya bongkar-pasang peraturan, semisal suatu peraturan paling cepat hanya boleh diubah setelah sekian tahun?
Brief Answer: Terdapat sebuah peraturan di tingkat kementerian
(Peraturan Menteri) yang umurnya sangat pendek, yakni diterbitkan pada tanggal
2 Februari 2022, namun kemudian pada tanggal 26 April 2022 diubah oleh
Peraturan Menteri yang baru—dengan demikian, hanya dalam tempo kurang dari 2
(dua) bulan, peraturan dimaksud telah dibatalkan sendiri oleh pihak regulator
dengan diterbitkannya peraturan yang baru atas pokok pengaturan yang sama,
akibat protes besar-besaran yang diajukan oleh kalangan buruh / pekerja.
Adapun lembaga yang memegang rekor paling kerap
tambal-sulam peraturan, ialah lembaga Mahkamah Agung RI, yang setiap tahunnya
“rajin” menerbitkan berbagai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang Rumusan
Rapat Pleno (quasi legislative function),
dimana SEMA yang diterbitkan dalam hitungan satu atau dua kemudian sebagian isi
pengaturannya ialah koreksi terhadap berbagai SEMA yang diterbitkan tahun-tahun
sebelumnya—sehingga terkesan dirumuskan secara tidak matang, gegabah, serta
seolah menjadi ajang “try and failure”
dengan menjadikan nasib masyarakat umum pencari keadilan sebagai ajang
pertaruhannya.
PEMBAHASAN:
Bandingkan dan temukan perbedaan prinsipil kedua
regulasi yang mengatur hal yang sama berikut, dimana keduanya diterbitkan
dengan selisih waktu hanya hitungan beberapa bulan:
PERATURAN
MENTERI KETENAGAKERJAAN
NOMOR 4 TAHUN 2022
TENTANG
TATA CARA DAN PERSYARATAN
PEMBAYARAN
MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Menimbang
:
a. bahwa
manfaat jaminan hari tua bertujuan untuk memberikan kepastian tersedianya
sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat tidak produktif lagi;
b. bahwa
dengan adanya dinamika hubungan industrial dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat perlu dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan pelindungan tenaga
kerja di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan;
c. bahwa
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang merupakan amanat Pasal 26
ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Hari Tua, harus disesuaikan dengan dinamika kebutuhan peserta
jaminan hari tua sehingga perlu diganti;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua;
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya
disingkat JHT adalah manfaat uang
tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun,
meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
2. Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah
membayar iuran.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
4. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
adalah identitas sebagai bukti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki
nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial
ketenagakerjaan yang diterbitkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
penahapan kepesertaan.
Pasal 2
(1)
Peserta program JHT terdiri atas:
a.
Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara
negara; dan
b.
peserta bukan penerima upah.
(2)
Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a.
pekerja pada perusahaan;
b.
pekerja pada orang perseorangan; dan
c. orang
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
(3)
Peserta bukan penerima upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a.
pemberi kerja;
b.
pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
c.
Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.
Pasal 3
(1)
Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a meliputi:
a.
pemegang saham atau pemilik modal; dan
b. orang
perseorangan yang mempekerjakan pekerja dan tidak menerima upah.
(2)
Pekerja diluar hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf
b termasuk pekerja dengan hubungan kemitraan.
BAB II
PERSYARATAN
PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 4
Manfaat
JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
a.
mencapai usia pensiun;
b.
mengalami cacat total tetap; atau
c.
meninggal dunia.
Pasal 5
(1)
Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja.
(2)
Peserta yang berhenti bekerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Peserta yang mengundurkan diri;
b.
Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja; dan
c.
Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Bagian
Kedua
Peserta
Mencapai Usia Pensiun
Pasal 6
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a dibayarkan secara tunai dan sekaligus kepada Peserta pada saat:
a.
mencapai usia pensiun sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama; atau
b.
mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), manfaat JHT dapat
dibayarkan kepada:
a.
Peserta karena berakhirnya jangka waktu dalam perjanjian kerja; atau
b. Peserta
bukan penerima upah karena berhenti bekerja.
Pasal 7
Permohonan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dapat diajukan oleh Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan,
dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan; dan
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.
Bagian
Ketiga
Peserta
yang Mengundurkan Diri
Pasal 8
Manfaat JHT bagi Peserta
yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1
(satu) bulan terhitung sejak diterbitkan keterangan pengunduran diri dari
pemberi kerja.
Pasal 9
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 disampaikan oleh Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan
melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya; dan
c.
keterangan pengunduran diri dari pemberi kerja tempat Peserta bekerja.
Bagian
Keempat
Peserta
yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja
Pasal 10
Manfaat JHT bagi Peserta
yang terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) huruf b dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa
tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pemutusan hubungan kerja.
Pasal 11
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disampaikan oleh Peserta kepada BPJS
Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya; dan
c. tanda
terima laporan pemutusan hubungan kerja dari instansi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, atau surat laporan pemutusan
hubungan kerja dari pemberi kerja kepada instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, atau pemberitahuan pemutusan hubungan
kerja dari pemberi kerja dan pernyataan tidak menolak PHK dari pekerja, atau
perjanjian bersama yang ditandatangani oleh pengusaha dan pekerja/buruh, atau
petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial.
Bagian
Kelima
Peserta
Yang Meninggalkan Indonesia Untuk Selama-Lamanya
Pasal 12
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dibayarkan kepada Peserta
yang merupakan warga negara asing.
(2)
Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan pada saat sebelum
atau setelah Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Pasal 13
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 disampaikan oleh Peserta
kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b.
paspor; dan
c. surat
pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia.
Bagian
Keenam
Peserta
Mengalami Cacat Total Tetap
Pasal 14
(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami
cacat total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dibayarkan kepada
Peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun.
(2) Hak
atas manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan mulai
tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat
total tetap.
(3)
Mekanisme penetapan cacat total tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disampaikan oleh Peserta kepada BPJS
Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya; dan
c. surat
keterangan dokter pemeriksa dan/atau dokter penasihat.
Bagian
Ketujuh
Peserta
Meninggal Dunia
Pasal 16
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c dibayarkan kepada ahli waris Peserta.
(2) Ahli
waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
janda;
b. duda;
atau
c. anak.
(3)
Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada,
manfaat JHT dibayarkan sesuai urutan sebagai berikut:
a.
keturunan sedarah Peserta menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai
derajat kedua;
b.
saudara kandung;
c.
mertua; dan
d. pihak
yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Peserta.
(4)
Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf d tidak ada, manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1)
Pengajuan pembayaran manfaat JHT oleh ahli waris bagi Peserta yang meninggal
dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disampaikan oleh ahli waris Peserta
kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan kematian dari dokter atau pejabat yang berwenang;
c. surat
keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang atau surat penetapan ahli
waris dari pengadilan; dan
d. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.
(2)
Dalam hal Peserta yang meninggal dunia merupakan warga negara asing, pengajuan
manfaat JHT disampaikan oleh ahli waris Peserta dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan kematian dari pejabat yang berwenang;
c.
dokumen keterangan sebagai ahli waris yang diterbitkan oleh instansi atau
pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.
paspor atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.
BAB III
TATA
CARA PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Pasal 18
(1) Pembayaran
manfaat JHT dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan permohonan yang
diajukan oleh Peserta atau ahli warisnya apabila Peserta meninggal dunia,
dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 9,
Pasal 11, Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 17.
(2)
Lampiran persyaratan pengajuan pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa dokumen elektronik atau fotokopi.
(3) Penyampaian
permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
secara daring dan/atau luring.
(4) Pembayaran
manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak pengajuan dan persyaratan diterima secara lengkap dan benar
oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 19
BPJS
Ketenagakerjaan wajib melakukan
verifikasi atas permohonan dan dokumen persyaratan pengajuan pembayaran manfaat
JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 20
(1) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan
pembayaran manfaat JHT dan telah memenuhi persyaratan dokumen, tetapi masih
terdapat tunggakan iuran maka BPJS Ketenagakerjaan dapat membayar manfaat JHT
kepada Peserta sebesar iuran yang telah dibayarkan oleh pemberi kerja dan
Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan berikut hasil pengembangannya.
(2) Tunggakan iuran yang belum dibayarkan,
ditagihkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada pemberi kerja.
(3) Dalam hal tunggakan iuran telah dibayarkan
oleh pemberi kerja, BPJS Ketenagakerjaan wajib membayarkan kekurangan manfaat
JHT kepada Peserta atau ahli waris Peserta.
BAB IV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 21
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1230), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 143), ditarik kembali dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 22
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 26 April 2022
MENTERI
KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
IDA
FAUZIYAH
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 26 April 2022
DIREKTUR
JENDERAL
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BENNY
RIYANTO
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 451
PERATURAN MENTERI
KETENAGAKERJAAN
NOMOR 2 TAHUN 2022
TENTANG
TATA CARA DAN PERSYARATAN
PEMBAYARAN
MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Menimbang
:
a. bahwa
manfaat jaminan hari tua diberikan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta
menerima uang tunai jika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap,
atau meninggal dunia;
b. bahwa
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang merupakan amanat Pasal 26
ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Hari Tua, sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelindungan
peserta jaminan hari tua sehingga perlu diganti;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua;
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang
dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia,
atau mengalami cacat total tetap.
2.
Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah
membayar iuran.
3. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS
Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
4. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah identitas sebagai bukti kepesertaan BPJS
Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua
program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diterbitkan oleh BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan penahapan kepesertaan.
BAB II
PERSYARATAN
DAN PEMBAYARAN MANFAAT
JAMINAN
HARI TUA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 2
Manfaat
JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
a.
mencapai usia pensiun;
b.
mengalami cacat total tetap; atau
c.
meninggal dunia.
Bagian
Kedua
Peserta
Mencapai Usia Pensiun
Pasal 3
Manfaat JHT bagi Peserta
yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan
kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Pasal 4
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja.
(2)
Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Peserta mengundurkan diri;
b.
Peserta terkena pemutusan hubungan kerja; dan
c.
Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Pasal 5
Manfaat JHT bagi Peserta
mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan
Peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf b diberikan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam)
tahun.
Pasal 6
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c diberikan kepada Peserta
yang merupakan warga negara asing.
(2)
Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada saat sebelum atau
setelah Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Bagian
Ketiga
Peserta
Mengalami Cacat Total Tetap
Pasal 7
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b diberikan kepada Peserta yang mengalami cacat total tetap
sebelum mencapai usia pensiun.
(2) Hak
atas manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan mulai
tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat
total tetap.
(3)
Mekanisme penetapan cacat total tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian
Keempat
Peserta
Meninggal Dunia
Pasal 8
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf c diberikan kepada ahli waris Peserta.
(2) Ahli
waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
janda;
b. duda;
atau
c. anak.
(3)
Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada,
manfaat JHT diberikan sesuai urutan sebagai berikut:
a.
keturunan sedarah Peserta menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai
derajat kedua;
b.
saudara kandung;
c.
mertua; dan
d. pihak
yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Peserta.
(4)
Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf d tidak ada, manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kelima
Persyaratan
Pengajuan Manfaat Jaminan Hari Tua
Pasal 9
(1)
Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan; dan
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.
(2)
Persyaratan pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Peserta yang mengundurkan
diri dan Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja.
(3)
Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c dengan
melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia; dan
c.
paspor.
Pasal 10
Pengajuan
manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan dokter pemeriksa dan/atau dokter penasihat; dan
c. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.
Pasal 11
(1)
Pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris bagi Peserta yang meninggal dunia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan kematian dari dokter atau pejabat yang berwenang;
c. surat
keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang atau surat penetapan ahli
waris dari pengadilan;
d. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya dari ahli waris; dan
e. kartu
keluarga.
(2)
Dalam hal Peserta yang meninggal dunia merupakan warga negara asing, pengajuan
manfaat JHT oleh ahli waris Peserta dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan kematian dari pejabat yang berwenang;
c. surat
keterangan ahli waris dari kantor perwakilan negara tempat Peserta berasal; dan
d.
paspor atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.
Pasal 12
(1)
Lampiran persyaratan pengajuan manfaat JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
sampai dengan Pasal 11 dapat berupa dokumen elektronik atau fotokopi.
(2)
Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring
dan/atau luring..
Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua
Pasal 13
Manfaat
JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibayarkan secara tunai dan sekaligus
oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta atau ahli warisnya jika Peserta
meninggal dunia.
BAB III
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 14
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat
Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1230),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini
mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2022.
MENTERI
KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
IDA
FAUZIYAH
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 4 Februari 2022
DIREKTUR
JENDERAL
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BENNY
RIYANTO
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 451
CATATAN PENUTUP SHIETRA & PARTNERS:
Peraturan yang diuraikan
terakhir, barulah mulai efektif diberlakukan setelah 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal diundangkan. Namun belum sempat diberlakukan secara efektif,
seketika timbul polemik berupa protes keras dari kalangan pekerja / buruh,
sehingga pada bulan ke-2 peraturan tersebut pun “ditarik dan dinyatakan tidak
berlaku” yakni saat peraturan yang baru diterbitkan.
Dengan membuat komparasi atau
perbandingan dua peraturan yang mengatur hal yang sama tersebut diatas, maka
tidak lagi dapat timbul perdebatan apakah kalangan pekerja / pegawai yang
mengalami pemutusan hubungan kerja, namum belum mencapai usia pensiun 56 tahun,
dapat meminta agar Jaminan Hari Tua-nya (JHT) dapat dicairkan? Peraturan yang
lama menyatakan demikian secara eksplisit (tersurat), namun peraturan yang baru
telah menghapus frasa “56 tahun”, karenanya tidak lagi dapat diperdebatkan
bahwa JHT dapat seketika dan sewaktu-waktu dicairkan sekalipun belum berusia
pensiun.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.