Mekansime Permohonan Penghapustagihan Tunggakan Iuran dan Denda BPJS Ketenagakerjaan
Question: Apakah betul, ada cara untuk mohon penghapusan tagihan iuran ke BPJS Ketenagakerjaan?
Brief Answer: Dalam rangka pengurusan Piutang Iuran dan
Piutang Denda, BPJS Ketenagakerjaan diberi kewenangan untuk melakukan tindakan
Penghapus bukuan dan Penghapus tagihan Piutang Iuran maupun Piutang Denda,
setelah melalui proses penagihan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dalam hal telah
melewati jangka waktu 2 (dua) tahun dan Pemberi Kerja tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan kewajiban. Penghapus bukuan dan Penghapus tagihan diproses
oleh unit yang menjalankan fungsi pengawasan dan pemeriksaan di Kantor Pusat
BPJS Ketenagakerjaan dan ditetapkan melalui Keputusan Direksi BPJS
Ketenagakerjaan.
Selain alasan karena kegiatan
usaha telah mengalami bencana, Pemberi Kerja yang memiliki tunggakan harus
memenuhi persyaratan memiliki utang Iuran dan Denda dengan kategori “piutang macet”
dan sedang mengalami kesulitan keuangan. Pemberi Kerja yang memenuhi kriteria
demikian, menyampaikan permohonan Penghapus bukuan dan Penghapus tagihan
Piutang Denda ke Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan untuk kemudian dilakukan
verifikasi untuk disetujui atau tidaknya.
PEMBAHASAN:
PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PENGHAPUSBUKUAN DAN PENGHAPUSTAGIHAN PIUTANG IURAN DAN
PIUTANG DENDA
Menimbang : bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2020
tentang Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, perlu menetapkan Peraturan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tentang Penghapusbukuan dan Penghapustagihan
Piutang Iuran dan Piutang Denda;
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ini,
yang dimaksud dengan:
1. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
2. Pemberi Kerja adalah
orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang memperkerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
3. Peserta adalah setiap
orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar Iuran.
4. Iuran adalah sejumlah
uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau
Pemerintah.
5. Denda adalah sejumlah
uang yang harus disetor oleh Pemberi Kerja karena keterlambatan pelunasan dan penyetoran
Iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan.
6. Piutang Iuran adalah
Iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan yang telah jatuh tempo tetapi
belum dibayar lunas oleh Pemberi Kerja.
7. Piutang Denda adalah
Denda Iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan yang telah jatuh tempo
tetapi belum dibayar lunas oleh Pemberi Kerja.
8. Panitia Urusan Piutang
Negara, yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat
interdepartemental dan bertugas mengurus piutang negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. [Note SHIETRA & PARTNERS : Kini PUPN tidak lagi
berwenang menagih tunggakan iuran maupun denda kepala Pemberi Kerja, mengingat
sifat piutangnya bukanlah “piutang negara”. Sehingga, segala pengaturan terkait
PUPN dalam peraturan ini, tidak dapat diberlakukan.]
9. Penghapus bukuan
adalah tindakan penghapusan Piutang Iuran dan/atau Piutang Denda yang merupakan
transaksi internal BPJS Ketenagakerjaan tanpa menghapus hak tagih BPJS
Ketenagakerjaan kepada Pemberi Kerja.
10. Penghapus tagihan
adalah tindakan penghapusan hak tagih BPJS Ketenagakerjaan atas Piutang Iuran
dan/atau Piutang Denda kepada Pemberi Kerja.
11. Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi.
Pasal 2
(1) Pemberi Kerja wajib
memungut, membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada
BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Dalam hal Pemberi Kerja
terlambat membayar Iuran, dikenakan Denda sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan
keterlambatan yang dihitung dari Iuran yang seharusnya dibayar oleh Pemberi
Kerja.
(3) Denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikenakan paling banyak 12 (dua belas) bulan dan
ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Kerja.
Pasal 3
(1) BPJS Ketenagakerjaan
melakukan penagihan atas Piutang Iuran dan/atau Piutang Denda kepada Pemberi Kerja
sesuai ketentuan yang berlaku di BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Piutang Iuran dan/atau
Piutang Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan:
a. Piutang lancar;
b. Piutang kurang lancar;
c. Piutang diragukan; dan
d. Piutang macet.
(3) Untuk Piutang Iuran
dan/atau Piutang Denda kategori piutang lancar dan piutang kurang lancar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, proses penagihannya
dilakukan oleh unit kerja BPJS Ketenagakerjaan yang melaksanakan fungsi
keuangan.
(4) Untuk Piutang Iuran
dan/atau Piutang Denda kategori piutang diragukan dan piutang macet sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d, proses penagihannya dilakukan oleh
unit kerja BPJS Ketenagakerjaan yang melaksanakan fungsi pengawasan dan pemeriksaan.
(5) Untuk Piutang Iuran
dan/atau Piutang Denda kategori piutang diragukan dan piutang macet sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d, BPJS Ketenagakerjaan melimpahkan
pengurusan Piutang Iuran dan/atau Piutang Denda kepada PUPN.
(6) Sebelum dilimpahkan kepada
PUPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5), BPJS Ketenagakerjaan dapat bekerjasama
dengan instansi lain dalam melakukan optimalisasi penagihan atas Piutang Iuran
dan/atau Piutang Denda.
Pasal 4
Dalam rangka pengurusan Piutang Iuran dan Piutang Denda, BPJS Ketenagakerjaan
dapat melakukan tindakan Penghapus bukuan dan Penghapus tagihan, yang
terdiri dari:
a. Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan Piutang Iuran dan Piutang Denda; dan
b. Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan Piutang Denda.
Pasal 5
(1) Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan Piutang Iuran dan Piutang Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a dilakukan setelah melalui proses penagihan oleh BPJS Ketenagakerjaan
dan pengurusan oleh PUPN.
(2) Atas pengurusan piutang
sebagaimana dimaksud padaayat (1), PUPN menyatakan:
a. pengurusan piutang selesai
atau lunas; atau
b. piutang sementara belum
dapat ditagih.
(3) Pengurusan oleh PUPN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara.
(4) Peraturan
perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan peraturan yang terkait dengan pengurusan piutang negara
namun tidak termasuk Penghapus bukuan dan/atau Penghapus tagihan.
Pasal 6
(1) Dalam hal PUPN menyatakan
piutang sementara belum dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf b, Piutang Iuran dan Piutang Denda dapat dilakukan Penghapus bukuan.
(2) Penghapus tagihan Piutang
Iuran dan Piutang Denda dapat dilakukan dalam hal:
a. Penghapus bukuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun;
dan
b. Pemberi Kerja tidak
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban atau tidak diketahui keberadaannya
yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.
(3) Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diproses oleh
unit yang menjalankan fungsi pengawasan dan pemeriksaan di Kantor Pusat BPJS
Ketenagakerjaan.
(4) Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
melalui Keputusan Direksi BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 7
(1) Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan Piutang Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat
diberikan kepada:
a. Pemberi Kerja dengan kondisi
khusus; atau
b. Pemberi Kerja yang mengalami
Bencana.
(2) Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan Piutang Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak
1 (satu) kali dalam periode 2 (dua) tahun buku laporan keuangan BPJS
Ketenagakerjaan.
Pasal 8
(1) Pemberi Kerja dengan
kondisi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Pemberi Kerja yang memiliki
utang Iuran dan Denda dengan kategori diragukan dan macet; dan
b. Pemberi Kerja sedang
mengalami kesulitan keuangan.
(2) Pemberi Kerja sedang
mengalami kesulitan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diakibatkan
oleh keadaan sebagai berikut:
a. Usaha dalam proses bubar
dan/atau pailit;
b. usaha dalam likuidasi atau
upaya penyehatan; atau
c. usaha tidak beroperasi penuh
atau mengalami pembekuan kegiatan/izin usaha, dengan ketentuan:
1. seluruh atau sebagian kegiatan,
izin usaha utama, dan/atau izin usaha yang memberikan kontribusi pendapatan
terbesar dicabut oleh instansi yang berwenang memberikan izin usaha; dan/atau
2. usaha yang memberikan
kontribusi pendapatan terbesar tidak atau kurang berproduksi secara optimal.
(3) Pemberi Kerja yang
mengalami Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. lokasi usaha atau lokasi
proyek Pemberi Kerja berada di daerah yang terkena dampak Bencana; dan/atau
b. Pemberi Kerja terkena dampak
Bencana.
(4) Penghapus bukuan dan
Penghapus tagihan Piutang Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diberikan
kepada Pemberi Kerja untuk:
a. meringankan beban Pemberi
Kerja atau Peserta;
b. mendukung pemulihan
perekonomian di daerah yang terkena dampak Bencana; dan/atau
c. memenuhi amanat peraturan
perundang-undangan atau kebijakan pemerintah pusat bahwa lembaga usaha
berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusian dalam melaksanakan fungsi
ekonominya dalam penanggulangan Bencana.
Pasal 9
(1) Pemberi Kerja yang memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyampaikan permohonan Penghapus
bukuan dan Penghapus tagihan Piutang Denda ke Kantor Cabang BPJS
Ketenagakerjaan.
(2) Kantor Cabang BPJS
Ketenagakerjaan melakukan verifikasi permohonan sesuai kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8.
(3) Verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam kajian bersama petugas dari unit yang melaksanakan
fungsi pengawasan dan pemeriksaan, kepesertaan, dan keuangan di lingkungan BPJS
Ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal verifikasi dan
kajian bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan bahwa permohonan memenuhi
persyaratan, dilakukan proses persetujuan oleh pejabat yang berwenang di
lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.
(5) Batasan kewenangan pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan
Direksi BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 10
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 September 2020
DIREKTUR UTAMA
BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN,
ttd.
AGUS SUSANTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 September 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL
Pasal 4
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:
e. akuntabilitas;
Pasal 7
(1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah badan hukum publik
berdasarkan Undang-Undang ini.
[Note SHIETRA & PARTNERS : Karenanya,
bisa juga BPJS dilaporkan ke Ombudsman, atas perhitungan ataupun sikap abai /
penyimpangan yang sewenang-wenang dari BPJS, namun sifatnya bukan ajudikasi,
mengingat produk yang dapat diterbitkan oleh Ombudsman hanya sejauh dan sebatas
“surat rekomendasi” bagi institusi pemerintahan terkait sehingga kurang atau tanpa
kekuatan mengikat bagi institusi bersangkutan.]
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Penyelesaian Pengaduan
Pasal 48
(1) BPJS wajib membentuk unit
pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta.
(2) BPJS wajib menangani
pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
(3) Ketentuan mengenai unit
pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan BPJS.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi
Pasal 49
(1) Pihak yang merasa dirugikan
yang pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh unit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya dapat dilakukan melalui mekanisme
mediasi.
(2) Mekanisme mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan mediator yang
disepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis.
(3) Penyelesaian sengketa
melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
penandatangan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh kedua belah
pihak.
(4) Penyelesaian sengketa
melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara
tertulis, bersifat final dan mengikat.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 50
Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu
pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi tidak
dapat terlaksana, penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di
wilayah tempat tinggal pemohon.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.