Makna “Barang Bukti Dikembalikan kepada Pihak yang
Berhak” dalam Amar Putusan Perkara Pidana
Amar Putusan Pantang untuk Menyisakan / Melahirkan Ambiguitas
Question: Di salinan putusan pidana yang kami dapatkan, hakim memutuskan bahwa barang bukti yang sebelumnya disita pidana oleh penyidik kepolisian, “dikembalikan kepada pihak yang berhak”. Nah, pihak yang berhak ini secara definitifnya siapa, pihak yang mana? Antara pihak pelapor alias korban, dan pihak terlapor alias terdakwa, masing-masing saling mengklaim sebagai pemilik yang sah dan yang paling berhak.
Brief Answer: Dari banyak preseden yang ada, “pihak yang
berhak” acapkali dimaknai sebagai pihak yang namanya tercantum dalam bukti
kepemilikan sepanjang bukti kepemilikan tersebut belum pernah dibatalkan oleh
pengadilan, semisal berupa dokumen bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB),
maka ia-lah yang akan dikategorikan sebagai pihak yang berhak atas barang bukti
yang tidak lagi butuh disita untuk proses pembuktian di persidangan.
Akan tetapi, tidak jarang kondisi menjadi begitu
dilematis bilamana perkara pidana mengandung unsur sengketa kepemilikan
(perdata), yang perlu terlebih dahulu diselesaikan lewat gugatan perdata untuk
ditentukan siapakah yang merupakan pemilik sah, sebelum diproses secara pidana.
Ketika terjadi kerumitan berupa tarik-menarik kepentingan demikian, maka
biasanya oleh hakim perkara pidana terkait barang bukti dalam amar putusannya
dinyatakan “dikembalikan kepada siapa benda itu disita”, bukan lagi secara
ambigu “dikembalikan kepada pihak yang berhak” sebagaimana bunyi Undang-Undang.
PEMBAHASAN:
Kedua norma hukum berikut,
sifatnya kurang akomodatif terhadap kasus-kasus pidana yang berangkat dari
laporan terkait pidana penggelapan ataupun penipuan, mengingat sifatnya tidak
jarang mengandung faktor sengketa kepemilikan antara pihak sesama warga sipil. Pasal
39 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur : “Barang-barang kepunyaan terpidana yang
diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan
kejahatan, dapat dirampas."
Begitupula ketentuan yang
tertuang dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP):
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau
kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka
yang paling berhak apabila:
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara
tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari
suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak
pidana.”
Terdapat ilustrasi konkret secara
relevan dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan sengketa
terkait kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana register Nomor 1542
K/Pid/2014 tanggal 10 Maret 2015, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan
sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang berupa 5 (lima) unit Mobil,
yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan Saksi Korban VENI JANTI
alias VENI dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP tentang “penggelapan”.
Berawal Terdakwa yang merupakan
adik kandung Saksi Korban, pada bulan November 2010 mendatangi rumah kakaknya ini
dengan maksud untuk minta belikan Mobil untuk keperluan usahanya, dengan
mengatakan : “Tolong belikan saya dulu
Mobil, nanti kalau saya ada uang, saya akan bayar sama kamu”. Karena
Terdakwa merupakan satu-satunya adik kandung Saksi Korban, akhirnya Saksi
Korban bersedia membelikan Mobil dengan cara membelikan Mobil Truk dengan
melakukan kontrak kredit yang ditandatangani dengan pihak lembaga keuagnan dengan
jangka waktu angsuran selama 24 bulan dimana Terdakwa meminta kepada Saksi
Korban BPKB Mobil tersebut dibuat atas nama anak Terdakwa bernama JEFFRI
ANDIKA—mungkin dalam rangka menghemat biaya dengan tidak perlu membayar
biaya “balik nama” kendaraan.
Setelah Mobil keluar, oleh
Saksi Korban Mobil Truk diserahkan kepada Terdakwa. Berlanjut pada bulan Juli
2011 Terdakwa kembali mendatangi rumah Saksi Korban, minta dibelikan Mobil dan
Terdakwa mengatakan akan membayar secara cicilan kalau ada uang, karena
Terdakwa adalah adik satu-satunya dan Saksi Korban sayang kepada Terdakwa
kemudian Saksi Korban menandatangani kontrak kredit dengan pihak lembaga
pembiayaan untuk pembelian 1 unit Mobil dengan jangka waktu angsuran selama 24
bulan dan BPKB atas permintaan Terdakwa dibuat atas nama Terdakwa setelah Mobil
keluar, oleh Saksi Korban Mobil diserahkan kepada Terdakwa.
November 2011, Terdakwa kembali
mendatangi rumah Saksi Korban minta dibelikan Mobil Truk Tangki dan Terdakwa
kembali mengatakan akan membayar secara cicilan kalau ada uang, kembali Saksi
Korban menuruti kata-kata Terdakwa, kemudian Saksi Korban menandatangani
kontrak kredit dengan pihak lembaga pembiayaan untuk pembelian 1 (satu) unit
Mobil Truk Tangki dengan jangka waktu angsuran selama 15 bulan dan BPKB atas
permintaan Terdakwa dibuat atas nama JEFFRI ANDIKA, setelah Mobil keluar oleh
Saksi Korban Mobil Truk Tangki diserahkan kepada Terdakwa.
Bahwa kemudian pada bulan Mei
2012 Terdakwa kembali mendatangi Saksi Korban, minta dibelikan Mobil Truk
Tangki dan Terdakwa kembali mengatakan akan membayar secara cicilan kalau ada
uang, yakin kepada kata-kata yang akan membayar Mobil tersebut, kemudian Saksi
Korban menandatangani kontrak kredit dengan pihak lembaga pembiayaan untuk pembelian
1 (satu) unit Mobil Truk Tangki dengan jangka waktu angsuran selama 24 (dua
puluh empat) bulan dan BPKB oleh Saksi Korban dibuat atas nama suaminya HERRY
ANSJORI setelah Mobil keluar, oleh Saksi Korban Mobil Truk diserahkan kepada
Terdakwa.
Mei 2012, Terdakwa kembali mendatangi
rumah Saksi Korban minta dibelikan Mobil Pick Up dan Terdakwa kembali
mengatakan akan membayar secara cicilan kalau ada uang, kembali Saksi Korban
menuruti kata-kata Terdakwa, Saksi Korban menandatangani kontrak kredit dengan
pihak lembaga pembiayaan untuk pembelian 1 unit Mobil Pick Up dengan jangka
waktu angsuran selama 12 bulan dan BPKB oleh Saksi Korban dibuat atas namanya
sendiri. Setelah Mobil keluar, oleh Saksi Korban Mobil Pick Up diserahkan
kepada Terdakwa. Pada momen-momen itulah, kekeliruan Korban ialah tidak
mengikat pihak Terlapor menguasai mobil-mobil tersebut dalam rangka hubungan
apakah : dipinjamkan, disewakan, ataukah apa saat diserahkan?
Oleh Terdakwa, kelima mobil
tersebut dipergunakan oleh Terdakwa untuk membantu usahanya di PT. Putra
Tunggal Sriwijaya yang bergerak dibidang jual beli minyak solar sekaligus
angkutan (transfortir) dari bahan bakar minyak solar tersebut dimana Terdakwa
di perusahaan tersebut Terdakwa duduk selaku Komisarisnya merangkap sebagai
pemilik modal. Sementara itu, Korban dengan menggunakan uang pribadinya sendiri
atas sepengetahuan suami Saksi Korban, dengan cara disetor atau ditransfer
melalui Bank.
Setelah perjanjian pembiayaan
pembelian atas nama Saksi Korban dengan pihak lembaga pembiayaan lunas, maka
BPKB mobil-mobil tersebut oleh pihak lembaga pembiayaan diserahkan kepada Saksi
Korban—pada titik inilah, posisi Korban menjadi riskan, mengingat BPKB atas
nama Terdakwa. Setelah ditunggu-tunggu oleh Saksi Korban, kelima unit Mobil
tersebut tidak ada yang dibayar Terdakwa baik secara cicilan maupun secara
kontan, justru oleh Terdakwa 1 (satu) unit Mobil dipinjamkan oleh Terdakwa
kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan Saksi Korban.
Karena tidak juga dibayar oleh
Terdakwa, Saksi Korban meminta kepada Terdakwa kelima unit Mobil tersebut dikembalikan
kepada Saksi Korban, tetapi Terdakwa tidak mau mengembalikan, sehingga akhirnya
Saksi Korban melaporkan perbuatan Terdakwa kepada pihak Kepolisian pada akhir
tahun 2013. Akibat perbuatan Terdakwa, Saksi Korban mengalami kerugian berupa
lima unit Mobil yang ditaksir berupa uang sebesar Rp1.261.950.000,00—cicilan
yang selama ini dibayarkan oleh Korban hingga lunas kepada pihak lembaga
pembiayaan, sejatinya nyata-nyata menjadi petunjuk bahwa memang Korban-lah
pemilik sah objek kendaraan.
Dalam Dakwaan Alternatif Kedua,
Terdakwa didakwa karena telah dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan
palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan
perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang,
membuat utang atau menghapuskan piutang, sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 378 KUHP.
Sekalipun tuntutan Jaksa
Penuntut Umum tergolong sangat ringan, yakni:
1. Menyatakan Terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Pertama kami, Pasal 372
KUHP;
2. Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa dengan pidanan penjara selama : 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan
selama 6 (enam) bulan.
Yang kemudian menjadi putusan
Pengadilan Negeri Palembang Nomor 290/PID.B/2014/PN.Plg, tanggal 08 Juli 2014,
dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa dalam dakwaan
Kesatu terbukti;
2. Menyatakan lagi perbuatan yang terbukti itu akan tetapi tidak
merupakan suatu tindak pidana;
3. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari Tuntutan Hukum;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya;
5. Memerintahkan barang bukti :
- 1 (satu) unit Mobil merk
Mitsubishi Pajero Sport tahun 2011 BG 72 AC warna putih mutiara;
- 1 (satu) unit Mobil Truk
Tangki merk Mitshubishi tahun 2010 BG 8799 UH warna biru putih;
- 1 (satu) unit Mobil Truk
Tangki merk Mitsubishi tahun 2011 BG 8296 UM warna biru putih;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
merk Pajero Sport tahun 2011 BG 72 AC warna putih mutiara;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
Truk Tangki merk Mitsubishi tahun 2010 BG 8799 UH warna biru putih;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
Truk Tangki merk Mitsubishi tahun 2011 BG 8296 UM warna biru putih;
- 1 (satu) Mobil Truk Tangki
merk Hino tahun 2012 BG 8672 UN warna biru putih;
- 1 (satu) unit Mobil Pick Up
merk Daihatsu Grand Max tahun 2012 BG 9309 NL warna biru metalik dan;
- 4 (empat) buku BPKB kendaraan
roda 4 terdiri dari Mobil dengan Nomor Polisi BG 9799 UH (Mobil Truk Tangki),
Mobil Pajero Sport BG 72 AC, Mobil dengan Nomor Polisi BG 8296 UM (Mobil Truk Tangki),
Mobil Daihatsu Pick Up dengan Nomor Polisi 9309 NL serta;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
Truk Tangki BG 8672 UN;
Dikembalikan
kepada yang berhak;
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara.”
Putusan diatas belum sepenuhnya
menjadi solusi, justru melahirkan blunder baru berupa frasa ambigu “barang
bukti dikembalikan kepada yang berhak”, siapakah yang “berhak”?
Baik pihak Pelapor maupun pihak Terlapor, masing-masing saling mengklaim
sebagai pemilik yang paling berhak—sehingga terjadilah aksi melaporkan secara
pidana ini. Sifat ambigu yang “mengambang”, akan menyulitkan pihak Penuntut
Umum selaku eksekutor putusan pidana, barang-barang bukti yang disita pidana,
akan dikembalikan kepada siapakah? Saling mengunci, terjadilah “benang kusut”
menjelma “deadlock”.
Kedua belah pihak saling
mengajukan upaya hukum kasasi, dimana pihak Penuntut Umum mendalilkan bahwa akan
menjadi preseden buruk bagi hukum ketika Majelis Hakim memandang bahwa kelima
unit Mobil masih harus dibuktikan melalui proses persidangan perdata yang
sedang berlangsung dalam perkara perdata No.48/Pdt.G/2014/PN.Plg. Penuntut Umum
keberatan terhadap pertimbangan hukum Pengadilan Negeri, yang menilai bahwa
oleh karena pemilik yang sebenarnya dari 5 (lima) unit Mobil tersebut sampai
saat ini belum jelas, maka penuntutan dari Jaksa / Penuntut Umum tersebut masih
“prematur” sehingga perbuatan Terdakwa yang menguasai Mobil belum dapat dikategorikan
sebagai perbuatan pidana, dimana juga menurut Majelis Hakim pemlik yang sah
dari 5 (lima) Mobil tersebut masih harus dibuktikan melalui proses persidangan
perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang sebagaimana
register perkara perdata Nomor 48/Pdt.G/2014/PN.Plg, sekalipun senyatanya pihak
Penuntut Umum telah menyatakan lengkap (P21) dan melimpahkan perkara pidananya
lebih dulu dari perkara perdata, akan tetapi kemudian pihak Terdakwa mencoba
mencari “celah hukum” dengan meng-“counter” perkara pidana yang diajukan Penuntut
Umum dengan seketika melakukan gugatan perdata terhadap 5 (lima) Mobil dimaksud,
sekalipun nyata-nyata 2 (dua) buah Mobil diantaranya BPKB atas nama VENI JANTI
dan suaminya, HERRY ANSJORI, telah jelas status kepemilikannya.
Yang dapat membuktikan bukti
pembayaran dan cicilan pembelian kelima unit kendaraan tersebut dari pihak
lembaga pembiayaan, ialah pihak Korban Pelapor dengan uang pribadinya,
sementara pihak Terlapor yakni Terdakwa, tidak mampu membuktikan asal-usul
kepemilikannya. Setelah perjanjian pembiayaan pembelian atas nama Saksi Korban dengan
pihak lembaga pembiayaan) Lunas, maka BPKB Mobil-Mobil tersebut oleh pihak lembaga
pembiayaan diserahkan kepada Saksi Korban. Akan tetapi setelah ditunggu-tunggu,
kelima unit Mobil tersebut tidak ada yang dibayar Terdakwa baik secara cicilan maupun
secara kontan.
Karena tidak dibayar juga oleh
Terdakwa, Saksi Korban meminta kepada Terdakwa agar kelima unit Mobil tersebut
dikembalikan kepada Saksi Korban, tapi Terdakwa tidak mau mengembalikan,
sehingga akhirnya Saksi Korban melaporkan perbuatan Terdakwa kepada pihak
Kepolisian. Adapun Terdakwa MARYANTO beralasan tidak mau membayar dikarenakan Saksi
Korban VENI JANTI bekerja di PT. Putra Tunggal Sriwijaya selaku Bendahara dan
Terdakwa sendiri selaku Komisaris telah membayar uang cicilan Mobil lewat Saksi
Korban VENI JANTI dengan menggunakan uang perusahaan, tapi hal tersebut
dibantah oleh Saksi Korban bahwa dia membayar kelima Mobil tersebut menggunakan
uang pribadi dengan cara mentransfer atas nama VENI JANTI sampai Lunas, sehingga
kemudian Terdakwa balik melaporkan VENI JANTI atas penggelapan BPKB Mobil.
Telah jelas kepemilikkannya
terhadap 1 buah Mobil Truk Tangki dan 1 buah Mobil Pick Up adalah atas nama
HERRY ANSJORI (suami VENI JANTI) dan VENI JANTI yang berada ditangan Terdakwa, dimana
saat diminta oleh Saksi Korban Terdakwa tidak mau memberikannya sampai akhirnya
disita pihak Kepolisian, sehingga jelas perbuatan Terdakwa mengakibatkan Saksi Korban
mengalami kerugian yang ditaksir atas kedua Mobil tersebut sebesar
Rp296.808.000,00.
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung untuk itu membuat pertimbangan serta amar putusan korektif untuk memecah
kebekuan, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Mengenai alasan-alasan dari
Pemohon Kasasi I / Jaksa /Penuntut Umum:
“Bahwa alasan kasasi Jaksa / Penuntut
Umum tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dan
telah memberikan pertimbangan sesuai fakta persidangan dimana antara Terdakwa dengan
saksi pelapor masing-masing mengklaim kepemilikan 5 unit mobil yang sekarang
dikuasai Terdakwa dengan demikian maka alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum
tidak perlu dipertimbangkan;
“Mengenai alasan-alasan dari
Pemohon Kasasi II / Terdakwa:
“Bahwa alasan kasasi Terdakwa
tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti justru telah mempertimbangkan bukti
yang diajukan di persidangan sehingga sampai pada kesimpulan bahwa antara
Terdakwa dengan saksi VENI terdapat sengketa perdata atas kelima mobil yang
dikuasai Terdakwa tetapi diklaim saksi VENI sebagai miliknya yang dibayar
dengan uang saksi VENI, dengan demikian untuk menguji siapa yang berhak atas
kelima mobil tersebut merupakan kewenangan Hakim perdata yang akan diselesaikan
dalam peradilan perdata, oleh karena itu maka putusan Judex Facti sudah
tepat dan benar, dan harus dipertahankan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi I / Jaksa / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa
tersebut harus ditolak, namun putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor :
290/PID.B/2014/PN.Plg, tanggal 08 Juli 2014 harus diperbaiki sekedar mengenai
barang bukti sehingga amarnya berbunyi sebagaimana tersebut di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Jaksa/Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Palembang dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa : MARYANTO alias
ACUNG bin ISKANDAR tersebut;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor :
290/PID.B/2014/PN.Plg, tanggal 08 Juli 2014 sekedar mengenai redaksi amar dan
barang bukti sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa dalam dakwaan
Kesatu terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan
perbuatan pidana;
2. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum;
3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya;
4. Memerintahkan barang bukti:
- 1 (satu) unit Mobil
merk Mitsubishi Pajero Sport tahun 2011 BG 72 AC warna putih mutiara;
- 1 (satu) unit Mobil
Truk Tangki merk Mitshubishi tahun 2010 BG 8799 UH warna biru putih;
- 1 (satu) unit Mobil
Truk Tangki merk Mitsubishi tahun 2011 BG 8296 UM warna biru putih;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
merk Pajero Sport tahun 2011 BG 72 AC warna putih mutiara;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
Truk Tangki merk Mitsubishi tahun 2010 BG 8799 UH warna biru putih;
- 1 (satu) lembar STNK Mobil
Truk Tangki merk Mitsubishi tahun 2011 BG 8296 UM warna biru putih;
- 1 (satu) Mobil Truk Tangki
merk Hino tahun 2012 BG 8672 UN warna biru putih;
- 1 (satu) unit Mobil
Pick Up merk Daihatsu Grand Max tahun 2012 BG 9309 NL warna biru metalik dan;
Dikembalikan kepada MARYANTO
alias ACUNG bin ISKANDAR; [Terdakwa / Terlapor]
- 4 (empat) buku BPKB
kendaraan roda 4 terdiri dari Mobil dengan Nomor Polisi BG 9799 UH (Mobil Truk
Tangki), Mobil Pajero Sport BG 72 AC, Mobil dengan Nomor Polisi BG 8296 UM (Mobil
Truk Tangki), Mobil Daihatsu Pick Up dengan Nomor Polisi 9309 NL serta;
- 1 (satu) lembar STNK
Mobil Truk Tangki BG 8672 UN;
Dikembalikan kepada Saksi VENI
JANTI;
[Pelapor]
5. Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada Negara;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.