Praperadilan Bukan Hanya Menilai Apakah Minimal Dua Alat
Bukti Telah Terpenuhi dalam Menetapkan Tersangka, namun Apakah Alat Buktinya
Sah
Praperadilan menjadi Momentum Wadah Menguji Penerapan
Hukum Acara Pidana terhadap Penyidik dalam Menghimpun Alat Bukti maupun Barang Bukti
Question : Jika seseorang yang sudah dijadikan tersangka oleh polisi, mengajukan praperadilan, apakah hakim sidang praperadilan hanya akan melihat apakah betul bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka apakah sudah genap minimal dua alat bukti, ataukah lebih jauh dari itu, semisal apakah alat buktinya ini sah atau tidaknya terhadap prosedur hukum acara pidana?
Brief Answer : Jawaban sederhananya dapat dicontohkan oleh
kualitas saksi. Bilamana telah ternyata seluruh saksi yang menjadikan seorang
terlapor sebagai tersangka, hanyalah berkapasitas sebagai saksi “katanya,
katanya, katanya” alias tidak melihat langsung, tidak mendengar langsung, dan
tidak mengalami sendiri (testimonium de
auditu)—alias hanya sekadar “saksi penggembira”—karenanya tiada saksi yang
sah dan bernilai di mata hukum. Bilamana tidak ada alat bukti lain yang nyata-nyata
mampu membuktikan pelaku suatu kejahatan ialah tersangka, maka status tersangka
tidak boleh ditetapkan terhadap seseorang individu tanpa disertai bukti permulaan
yang cukup minimal 2 (dua) alat bukti. Bila itu yang dijadikan dalil dalam
mengajukan praperadilan, maka sang tersangka selaku pemohon dapat dikabulkan
oleh hakim praperadilan.
PEMBAHASAN:
Terdapat salah satu cerminan
konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan lewat putusan
Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura perkara pidana praperadilan register Nomor
3/Pid.Pra/2021/PN.Sak tanggal 13 September 2021, perkara antara:
- TURINO,
selaku Pemohon; melawan
- KAPOLSEK MINAS, selaku Termohon.
Pemohon selaku warga
masyarakat, merasa keberatan ketika ditetapkan sebagai tersangka oleh Termohon,
dimana terhadapnya Hakim Tunggal padap negeri membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut pendapat Hakim
Praperadilan, cara mencari dan mendapatkan 4 (empat) alat bukti secara formal
yang dilakukan oleh Termohon telah mengikuti ketentuan dalam penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana, namun secara prosedural pelaksanaan penyelidikan
tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP,
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: 6 Tahun 2019
Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2014 Tentang Standar Operasional
Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana, sebagai petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis, serta Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan
Tindak Pidana, dengan alasan:
1. Bahwa dari surat bukti yang diajukan Termohon, Hakim tidak menemukan penetapan
tersangka melainkan Gelar perkara hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon
(T-20). Surat panggilan nomor: S.Pgl/12/VII/2021/Reskrim tanggal 28 Juli 2021
(T-21) dan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Turino tanggal 4 Agustus 2021
(T-22)
2. Perintah Penyitaan Nomor SP.Sita/22/III/2021/Reskrim tanggal 26 Maret 2021
dan Bukti T-16, berupa Berita Acara Penyitaan Barang Bukti;
Bahwa setelah Hakim meneliti
lebih lanjut terhadap surat bukti yang diajukan oleh Termohon tidak ada
surat izin atau persetujuan sita dari Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang
atas barang bukti yang telah disita oleh Penyidik, dimana berdasarkan Pasal
38 ayat (1) dan (2) KUHAP penyitaan barang bukti harus ada izin atau
persetujuan Ketua Pengadilan Negeri;
Bahwa dengan demikian
penyitaan barang bukti tersebut tidak sah dan barang bukti tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai barang bukti yang sah dalam perkara a quo;
3. Termohon telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)
nomor: SPDP/07/III/ Res.1.18/2021/Reskrim yang ditujukan kepada Kepala
Kejaksaan Negeri Siak tertanggal 01 April 2021, yang mana dalam Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tersebut tidak ada mencantumkan nama
tersangka maupun calon tersangka;
Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan mengenai alat bukti keterangan saksi-saksi tersebut di atas,
terhadap keterangan saksi-saksi yang bersesuaian dan saling terkait (6 orang
saksi) yang didalilkan Termohon (sebagaimana Bukti Surat bertanda T- 8 s.d
T-13), Hakim Praperadilan berpendapat, alat bukti keterangan saksi-saksi (6
orang saksi), tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti sah keterangan saksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP Jo. Pasal 185
KUHAP, dengan alasan;
1. Perlapor Edi Susilo sebagai saksi sudah mengetahui bahwa dirinya
tertuduh sebagai penyebar Foto setengah telanjang Intan Juliani karena sebelum Pemohon
Turino berkumpul dirumah Feri Afandi Edi Susilo sudah meminta uang perdamaian
sebesar Rp 30.000.000,-(tiga puluh juta rupiah) kepada Intan Juliani namun
tidak tercapai sehingga Edi Susilo bertanda tangan pada surat Peryataan yang
dibuat oleh Intan Juliani pada tanggal 14 Agustus 2020 vide bukti (P – 1);
2. 5 (lima) orang saksi yang didengar keterangannya baik (3) orang saksi
yang dihadirkan oleh Pemohon Turino dan (2) orang saksi yang dihadirkan oleh Termohon
setelah hakim praperadilan mencermati keterangan dari semua saksi tersebut
ternyata tidak ada yang menyebutkan Pemohon Turino ada menyebutkan nama Edi
Susilo yang menyebarkan foto setengah telanjang sdr Intan Juliani, para saksi
hannya mendengar Pemohon Turino hanya mengatakan sepertinya bukan orang jauh
yang menyebarkan foto setengah telanjang tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena
alat bukti Keterangan saksi dan alat bukti ahli tidak mempunyai nilai sebagai
alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP Jo.
Pasal 185 KUHAP dan Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP Jo. Pasal 187 KUHAP, maka
tidak ada alat bukti Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1)
huruf d KUHAP Jo. Pasal 188 KUHAP;
Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, oleh karena alat bukti berupa
Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, dan petunjuk yang didapatkan Termohon selama
melakukan penyidikan perkaranya, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka yang dimaksud dan diisyaratkan
oleh norma Pasal 1 angka 14 KUHAP dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
dalam Putusannya Nomor: 21/PUU–XII/2014 tanggal 28 April 2015, tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan
yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang
termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara
Pidana, tidak terpenuhi dalam perkara permohonan Praperadilan aquo;
Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Hakim Praperadilan berpendapat dan
berkesimpulan bahwa Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yaitu Turino yang
dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah;
Menimbang, bahwa oleh karena Penetapan
Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah,
atas Laporan Polisi Nomor: LP/B/23/III/2021/Riau/Res.Siak/Sek Minas tanggal 26
Maret 2021 atas nama Pelapor Edi Susilo adalah Tidak Sah dengan segala akibat
hukumnya, maka dengan demikian petitum permohonan angka 2 (dua) dapat
dikabulkan sebagian dengan perbaikan redaksionalnnya sebagaimana dalam amar putusan;
Menimbang bahwa oleh karena
Penetapan Tersangka atas diri Pemohon Turino tersebut yang dilakukan oleh
Termohon adalah tidak sah, maka memerintahkan Termohon untuk menghentikan
Penyidikan terhadap Pemohon;
Menimbang, bahwa dengan alasan
dan pertimbangan hukum tersebut diatas permohonan praperadilan yang diajukan
oleh Pemohon telah memiliki dasar hukum yang kuat sehingga telah berhasil untuk
membuktikan dalil-dalil permohonannya, dan Termohon tidak mampu membuktikan
dalil bantahannya, maka dengan demikian permohonan yang diajukan oleh Pemohon
tersebut wajib dikabulkan untuk sebagian dan dinyatakan ditolak untuk
selebihnya;
Menimbang, bahwa dengan mendasarkan
adanya petitum subsidair permohonan (ex aequo et bono) mohon putusan yang
seadil-adilnya, maka hakim praperadilan akan menjatuhkan putusan selengkapnya
sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini;
“M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan dari Pemohon untuk
sebagian;
2. Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon Oleh Termohon
dinyatakan tidak sah;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.