(DROP DOWN MENU)

Sita Jaminan Tidak Perlu Dimohonkan dalam Gugatan, Sekalipun Agunan Berupa Sertifikat Tanah Atas Nama Istri dari Debitor

Agunan Berfungsi sebagai Jaminan Pelunasan Piutang itu Sendiri

Question: Bila debitor menunggak, ingkar janji untuk mencicil hutangnya hingga lunas, lalu saat debitor kami ini akan kami gugat secara perdata ke pengadilan, apakah harus kami mintakan juga sita jaminan terhadap agunan pelunasan hutang berupa sertifikat tanah SHM, karena SHM itu atas nama istri dari debitor kami?

Brief Answer: Saat menjadikan sertifikat hak atas tanah sebagai jaminan pelunasan hutang dengan diikat dengan Sertifikat Hak Tanggungan, maka pastilah sudah didahului adanya persetujuan dari suami-istri pemilik “harta bersama” untuk diikat sebagai objek agunan. Karenanya, bila dalam menjadikan objek “harta bersama” sebagai agunan, pihak debitor dan istri / suaminya telah pernah memberikan persetujuan, maka suami / istri dari pihak debitor tidak perlu turut digugat serta tidak juga diperlukan sita jaminan sekalipun objek agunan berupa sertifikat hak atas tanah terbitan BPN (Badan Pertanahan Nasional) ialah atas nama pihak suami / istri dari sang debitor. Namun, yang menjadi pertanyaan SHIETRA & PARTNERS ialah, mengapa mengajukan gugatan secara perdata, bilamana pihak kreditor pemegang Sertifikat Hak Tanggungan selaku “Kreditor Preferen” dapat seketika mengajukan “by-pass” berupa “parate eksekusi” terhadap objek Hak Tanggungan?

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, ilustrasi konkretnya dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan Negeri Purwodadi sengketa kredit register Nomor 12/Pdt.G.S/2017/PN.Pwd tanggal 31 Agustus 2017, perkara antara:

- PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero) Tbk. KANTOR CABANG PURWODADI, sebagai Penggugat; melawan

- TRI HARYANTO, S.Pd, selaku Tergugat.

Yang menjadi objek agunan, ialah SHM No. 4790/ Kelurahan Kuripan atas nama Etika Kurniawati, istri dari pihak Tergugat (debitor). Dimana terhadapnya gugatan pihak kreditor, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa berdasarkan pemeriksaaan dalam persidangan terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat, dapat dipertimbangkan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa Penggugat dengan Tergugat telah terikat berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor: 81 tanggal 11 Mei 2011, Akta Pemberian Hak Tanggungan No : 618 / 2011 tanggal 03 Juni 2011, dimana Tergugat menerima fasilitas pinjaman / Kredit Multi Guna sebesar Rp. 125.000.000,- (Seratus dua puluh lima juta rupiah) dengan jangka waktu 60 (Enam puluh) bulan.

“Menimbang, bahwa Tergugat mengagunkan kepada Penggugat atas pinjaman tersebut berupa SHM No. 4790/Kelurahan Kuripan atas nama Etika Kurniawati.

“Menimbang, bahwa Tergugat melakukan pembayaran angsuran pinjaman tidak sesuai dengan keharusan pembayaran pokok dan bunga sebagaimana yang diperjanjikan sejak bulan Juli 2011 sehingga pinjaman Tergugat menunggak total sebesar Rp. 85.989.963,- (Delapan puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah) dan menjadi kredit dalam kategori kredit macet, sehingga Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan ingkar janji.

“Menimbang, bahwa atas perbuatan Tergugat ingkar janji tersebut sehingga memberikan hak kepada Penggugat untuk mengakhiri dan meminta pelunasan yang masih terhutang dari Tergugat yang terdiri dari angsuran pokok, bunga dan denda sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut, yang dihitung sejumlah Rp. 85.989.963,- (Delapan puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah);

“Menimbang, bahwa terhadap agunan berupa SHM No. 4790 / Kelurahan Kuripan atas nama Etika Kurniawati (Istri Tergugat) berikut sekaligus tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya ada pada Penggugat, yang telah pula dilekatkan sertipikat hak tanggunan atas agunan tersebut, sehingga tujuan lembaga sita jaminan dengan sendirinya telah terpenuhi, oleh karenanya tidak terdapat alasan untuk mengabulkan permohonan sita jaminan tersebut;

“Menimbang, bahwa bahwa tentang uang paksa (dwangsom) dengan mempedomani yurisprudensi dari Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 26-2-1973 No. 791K/Sip/1972 yang menyatakan bahwa “uang paksa (dwangsom) tidak berlaku terhadap tindakan untuk membayar uang” sehingga permohonan menyangkut uang paksa dalam perkara ini ditolak;

M E N G A D I L I :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan Wanprestasi;

3. Menghukum Tergugat untuk membayar lunas seketika tanpa syarat seluruh sisa pinjaman / kreditnya kepada Penggugat sebesar Rp.85.989.963,- (delapan puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah);

4. Menghukum Tergugat untuk membayar segala ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 236.000,- (dua ratus tiga puluh enam ribu rupiah);

5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.