JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

BANK PANIN Sengaja Melanggar Undang-Undang Perbankan tentang RAHASIA NASABAH dan Tidak Mau Patuh terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi

BANK PANIN, Bank Mafia yang Sengaja Melanggar Undang-Undang Perbankan

BANK PANIN Memaksa Nasabah untuk Memberi Izin BANK PANIN untuk MENYALAHGUNAKAN DATA-DATA PRIBADI DAN RAHASIA NASABAH PENABUNG

Sebagai nasabah, konsumen, sekaligus korban, maka penulis berhak menuliskan testimoni ini dengan niat batin agar masyarakat menaruh waspada dan berhati-hati berhadapan dengan lembaga keuangan yang bernama Bank PANIN. Hati-hati jadi nasabah Panin, data pribadi Anda selaku nasabah secara arogan akan DISALAHGUNAKAN Bank Panin. Bank Panin seolah ingin mengatakan, bahwa korporasi perbankannya ini tidak tunduk pada Undang-Undang serta tidak perlu patuh terhadap Undang-Undang Perbankan maupun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), alias mafia yang menyaru sebagai bank. Bahkan, seakan belum cukup arogan, Bank Panin bahkan melecehkan nasabah penabungnya sendiri. Berikut testimoni pribadi penulis selaku nasabah, dengan tempus delicti pertengahan Bulan Juni 2024.

Saat akan mengganti baru buku tabungan yang habis, penulis mendatangi Kantor Cabang Panin Bank di Jl. Pesanggrahan Raya No. 3A, Kelurahan Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat, dan dilayani oleh petugas Customer Service bernama Grace Funciolla W. Yang membuat penulis terkejut ialah, penulis selaku nasabah diwajibkan tanda-tangan selembar formulir Bank Panin, yang isinya ialah : “mengijinkan Bank Panin untuk MENYALAHGUNAKAN data pribadi nasabah"”—tertulis demikian apa adanya pada formulir yang disodorkan kepada penulis, dimana bila penulis langsung tanda-tangan tanpa membacanya, dapat dipastikan nasabah tidak akan mengetahui telah dijebak dan masuk perangkap.

Klausul yang “memperkosa” nasabah demikian saja sudah tidak etis, namun terlebih tidak etis karena telah ternyata pihak petugas Customer Service (CS) Bank Panin tersebut sama sekali tidak menginformasikan kepada penulis bahwa nasabah berpotensi masuk kedalam  sebuah resiko tinggi bila menandatangani formulir demikian, terlebih meminta nasabah penabung untuk terlebih dahulu membacanya—tulisan mana sangat kecil, sehingga menyukarkan nasabah yang sudah berumur—juga tidak memberitahukan secara lisan isi klausul jahat tersebut dalam formulir “ganti buku baru” yang akan ditanda-tangani nasabah.

Terkejut, lalu penulis menyatakan keberatan kepada petugas CS Kantor Cabang Bank Panin bernama Grace Funciolla W ini. Dengan arogan, petugas CS Bank Panin kemudian menyatakan bila nasabah keberatan, maka tidak bisa diproses hak nasabah berupa pengggantian buku tabungan yang telah habis—alias dipaksa secara terselubung dan secara jahat. Nasabah dipaksa serta terpaksa tanda tangan, nasabah tidak punya pilihan lain menghadapi arogansi Bank Panin, meski jelas-jelas telah terbit UU PDP (Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi). Tidak percaya? Coba buktikan sendiri betapa melanggar hukumnya Bank Panin, secara eksplisit terang-terangan menginjak-injak kepala nasabahnya sendiri.

Mungkin Bank Panin sudah kebanyakan nasabah, jadilah arogan dan sok “jual mahal” dan merasa bebas untuk melecehkan dan menginjak-injak kepala nasabah penabungnya sendiri serta melanggar UU Perbankan. Berikut rincian berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bank Panin terhadap nasabah penabungnya sendiri:

- Tidak Menghormati Rahasia Nasabah Penabung, dengan melakukan pelanggaran terhadap:

a. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI/2000 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, Pasal 1 Ayat (6): “Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanan Nasabah.”

b. Pasal 1 Ayat 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan: “Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.”

c. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan:

(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak terafiliasi.”

d. Penjelasan resmi Pasal 40 UU Perbankan, menjelaskan:

“Apabila nasabah bank adalah Nasabah Penyimpanan yang sekaligus juga sebagai Nasabah debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpanan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. Bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal, misalnya bank selaku kustodian dan atau Wali Amanat, tunduk pada ketentuan perundang-undangan di bidang pasar modal.”

Dengan demikian, jelas-jelas dan secara tersurat Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. UU No.4 Tahun 2023 mengatur bahwa bank wajib menjaga informasi yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya. Namun telah ternyata, Bank Panin bermental MAFIA, sama sekali tidak bersikap seperti sebuah lembaga keuangan perbankan.

- Tidak Menghargai Nasabah Penabung. POJK No.22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, pada Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (3) mewajibkan PUJK menjaga kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi konsumen (perseorangan dan korporasi).

- Mafia Berbulu Bank. UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) pada satu sisi mewajibkan bank membuka informasi dalam bentuk laporan transaksi keuangan mencurigakan. Pasal 23 Ayat (1) UU TPPU mengatur bahwa penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi transaksi keuangan mencurigakan. Namun, bank tetap wajib untuk merahasiakan informasi, diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) UU TPPU :  Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK”. Praktik demikian dikenal sebagai ketentuan Anti Tip-Off.

- Merasa Kebal Hukum dan Tidak Perlu Patuh pada UU PDP. UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 jo. UU No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang pemanfaatan data pribadi dalam transaksi elektronik. Meskipun tidak secara khusus mengatur pelindungan data pribadi, UU ITE memberikan dasar hukum untuk melindungi privasi dan keamanan data dalam konteks transaksi elektronik. Pasal 16 Ayat (1) UU ITE mengatur bahwa setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh. Selain itu PSE juga wajib melindungi ketersediaan, keutuhan, keautentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Peraturan teknisnya diatur dalam Pasal 14 PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mewajibkan PSE melaksanakan prinsip PDP dalam melakukan pemrosesan Data Pribadi. Salah satu caranya dengan memperoleh persetujuan yang sah dari pemilik Data Pribadi. Selain itu Pasal 1 Ayat (7) PP No. 71 Tahun 2019  mengatur bahwa Kementerian atau Lembaga adalah Instansi Penyelenggara Negara yang bertugas mengawasi dan mengeluarkan pengaturan terhadap sektornya. Dengan demikian, pengaturan yang lebih lanjut dapat ditentukan secara segmental oleh pembuat kebijakan masing-masing institusi, misalnya Otoritas Jasa Keuangan untuk sektor perbankan.

Ditegaskan dalam Pasal 15  Peraturan Menteri Kominfo No. 20 Tahun 2016 tentang PDP dalam Sistem Elektronik, mengatur bahwa Data Pribadi yang disimpan dalam Sistem Elektronik harus Data Pribadi yang telah diverifikasi keakuratannya, dalam bentuk data terenkripsi, sesuai dengan ketentuan pada masing-masing Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor.

Bagi sektor perbankan, POJK No.11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum memberikan pedoman mengenai tata kelola penyelenggaraan teknologi informasi (TI) di bank. POJK juga mengatur tentang arsitektur TI, manajemen risiko TI, keamanan siber, penggunaan pihak penyedia jasa TI, penempatan sistem elektronik, pengelolaan data dan pelindungan data pribadi, penyediaan jasa TI oleh bank, pengendalian dan audit internal, serta pelaporan dan maturitas digital bank. Hanya Bank Panin yang merasa tidak perlu merepotkan diri untuk melindungi data pribadi nasabah, bahkan memaksa nasabah memberikan izin kepada Bank Panin untuk MENYALAH-GUNAKAN data-data pribadi nasabah penabung—sehingga bertentangan dengan kewajiban hukumnya dan disaat bersamaan melanggar hak nasabah selaku konsumen.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 /POJK.07/2022

TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKAT DI SEKTOR JASA KEUANGAN

Pasal 1

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:

4. Perlindungan Konsumen dan Masyarakat adalah upaya untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman atas produk dan/atau layanan PUJK yang akan digunakan atau dimanfaatkan oleh Konsumen dan/atau masyarakat, dan upaya memberikan kepastian hukum untuk melindungi Konsumen dalam pemenuhan hak dan kewajiban Konsumen di sektor jasa keuangan.

Pasal 2

Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di sektor jasa keuangan menerapkan prinsip:

a. edukasi yang memadai;

b. keterbukaan dan transparansi informasi;

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “keterbukaan dan transparansi informasi” adalah prinsip yang mengutamakan kejelasan, keakuratan, kebenaran, dan tidak berpotensi menyesatkan dari informasi mengenai produk dan/atau layanan baik sebelum, saat, maupun sesudah produk dan/atau layanan digunakan oleh Konsumen termasuk penyampaian data dan/atau informasi yang akurat, serta penjelasan mengenai risiko kerugian yang mungkin timbul akibat sebab-sebab tertentu.]

c. perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab;

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab” adalah prinsip yang mengedepankan tindakan yang adil, tidak diskriminatif dan bertanggung jawab dari PUJK dalam menjalankan bisnisnya dengan memperhatikan kepentingan Konsumen antara lain:

1. memperhitungkan kebutuhan dan kemampuan Konsumen sebelum menawarkan produk dan/atau layanan kepada Konsumen; dan

2. meletakkan pencegahan lahirnya konflik kepentingan antara PUJK dan Konsumen sebagai dasar setiap prosedur yang dilakukan PUJK, contohnya pemasaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dengan tidak menjadikan capaian target penjualan sebagai tujuan utama, akan tetapi memastikan terlaksananya aktivitas penyampaian detail informasi produk dan/atau layanan kepada Konsumen, dan penanganan pengaduan tidak dilakukan oleh Pegawai atau pemimpin kantor PUJK yang memiliki kaitan dengan pengaduan dari Konsumen.]

d. perlindungan aset, privasi, dan data Konsumen; dan

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “perlindungan aset, privasi, dan data Konsumen” adalah prinsip yang menekankan pada kepastian adanya prosedur, mekanisme, dan sistem untuk memberikan jaminan perlindungan, menjaga kerahasiaan dan keamanan atas aset keuangan yang dikelola oleh PUJK, privasi, data dan/atau informasi Konsumen, serta menggunakannya sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui Konsumen dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.]

e. penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien.

Pasal 4

(1) PUJK wajib beritikad baik dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan itikad baik PUJK:

1. memberikan informasi secara jelas, akurat, benar, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan;

2. menawarkan produk dan/atau layanan dengan memperhatikan kesesuaian kebutuhan dan kemampuan Konsumen; dan

3. melaksanakan kegiatan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan antara lain kegiatan perekaman untuk pemasaran produk dan/atau layanan.]

(2) PUJK dilarang memberikan perlakuan yang diskriminatif kepada Konsumen.

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “diskriminatif” adalah membedakan perlakuan kepada Konsumen antara lain berdasarkan warna kulit, suku, agama, dan golongan.]

Pasal 5

(1) PUJK memastikan adanya itikad baik calon Konsumen dan/atau Konsumen.

(2) Untuk memastikan adanya itikad baik calon Konsumen dan/atau Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUJK melakukan tindakan meliputi:

a. menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon Konsumen dan/atau Konsumen dengan fakta yang sebenarnya;

b. meminta calon Konsumen dan/atau Konsumen menyatakan benar dan akurat atas seluruh informasi dan/atau dokumen yang diberikan kepada PUJK; dan/atau

c. melakukan tindakan lain yang diperlukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

(3) Terhadap Konsumen, selain dilakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PUJK melakukan tindakan yang meliputi:

a. meminta Konsumen memenuhi kesepakatan antara Konsumen dan PUJK; dan/atau

b. meminta Konsumen menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 6

(1) PUJK wajib memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis perlindungan Konsumen.

(2) Kebijakan dan prosedur tertulis perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pada kegiatan, yang terdiri atas:

a. desain produk dan/atau layanan;

b. penyediaan informasi produk dan/atau layanan;

c. penyampaian informasi produk dan/atau layanan;

d. pemasaran produk dan/atau layanan;

e. penyusunan perjanjian terkait produk dan/atau layanan;

f. pemberian layanan atas penggunaan produk dan/atau layanan; dan

g. penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan/atau layanan.

(3) Kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:

a. kesetaraan akses kepada setiap Konsumen;

b. layanan khusus terkait Konsumen penyandang disabilitas dan lanjut usia;

c. perlindungan aset Konsumen;

d. perlindungan data dan/atau informasi Konsumen;

e. informasi penanganan dan penyelesaian pengaduan yang disampaikan oleh Konsumen; dan

f. mekanisme penggunaan data dan/atau informasi pribadi Konsumen.

[PENJELASAN : Kebijakan dan prosedur tertulis perlindungan Konsumen dapat berupa 1 (satu) kesatuan dokumen maupun beberapa dokumen yang terpisah.]

Pasal 7

(1) PUJK wajib mencegah Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku:

a. memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain; dan/atau

b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan Konsumen.

[PENJELASAN : Contoh menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya seperti antara lain mencantumkan pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data dan/atau informasi pribadi Konsumen tanpa persetujuan dari Konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen, penggunaan kekerasan dalam penagihan utang Konsumen.]

(2) PUJK wajib memiliki dan menerapkan kode etik Perlindungan Konsumen dan Masyarakat yang telah ditetapkan oleh masing-masing PUJK.

Pasal 10

PUJK berhak mendapatkan informasi dan/atau dokumen yang benar dan akurat dari calon Konsumen dan/atau Konsumen.

Pasal 11

(1) PUJK dilarang:

a. memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai Konsumen kepada pihak lain;

b. mengharuskan Konsumen setuju untuk membagikan data dan/atau informasi pribadi sebagai syarat penggunaan produk dan/atau layanan;

c. menggunakan data dan/atau informasi pribadi Konsumen yang telah mengakhiri perjanjian produk dan/atau layanan;

d. menggunakan data dan/atau informasi pribadi calon Konsumen yang permohonan penggunaan produk dan/atau layanan ditolak oleh PUJK; dan/atau

e. menggunakan data dan/atau informasi pribadi calon Konsumen yang menarik permohonan penggunaan produk dan/atau layanan.

(2) Data dan/atau informasi pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. perseorangan

1. nama;

2. Nomor Induk Kependudukan;

3. alamat;

4. tanggal lahir dan/atau umur;

5. nomor telepon;

6. nama ibu kandung; dan/atau

7. data lain yang diserahkan atau diberikan akses oleh Konsumen kepada PUJK.

b. korporasi

1. nama;

2. alamat;

3. nomor telepon;

4. susunan Direksi dan Dewan Komisaris termasuk dokumen identitas berupa Kartu Tanda Penduduk / paspor / izin tinggal;

5. susunan pemegang saham; dan/atau

6. data lain yang diserahkan atau diberikan akses oleh Konsumen kepada PUJK.

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “data lain yang diserahkan atau diberikan akses oleh Konsumen kepada PUJK” antara lain foto.]

(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam kondisi:

a. Konsumen memberikan persetujuan; dan/atau

b. diwajibkan atau ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “persetujuan” adalah persetujuan yang dilakukan secara tertulis atau persetujuan melalui media elektronik.]

(4) PUJK wajib menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan mengenai tujuan dan konsekuensi dari persetujuan Konsumen terkait dengan pemberian data dan/atau informasi pribadi Konsumen.

(5) Dalam hal PUJK menggunakan teknologi informasi untuk mengelola data dan/atau informasi pribadi Konsumen, PUJK wajib menggunakan teknologi informasi yang andal serta menjamin keamanan data dan/atau informasi pribadi Konsumen dengan melakukan pengecekan kelayakan dan/atau keamanan secara berkala.

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “teknologi informasi yang andal” adalah teknologi informasi yang dapat memberikan layanan yang akurat dengan memastikan informasi input, proses, dan output yang terotorisasi, yang dilakukan secara aman, benar dan lengkap.]

[PENJELASAN SHIETRA & PARTNERS : Berlaku prinsip “strict liability” dalam konteks perlindungan data pribadi konsumen, dimana kelalaian tidak menjadi “alasan pemaaf” bila terjadi kebocoran yang berpotensi terjadinya penyalah-gunaan data. Bila lalai saja sudah merupakan kesalahan, terlebih kesalahan akibat DISENGAJA / KESENGAJAAN oleh pihak lembaga keuangan perbankan.]

(6) Dalam hal PUJK memperoleh data dan/atau informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain dan PUJK akan menggunakan data dan/atau informasi tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, PUJK wajib:

a. memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain dimaksud telah memperoleh persetujuan dari seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk memberikan data dan/atau informasi pribadi dimaksud kepada pihak tertentu, termasuk PUJK; dan

b. memberitahukan Konsumen mengenai sumber data dan/atau informasi pribadi yang diperoleh PUJK.

(7) Penarikan persetujuan dan/atau perubahan sebagian persetujuan pemberian data dan/atau informasi pribadi Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan secara tertulis atau elektronik oleh Konsumen.

Pasal 16

(1) PUJK wajib menyediakan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, benar, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan Konsumen.

]PENJELASAN : Informasi mengenai produk dan/atau layanan antara lain:

a. manfaat yang dapat diperoleh;

b. biaya yang harus dibayarkan;

c. risiko yang mungkin harus ditanggung;

d. hak yang dapat diperoleh;

e. kewajiban yang harus dipenuhi;

f. persyaratan dan tata cara yang harus dipenuhi; dan

g. jenis akad yang dapat disepakati.

Contoh: risiko yang mungkin harus ditanggung antara lain risiko kerugian terhadap:

a. transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank seperti transaksi valuta asing dapat berisiko nilai valuta asing menurun;

b. penurunan harga saham yang dibeli (capital loss); dan

c. turunnya nilai investasi Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI).

Bentuk informasi yang disediakan oleh PUJK dituangkan dalam dokumen atau sarana lain berbentuk elektronik antara lain ringkasan informasi produk dan/atau layanan, leaflet, brosur, dan iklan.]

(2) PUJK wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia dan mudah dimengerti oleh Konsumen pada setiap dokumen mengenai informasi produk dan/atau layanan.

(3) PUJK wajib menggunakan huruf, tulisan, simbol, diagram, dan tanda yang dapat dibaca secara jelas dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

[PENJELASAN : Yang dimaksud “dapat dibaca secara jelas” termasuk pula letak dari huruf, tulisan, simbol, diagram, dan tanda tidak sulit terlihat atau dapat dibaca.]

(4) PUJK wajib memberikan penjelasan atas istilah, frasa, kalimat dan/atau simbol, diagram dan tanda yang belum dipahami oleh Konsumen dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam hal produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan digunakan oleh calon Konsumen dan/atau Konsumen negara asing, dokumen mengenai produk dan/atau layanan menggunakan Bahasa Indonesia dan harus disandingkan dengan bahasa asing.

[PENJELASAN : Yang dimaksud dengan “bahasa asing” di ayat ini adalah bahasa asing yang digunakan dalam perjanjian internasional.]

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan informasi ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 22

PUJK dilarang menawarkan produk dan/atau layanan yang merugikan atau berpotensi merugikan calon Konsumen dengan menyalahgunakan keadaan atau kondisi calon Konsumen dan/atau masyarakat yang tidak memiliki pilihan lain dalam mengambil keputusan.

[PENJELASAN : Contoh: menyalahgunakan keadaan atau kondisi calon Konsumen dan/atau masyarakat dalam konteks penawaran produk dan/atau layanan antara lain calon Konsumen membutuhkan uang untuk membiayai pengobatan di rumah sakit dan pada saat yang bersamaan PUJK memberikan penawaran kredit atau pembiayaan dengan tidak mempertimbangkan kemampuan calon Konsumen untuk membayar.]