JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Kiat Menciptakan THE LUCK FACTOR

Gunakan “Cara CERDAS”, Bukan “Kerja KERAS”, yakni Ciptakan Bibit-Bibit Keberuntungan

Kesuksesan adalah Buah, Sebabnya ialah Bibit Kebaikan yang Kita Tanam

Tidak ada motivator bisnis yang lebih unggul dan lebih efektif daripada Sang Buddha. Bila ada diantara para pembaca yang sudah bosan dan jenuh membaca buku-buku motivasi maupun seminar-seminar usaha, namun tidak juga mendapatkan kesuksesan, maka kita pun patut bertanya : apa yang sebetulnya menjadi kunci rahasia dibalik kesuksesan? Mengapa ada orang-orang yang tidak pernah membaca buku-buku motivasi juga tidak pernah mengikuti seminar-seminar motivasi, namun sukses dalam hidup, keluarga, studi, maupun karinya? Itulah yang kerap disebut oleh banyak kalangan sebagai “faktor X”—yang sebenarnya ialah “faktor keberuntungan”. Sehingga, pertanyaan yang mungkin paling relevan bukan lagi “bagaimana cara mencapai kesuksesan?”, namun ialah “bagaimana cara memiliki faktor keberuntungan?”

Orang-orang yang beruntung, senantiasa kreatif, inovatif, cerdas, serta penuh sumber daya sebagai modal hidup mereka yang tidak pernah kekurangan. Sebenarnya, ketika kita mengetahui rahasia kehidupan berupa “cara menciptakan faktor kesuksesan”, maka kita tidak lagi perlu merasa iri hati terhadap kesuksesan orang lain, sebab kita telah mengetahui penyebab dibalik kesuksesan ataupun keberuntungan mereka yang sukses dalam hidup maupun karirnya. Terkadang, yang kurang dari kita bukanlah “kerja KERAS”, namun “kerja CERDAS”. Lantas, apa yang dimaksud dengan “Kerja CERDAS”? Tidak lain tidak bukan ialah cara cerdas mencapai kesuksesan dengan cara menanam benih-benih “faktor keberuntungan”. Bayangkan, sekeras apapun Anda bertani di ladang yang tandus, tetap saja hasilnya tidak akan optimal.

Cobalah tengok para pengusaha, bukan mereka yang bekerja keras mengurusi perusahaan, sang pengusaha cukup menjadi pemegang saham ataupun direktur yang memerintahkan anak buah untuk bekerja memutar roda usaha perusahaan—dan yang tentunya ialah : keuntungannya dinikmati oleh sang pengusaha, sementara pegawai cukup menerima upah bulanan. Salah satu faktor keberuntungan yang membedakan antara seseorang dan orang-orang lainnya, ialah kualitas genetik. Ada yang menyebutkan, kemiskinan adalah faktor genetik. Sementara itu, kita tidak boleh melupakan bahwa, modal lahir berupa genetik yang unggul adalah keberuntungan itu sendiri, yakni genetik kesuksesan. Sebaliknya, tindakan-tindakan korup seperti korupsi, merampas hak orang lain, merugikan orang lain tanpa bertanggung-jawab mengganti kerugian, menipu, memperdaya, sama artinya sedang memiskinkan dirinya sendiri.

Lantas, bagaimana cara memiliki atau terlahir dengan genetik yang unggul alias penuh keberuntungan? Jawabannya ada dalam khotbah Sang Buddha yang sangat inspiratif dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID III”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

IV. Sumanā

31 (1) Sumanā [Kitab Komentar mengidentifikasi Sumanā sebagai putri Raja Pasenadi dari Kosala.]

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Putri Sumanā, disertai oleh lima ratus kereta dan lima ratus dayang, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Putri Sumanā berkata kepada Sang Bhagavā:

“Di sini, Bhante, mungkin ada dua orang siswa Sang Bhagavā yang setara dalam hal keyakinan, perilaku bermoral, dan kebijaksanaan, tetapi yang satu dermawan sedangkan yang lainnya tidak. Dengan hancurnya jasmani, [33] setelah kematian, mereka berdua terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga. Ketika mereka telah menjadi deva, apakah ada kesenjangan atau perbedaan antara mereka?”

“Ada, Sumanā,” Sang Bhagavā berkata. “Yang dermawan, setelah menjadi deva, akan mengungguli yang lainnya dalam lima hal: umur kehidupan surgawi, kecantikan surgawi, kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi. Yang dermawan, setelah menjadi deva, akan mengungguli yang lainnya dalam kelima hal ini.

“Tetapi, Bhante, jika kedua orang ini meninggal dunia dari sana dan sekali lagi menjadi manusia, apakah masih ada kesenjangan atau perbedaan di antara mereka?”

“Ada, Sumanā,” Sang Bhagavā berkata. “Ketika mereka sekali lagi menjadi manusia, yang dermawan akan mengungguli yang lainnya dalam lima hal: umur kehidupan manusia, kecantikan manusia, kebahagiaan manusia, kemasyhuran manusia, dan kekuasaan manusia. Ketika mereka sekali lagi menjadi manusia, yang dermawan akan mengungguli yang lainnya dalam kelima hal ini.

“Tetapi, Bhante, jika kedua orang ini meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, apakah masih ada kesenjangan atau perbedaan di antara mereka?”

“Ada, Sumanā,” Sang Bhagavā berkata. “Yang dermawan, setelah meninggalkan keduniawian, akan mengungguli yang lainnya dalam lima hal. (1) Ia biasanya mengenakan jubah yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang mengenakan jubah yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya. (2) Ia biasanya memakan makanan yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang memakan makanan yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya. (3) Ia biasanya menempati tempat tinggal yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang menempati tempat tinggal yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya. (4) Ia biasanya menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya. (5) Teman-temannya para bhikkhu, yang dengan mereka ia menetap, biasanya memperlakukannya dengan cara-cara yang menyenangkan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, jarang dengan cara-cara yang tidak menyenangkan. Mereka biasanya memberikan kepadanya apa yang menyenangkan, jarang memberikan [34] apa yang tidak menyenangkan. Yang dermawan, setelah meninggalkan keduniawian, akan mengungguli yang lainnya dalam kelima hal ini.

“Tetapi, Bhante, jika keduanya mencapai Kearahattaan, apakah masih ada kesenjangan atau perbedaan di antara mereka setelah mereka mencapai Kearahattaan?”

“Dalam hal ini, Sumanā, Aku nyatakan, tidak ada perbedaan antara kebebasan [yang satu] dan kebebasan [yang lainnya].”

Menakjubkan dan mengagumkan, Bhante! Sesungguhnya, seseorang memiliki alasan yang bagus untuk memberikan dana dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, karena perbuatan-perbuatan itu akan membantu jika ia menjadi deva, [sekali lagi] menjadi seorang manusia, atau meninggalkan keduniawian.

“Demikianlah, Sumanā!, demikianlah, Sumanā! Sesungguhnya, seseorang memiliki alasan yang bagus untuk memberikan dana dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, karena perbuatan-perbuatan itu akan membantu jika ia menjadi deva, [sekali lagi] menjadi seorang manusia, atau meninggalkan keduniawian.

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna Menempuh Sang Jalan, Sang Guru, lebih lanjut berkata sebagai berikut:

Seperti halnya rembulan tanpa noda bergerak di sepanjang lintasan di angkasa cahayanya lebih cemerlang daripada semua bintang di dunia, demikian pula seseorang yang sempurna dalam perilaku bermoral, seorang yang memiliki keyakinan, lebih cemerlang karena kedermawanan daripada semua orang kikir di dunia.

“Seperti halnya awan hujan berpuncak-seratus, bergemuruh, di dalam lingkaran halilintar, menurunkan hujan ke bumi membanjiri dataran-dataran dan tanah rendah, demikian pula siswa Yang Tercerahkan Sempurna, yang bijaksana yang sempurna dalam penglihatan, melampaui orang kikir dalam lima aspek: umur kehidupan dan keagungan, kecantikan dan kebahagiaan. Memiliki kekayaan, setelah kematian ia bergembira di alam surga.” [35]

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.