JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Makna Pidana KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN dan Praktik Konkretnya di Peradilan

KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN merupakan MUSUH BERSAMA dan karenanya PERLU DIPERANGI OLEH SEGENAP RAKYAT

Question: Kalau mengedarkan obat-obatan terlarang tanpa izin, jenis kejahatan demikian dikategorikan sebagai golongan “kejahatan HAM”, ataukah apa?

Brief Answer: Kejahatan-kejahatan seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO, yang dijual / didagangkan ialah sesama manusia, makhluk hidup, bukan hewan ternak seperti sapi atau kerbau) maupun kejahatan-kejahatan terkait peredaran obat-obatan terlarang, dikategorikan sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”. Seorang manusia, seharusnya bersifat humanis dengan bersikap manusiawi terhadap manusia-manusia lainnya. Seekor serigala yang dikenal buas dan karnivora sekalipun, bukanlah makhluk “kanibal”, mereka tidak memangsa sesama serigala.

Bila kaum serigala memiliki semacam “Kode Etik Serigala” sehingga tidak memangsa sesamanya, maka kaum manusia pun haruslah memiliki “Kode Etik Manusia” serupa agar tidak memangsa sesamanya. Ketika seseorang melakukan kejahatan-kejahatan yang merendahkan harkat dan martabatnya sendiri sebagai seorang manusia, sejatinya ia tengah / sedang melakukan apa yang disebut “kejahatan terhadap kemanusiaan” dalam artian memungkiri kodratnya sendiri sebagai seorang manusia terkait sikap atau perbuatannya terhadap sesama manusia lainnya.

Ketika seseorang merampas hak-hak manusia lainnya, maka sejatinya ia merendahkan martabatnya menjadi menjelma seorang “predator” (manusia-hewan), bukan lagi “manusia-manusia” terlebih “manusia-hewan”. Itulah juga sebabnya, terhadap kasus-kasus TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), juga dikategorikan sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”—karena memungkiri kodratnya sendiri sebagai seorang manusia yang “beradab” juga disaat bersamaan memungkiri harkat orang lain sebagai sesama manusia yang tidak ingin dilukai, dirugikan, maupun disakiti, serta disaat bersamaan ingin dihormati dan dihargai.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, terdapat sebuah ilustrasi konkret yang cukup mencerminkan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS uraikan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 1453 K/Pid.Sus/2013 tanggal 29 Agustus 2013, dimana barang yang disita dari Terdakwa dengan berat keseluruhan 3.882,70 gram netto telah ternyata benar merupakan Narkotika, sebagaimana basil pemeriksaan yang tertuang pada Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada kesimpulannya menerangkan : “Barang bukti serbuk putih (Kode A) seperti tersebut dalam Golongan I (satu) adalah benar mengandung sediaan Narkotika Kokaina”. Dimana terhadap Terdakwa, yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU):

1. Menyatakan Terdakwa telah trbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Narkot!ka yaitu tanpa hak atau melawan hukum mengimpor Narkot!ka Golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun.

Terhadap tuntutan JPU, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 901/PID.SUS/2012/PN.DPS. tanggal 22 Januari 2013, dengan amar sebagai berikut:

MENGADILI :

1. Menyatakan Terdakwa LINDSAY JUNE SANDIFORD dengan identitas tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengimpor Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karenanya dengan “PIDANA MATI”;

3. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

4. Menetapkan barang bukti berupa:

- 10 (sepuluh bungkusan) yang di dalamnya masing-masing berisi kokain dengan berat keseluruhan 4.794 gram bruto atau 3.882,70 gram netto, yang tersimpan di dalam 1 (satu) buah kardus dibungkus kertas kado warna merah muda;

Dirampas untuk dimusnahkan;”

Dalam tingkat Banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 11/PID.SUS/2013/PT.DPS. tanggal 02 April 2013, dengan amar sebagai berikut :

MENGADILI :

- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa / Penuntut Umum;

- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 22 Januari 2013 No. 901/PID.SUS/2012/PN.DPS., yang dimintakan banding tersebut;

- Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”

Pihak Terdkwa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa kecenderungan atau tendensi yang terjadi di dunia dewasa ini adalah ditinggalkannya rezim penjatuhan “hukuman mati” karena dianggap bertentangan dengan HAM (hak asasi manusia). Begitupula ketika pengadilan dalam putusannya, telah ternyata tidak mencantumkan hal-hal yang meringankan bagi Terdakwa.

Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang sangat menarik untuk disimak karena kaya akan elaborasi hukum yang dapat dijadikan “kaedah preseden”, sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan. Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : Mengimpor Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram melanggar Pasal 113 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 dengan menjatuhkan pidana mati, dengan alasan:

a. Terdakwa telah mengetahui memasukkan sesuatu barang terlarang / illegal dengan cara membawa koper merek American Tourister yang berisi shabu seberat 4.794 gram dari Negara Bangkok menuju ke Bandara Ngurah Rai Denpasar wilayah Republik Indonesia, atas perintah Rachel Lisa Dogal untuk diserahkan kepada Julian Anthony Ponder selaku pemilik barang. Perbuatan Terdakwa tersebut bertentangan dengan Pasal 113 ayat (2) Undang Undang No. 35 Tahun 2009;

b. Judex Facti yang tidak mempertimbangkan keadaan meringankan dalam hal menjatuhkan pidana mati dalam perkara a quo, tidaklah bertentangan dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf F KUHAP. Alasan atau keadaan yang meringankan baik yang bersifat eksternal maupun eksternal dalam hal Hakim hendak menjatuhkan pidana mati, tidak diperlukan lagi mempertimbangkan keadaan yang meringankan melainkan hanya mempertimbangkan keadaan yang memberatkan saja, demikian pula sebaliknya Hakim tidak perlu mempertimbangkan keadaan yang memberatkan ketika hendak melepaskan atau membebaskan Terdakwa dari seluruh dakwaan. Alasan pertimbangan keadaan yang meringankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf F KUHAP. Bahwa sangat tidak logis atau bertentangan dengan logika apabila Hakim mempertimbangkan keadaan yang meringankan, padahal berdasarkan perbuatan dan kesalahan Terdakwa Hakim berkehendak menjatuhkan pidana mati. Keadaan yang memberatkan atau meringankan hendaknya baru dapat dijadikan syarat untuk wajib dipertimbangkan apabila Hakim menjatuhkan hukuman kecuali pidana mati;

c. Penjatuhan pidana mati tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Pidana mati tidak pula bertentangan dengan konstitusi Negara. Pidana mati sebagaimana dikenal dalam beberapa Undang Undang telah dilakukan pengujian secara materiil ke Mahkamah Konstitusi, hasil putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pidana mati tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, pidana mati yang diancamkan dalam berbagai Undang Undang masih tetap sah untuk diterapkan terhadap pelaku tindak pidana;

d. Judex Facti dalam hal menerapkan ketentuan Pasal 113 ayat (2) Undang Undang No. 35 Tahun 2009 sudah tepat dan benar;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa : LINDSAY JUNE SANDIFORD tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.