MERIT SYSTEM, Ada “Reward” dan “Punishment” bagi Terdakwa yang Kooperatif Vs. Terdakwa yang Berbelit-Belit
Question: Resiko terbesarnya apa, jika tersangka atau terdakwa tidak berterus-terang di hadapan hakim?
Brief Answer: Terdakwa yang berbelit-belit di persidangan,
berpotensi akan dijatuhi hukuman yang lebih berat daripada seorang pelaku yang
mengaku secara berterus-terang di persidangan, tulus menyatakan penyesalan atas
perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, serta
kooperatif terhadap setiap proses hukum oleh aparatur penegak hukum baik Penyidik
maupun Jaksa Penuntut Umum sehingga melancarkan proses persidangan tanpa
dirumitkan oleh upaya mengajukan praperadilan, eksepsi, maupun Pledoi (nota
pembelaan) yang penuh rekayasa.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS
cerminkan lewat putusan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 46 K/PID/2019 tanggal
19 Maret 2019, berisi pertimbangan hukum serta amar putusan yang menarik untuk
disimak, dengan kutipan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi / Penuntut Umum, Mahkamah Agung
berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan kasasi Penuntut
Umum dapat dibenarkan, putusan judex facti yang membebaskan Terdakwa dari
dakwaan adalah putusan yang salah menerapkan hukum karena judex facti tidak
mempertimbangkan dengan baik dan benar atas keterangan saksi-saksi dan
surat-surat dimana dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan
surat-surat yang diajukan dalam persidangan tersebut diperoleh fakta bahwa:
1. Bahwa Terdakwa menggunakan surat keterangan Nomor 51/SK/VI/1986
tanggal 15 Juni 1986 untuk mengajukan permohonan penerbitan sertifikat atas
tanah miliknya;
2. Bahwa Terdakwa telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat tanah
dengan melampirkan syarat-syarat antara lain:
- 1 ( satu) lembar keterangan
SKT No. 51/SK/VI/1986 tanggal 15 Juni 1986;
- 1 (satu) lembar surat
pernyataan Sanapudin tanggal 13 Juni 1986;
- KTP atas nama Abdul
Sanapudin;
- 1 (satu) lembar surat
pernyataan telah memasang Tanda batas tanah atas nama Abdul Sanapudin, tanggal
Agustus 2017;
- 1 (satu) lembar surat
permohonan pengukuran bidang tanah atas nama Abdul Sanapudin;
Yang kesemuanya ditanda tangani sendiri oleh Terdakwa;
3. Bahwa ternyata Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/1986 tanggal 15 Juni
1986, Camat Selalar Asmara Wijaya membantah ia menandatangani surat tersebut
tanda tangan dalam surat tersebut bukan tanda tangannya, juga Tahun 1986 nama
Kecamatannya juga belum Kecamatan Selebar, masih Kecamatan Talang Empat,
Kabupaten Bengkulu Utara;
4. Bahwa keterangan Asmara Wijaya bersesuaian dengan hasil Laboratorium
Polisi Nomor 17/DTf/2018 tanggal 15 Maret 2018 bahwa tanda tangan Buchari Kasim
(Kepala Desa Pagar Dewa) dan Asmara Wijaya Camat Selebar sebelum nama Kecamatan
Selebar adalah Talang Empat, tanda tangan keduanya tidak identik dengan
tanda tangan dalam Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 tanggal 15 Juni 1986
yang dipakai syarat Terdakwa mengajukan sertifikat tanah;
5. Bahwa di dalam Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 tanggal 15 Juni
1986 tersebut dibubuhi materai tahun 1990, pada hal Surat Keterangan
tertulis tanggal 15 Juni 1986;
6. Bahwa Juwanda yang menjabat Kepala Kelurahan pagar Dewa menyatakan
bahwa surat keterangan Nomor 51/SK/VI/1986 tanggal 15 Juni 1986 tidak
terdaftar di Kantor Kelurahan Pagar Dewa;
7. Bahwa Terdakwa telah menjual sebagian dari tanahnya yang tercatat
dalam Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/1986 tanggal 15 Juni 1986 kepada saksi
Len Azhari kemudian Len Azhari menjual tanah yang dibeli dari Terdakwa tersebut
kepada saksi Riduan, dengan demikian dalil Terdakwa yang mengatakan bahwa Surat
Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 palsu merupakan keterangan yang tidak benar
sehingga harus dikesampingkan;
8. Bahwa bukti Berita acara pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik nomor :
Lab: 17/DTf/2018 tanggal 15 Maret 2018 terhadap bukti surat Keterangan Nomor
51/SK/VI/ 1986 terhadap bukti Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 tanggal 15
Juni 1986 disimpulkan bahwa tanda tangan atas nama Buchari Kasim dan tanda
tangan Drs. Asmara Wijaya dalam Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 tanggal
15 Juni 1986 adalah non identik dengan tanda tangan dalam bukti
pembanding, dengan kata lain tanda tangan Buchari Kasim dan tanda tangan Drs.
Asmara Wijaya merupakan tanda tangan yang berbeda;
9. Bahwa Terdakwa pada saat diperiksa di Kepolisian tandatangan dalam
Berita Acara Pemeriksaan berupa cap jempol, artinya Terdakwa mengaku tidak bisa
baca tulis, tetapi banyak bukti, sebagaimana diuraikan dalam fakta diatas,
kesemuanya Terdakwa telah menandatangani dengan tulisan tangan;
10. Bahwa berdasar fakta sebagai tersebut diatas, Terdakwa terbukti bisa
baca tulis, sehingga kepalsuan Surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 tanggal 15
Juni 1986 yang antara lain materainya tahun 1990, tanda tangan Kepala Desa
dan Camat tidak identik, tahun 1986 saat surat keterangan di buat di
tandatangani Camat Selebar Asmara Wijaya mengingkari tanda tangannya adalah
diketahui Terdakwa karena Terdakwa terbukti bisa baca tulis dan berbohong
waktu diperiksa Polisi dengan cap jempol;
11.Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka telah terbukti bahwa
Terdakwa mengetahui bahwa surat Keterangan Nomor 51/SK/VI/ 1986 tanggal 15 Juni
1986 adalah surat yang isinya tidak benar, dengan demikian Terdakwa
dinyatakan telah menggunakan Surat Palsu;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan diatas, perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pidana dalam
Pasal 263 Ayat (2) KUHP, sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan Subsider, oleh
karena itu Terdakwa tersebut telah terbukti bersalah dam dijatuhi pidana;
“Menimbang bahwa sebelum
menjatuhkan pidana, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan keadaan yang
memberatkan dan meringankan bagi Terdakwa;
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;
- Terdakwa tidak mengakui perbuatannya;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
- Terdakwa belum pernah dipidana sebelumnya;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/PENUNTUT UMUM PADA
KEJAKSAAN NEGERI BENGKULU tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 424/PID.B/
2018/PN.Bgl., tanggal 17 Oktober 2018;
MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa ABDUL SANAPUDIN bin MASDU tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan
dalam dakwaan primair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa ABDUL SANAPUDIN bin MASDU terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Menggunakan surat palsu atau
yang dipalsukan’;
4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ABDUL SANAPUDIN bin MASDU oleh
karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan;
5. Menetapkan lamanya Terdakwa berada didalam tahanan dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.