Si vis pacem parabellum. Bila negara Anda ingin hidup damai, maka harus siap untuk berperang dengan negara lain.
Ternyata,
prinsip demikian cukup relevan dalam setiap situasi, tidak terkecuali bagi
pasangan suami-istri.
Tidak selamanya “silent is golden”. Chinese Wisdom mengatakan, ada waktu dimana kita harus bersikap lembut dan lunak, serta ada waktu dimana kita harus bersikap keras.
Setelah
lama mengamati kehidupan rumah tangga keluarga sendiri maupun keluarga
orang-lain, mengapa banyak kalangan istri, tampak “tersandera”—mereka bahkan
melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan, namun tetap tunduk pada keinginan
sang suami.
Satu
hipotesis yang kian mengecut ialah : bila Anda selaku suami ataupun selaku
istri, ingin hidup damai, maka Anda harus siap untuk bercerai.
Nasehat
demikian, terutama diperuntukkan bagi kalangan istri, yang selama ini banyak
bergantung secara finansial kepada sang suami.
PENTING
: Buat perjanjian pernikahan saat menikah, dan daftarkan ke Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil, agar dalam Akta Perkawinan tercantum adanya perjanjian
tersebut. Isinya, paling tidak dua hal pokok berikut:
Pertama,
pisah harta.
Kedua,
suami tidak boleh melarang istri mencari nafkah juga tidak boleh membatasi
aktivitas usaha istri.
Itu,
adalah langkah pertama “siap untuk bercerai”. Siap untuk bercerai, bukan
berarti persiapan menuju perceraian, akan tetapi sebagai langkah mitigasi dan
antisipatif.
Yang
disebut sebagai “persiapan menuju perceraian”, bila isi perjanjian
perkawinannya ialah seperti : “pernikahan ini berlangsung untuk sekian
tahun.”—itu “kawin KONTRAK” namanya.
Bila
Anda memiliki kebebasan secara finansial, maka Anda memiliki “rumah tangga”
yang ber-pola “CHECK AND BALANCE”.
Mirip
seperti harmoni relasi antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif. Ketika
Lembaga Eksekutif dinilai mulai menyimpang dari jalur semestinya, maka Lembaga
Legislatif dapat mengimbanginya.
Sama
seperti itulah, ketika suami mulai menyimpang, istri dapat mengawasi dan
melakukan langkah korektif.
Bila
istri bergantung secara finansial kepada suami, maka daya tawar istri menjadi
lemah, suami akan memiliki posisi dominan.
Mungkin
Anda akan mengatas-namakan “ANTI CERAI, DEMI ANAK”. Terdengar seperti ayah atau
ibu yang partiotik, namun “naif”.
Orang
bijak sudah lama mengatakan, selamatkan diri Anda terlebih dahulu, sebelum
memperhatikan keselamatan orang lain.
Semisal
Anda berada di pesawat terbang yang mengudara di angkasa. Terjadi turbulensi
hebat, maka yang pertama harus Anda lakukan, ialah memakai masker oksigen
kepada hidung Anda sendiri, sebelum memerhatikan kondisi putera ataupun puteri
Anda.
Anda
tidak dapat menyelamatkan anak Anda, bila Anda sendiri tidak selamat. Itu
prinsip utamanya.
Istri
yang bebas secara finansial, konon akan membuat suami tidak tergoda untuk
korupsi di kantornya.
Berikut
satu tips yang saya dapatkan dari perjalanan hidup saya : JANGAN PERNAH
BERSIKAP SEOLAH-OLAH ANDA TIDAK MEMILIKI SYARAT KETIKA MENGIKAT DIRI ANDA
DENGAN PIHAK LAIN!
Entah
itu dalam hal urusan bisnis, organisasi, pertemanan, termasuk perkawinan. Anda
harus memiliki “syarat dan ketentuan” (term and condition)—dengan cara
begitulah Anda akan dihormati dan dihargai.
Dengan
begitu jugalah, diri Anda, kebaikan Anda, talenta Anda, tidak akan
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Bila
Anda berpikir, bahwa dengan bersikap “tanpa syarat” maka Anda akan dihargai,
maka itu adalah “DELUSI”.
Semoga
bermanfaat, dan mulailah untuk menghargai diri dan hidup Anda sendiri, karena
itu tugas utama diri Anda sendiri.
©
Hak
Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan
menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.