JENIUS KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI oleh HERY SHIETRA

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Bila Ingin Hidup Damai, Maka Harus Siap untuk Bercerai, Tips Bagi Pasangan Rumah Tangga

Si vis pacem parabellum. Bila negara Anda ingin hidup damai, maka harus siap untuk berperang dengan negara lain.

Ternyata, prinsip demikian cukup relevan dalam setiap situasi, tidak terkecuali bagi pasangan suami-istri.

Tidak selamanya “silent is golden”. Chinese Wisdom mengatakan, ada waktu dimana kita harus bersikap lembut dan lunak, serta ada waktu dimana kita harus bersikap keras.

Setelah lama mengamati kehidupan rumah tangga keluarga sendiri maupun keluarga orang-lain, mengapa banyak kalangan istri, tampak “tersandera”—mereka bahkan melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan, namun tetap tunduk pada keinginan sang suami.

Satu hipotesis yang kian mengecut ialah : bila Anda selaku suami ataupun selaku istri, ingin hidup damai, maka Anda harus siap untuk bercerai.

Nasehat demikian, terutama diperuntukkan bagi kalangan istri, yang selama ini banyak bergantung secara finansial kepada sang suami.

PENTING : Buat perjanjian pernikahan saat menikah, dan daftarkan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, agar dalam Akta Perkawinan tercantum adanya perjanjian tersebut. Isinya, paling tidak dua hal pokok berikut:

Pertama, pisah harta.

Kedua, suami tidak boleh melarang istri mencari nafkah juga tidak boleh membatasi aktivitas usaha istri.

Itu, adalah langkah pertama “siap untuk bercerai”. Siap untuk bercerai, bukan berarti persiapan menuju perceraian, akan tetapi sebagai langkah mitigasi dan antisipatif.

Yang disebut sebagai “persiapan menuju perceraian”, bila isi perjanjian perkawinannya ialah seperti : “pernikahan ini berlangsung untuk sekian tahun.”—itu “kawin KONTRAK” namanya.

Bila Anda memiliki kebebasan secara finansial, maka Anda memiliki “rumah tangga” yang ber-pola “CHECK AND BALANCE”.

Mirip seperti harmoni relasi antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif. Ketika Lembaga Eksekutif dinilai mulai menyimpang dari jalur semestinya, maka Lembaga Legislatif dapat mengimbanginya.

Sama seperti itulah, ketika suami mulai menyimpang, istri dapat mengawasi dan melakukan langkah korektif.

Bila istri bergantung secara finansial kepada suami, maka daya tawar istri menjadi lemah, suami akan memiliki posisi dominan.

Mungkin Anda akan mengatas-namakan “ANTI CERAI, DEMI ANAK”. Terdengar seperti ayah atau ibu yang partiotik, namun “naif”.

Orang bijak sudah lama mengatakan, selamatkan diri Anda terlebih dahulu, sebelum memperhatikan keselamatan orang lain.

Semisal Anda berada di pesawat terbang yang mengudara di angkasa. Terjadi turbulensi hebat, maka yang pertama harus Anda lakukan, ialah memakai masker oksigen kepada hidung Anda sendiri, sebelum memerhatikan kondisi putera ataupun puteri Anda.

Anda tidak dapat menyelamatkan anak Anda, bila Anda sendiri tidak selamat. Itu prinsip utamanya.

Istri yang bebas secara finansial, konon akan membuat suami tidak tergoda untuk korupsi di kantornya.

Berikut satu tips yang saya dapatkan dari perjalanan hidup saya : JANGAN PERNAH BERSIKAP SEOLAH-OLAH ANDA TIDAK MEMILIKI SYARAT KETIKA MENGIKAT DIRI ANDA DENGAN PIHAK LAIN!

Entah itu dalam hal urusan bisnis, organisasi, pertemanan, termasuk perkawinan. Anda harus memiliki “syarat dan ketentuan” (term and condition)—dengan cara begitulah Anda akan dihormati dan dihargai.

Dengan begitu jugalah, diri Anda, kebaikan Anda, talenta Anda, tidak akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Bila Anda berpikir, bahwa dengan bersikap “tanpa syarat” maka Anda akan dihargai, maka itu adalah “DELUSI”.

Semoga bermanfaat, dan mulailah untuk menghargai diri dan hidup Anda sendiri, karena itu tugas utama diri Anda sendiri.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.